tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG menguat 3 hari beruntun dan harga SUN naik karena suku bunga BI Rate turun 25 bps.
- Yield SUN turun, investor asing jual neto Rp9,57 triliun.
- Rupiah turun terus, apakah akan menyentuh Rp17.000 per US Dollar?
- Harga emas turun karena ketidakpastian kebijakan Trump dan suku bunga AS.
- Imbal hasil dan indeks dolar AS naik menjelang pelantikan Trump.
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 17 Januari 2025.
IHSG Menguat 3 Hari Beruntun dan Harga SUN Naik Karena Turunnya Suku Bunga BI Rate 25 bps
IHSG Menguat Berkat Kebijakan BI: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,66% ke posisi 7.154,66 pada Jumat (17/1/2025).
Penguatan IHSG didorong oleh respons positif pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) dan membaiknya inflasi AS.
Nilai transaksi mencapai Rp 12 triliun dengan 22 miliar saham berpindah tangan.
Sektor konsumer non-primer menjadi penopang terbesar dengan kenaikan 2,17%, sementara PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penopang utama dengan 10 indeks poin.
Yield Obligasi Turun: Kebijakan BI yang mengejutkan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%.
Hal ini menyebabkan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun turun dari 7,298% menjadi 7,163%. Penurunan ini memberikan dorongan bagi pasar saham, yang biasanya melemah saat imbal hasil obligasi tinggi atau harga obligasi turun.
Penurunan suku bunga ini adalah yang pertama di tahun 2025, setelah sebelumnya BI juga memangkas suku bunga pada September tahun lalu.
Inflasi AS dan Ekspektasi Pasar: Laporan akhir Indeks Harga Konsumen (CPI) AS menunjukkan bahwa inflasi mereda menjadi 3,2% pada bulan Desember.
Para ekonom memperkirakan bahwa laporan mendatang tentang Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) akan melemah, bahkan mungkin turun di bawah target 2% yang ditetapkan oleh The Fed.
Hal ini menambah optimisme pasar terhadap penurunan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed, yang juga turut mendukung sentimen positif di pasar saham Indonesia. (CNBC Indonesia)
Yield SUN Turun, Investor Asing Jual Neto Rp9,57 Triliun
Yield Surat Utang Negara (SUN) melemah atau harga SUN menguat pada perdagangan akhir pekan lalu.
Yield SUN Benchmark 5-tahun turun menjadi 6,88%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun turun menjadi 7,10%.
Nilai transaksi SBN mencapai Rp17,8 triliun, dengan dua seri teraktif adalah FR0104 dan FR0101.
Meski demikian, laporan Bank Indonesia menunjukkan investor asing melakukan jual neto sebesar Rp9,57 triliun, terdiri dari jual neto di pasar SBN sebesar Rp4,17 triliun dan pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia sebesar Rp5,41 triliun.
Sementara itu, yield curve US Treasury 5-tahun meningkat menjadi 4,42%, sedangkan yield curve US Treasury 10-tahun tetap di 4,61%. Secara mingguan, yield curve US Treasury 10-tahun turun sebesar 16 basis poin dan Credit Default Swap (CDS) 5-tahun Indonesia turun 3 basis poin.
Dengan situasi ini, yield curve SUN 10-tahun mencatat penurunan mingguan sebesar 4 basis poin menjadi 7,14%. (BNI Sekuritas)
Rupiah Turun Terus, Akankah Menyentuh Rp17.000/USD?
Rupiah semakin melemah setelah Bank Indonesia (BI) secara tak terduga memangkas suku bunga acuan, BI Rate, di tengah berlanjutnya penguatan dolar AS.
Pada perdagangan Jumat (17/1/2025), rupiah diperdagangkan di kisaran Rp16.367/USD, mencerminkan pelemahan 1,62% dibandingkan akhir tahun 2024 lalu.
Beberapa analis memperkirakan nilai tukar rupiah akan terus melemah hingga menyentuh Rp16.800/US$ pada akhir 2025.
Pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh fenomena “strong dollar” dan keputusan BI menurunkan suku bunga.
Indeks dolar AS telah naik 9,53% dari posisi terendah setahun terakhir, sementara rupiah melemah tajam dari Rp15.125/USD pada 27 September ke Rp16.275/USD pada 13 Januari.
Beberapa bank investasi seperti Barclays dan TD Securities memproyeksikan rupiah akan terus melemah hingga Rp16.800/USD pada akhir tahun ini.
Analisis dari Maybank dan JPMorgan juga menunjukkan potensi pelemahan rupiah lebih lanjut. Maybank memperkirakan rupiah bisa mencapai Rp17.000/USD pada kuartal II-2025 sebelum kembali menguat ke Rp16.500/USD pada kuartal III dan IV.
Sementara itu, JPMorgan memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.275-Rp16.400/USD sepanjang 2025.
Bloomberg Intelligence juga mencatat bahwa rupiah undervalued hampir 10% terhadap dolar AS, dengan nilai wajar di kisaran Rp14.685/USD. (Bloomberg Technoz)
Harga Emas Turun Karena Ketidakpastian Kebijakan Trump dan Suku Bunga AS
Jumat (17/01/2025), harga emas turun dari level tertinggi dalam satu bulan karena ketidakpastian mengenai suku bunga AS dan kebijakan Presiden terpilih Donald Trump.
Harga spot emas turun 0,46% menjadi USD2.702, mendekati level terkuatnya sejak pertengahan Desember.
Permintaan emas sebagai aset safe haven meningkat minggu ini karena spekulasi mengenai arah suku bunga AS di tengah sinyal ekonomi yang beragam.
Data penjualan eceran dan klaim pengangguran menunjukkan masih kuatnya ekonomi AS, membuat Federal Reserve kurang bersemangat untuk memangkas suku bunga dengan cepat.
Kebijakan Trump yang berpotensi meningkatkan inflasi juga mempengaruhi permintaan emas. Namun, penandatanganan gencatan senjata antara Israel dan Hamas mengurangi ketegangan geopolitik, sehingga permintaan emas sebagai aset safe haven sedikit melemah. (Trading Economics)
Imbal Hasil dan Indeks Dolar AS Naik Menjelang Pelantikan Trump
Jumat (17/01/2025), imbal hasil atau yield obligasi US Treasury naik sekitar 0,2%.
Kenaikan yield obligasi US Treasury terjadi setelah data optimis tentang perumahan dan produksi industri. Data ini membuat investor berpikir bahwa Federal Reserve mungkin hanya akan menurunkan suku bunga sekali saja di tahun 2025.
Investor juga berhati-hati menjelang pelantikan Presiden terpilih Donald Trump pada hari Senin, karena ketidakpastian tentang kebijakan tarif, pemotongan pajak, dan imigrasi.
Imbal hasil atau yield acuan US Treasury 10 tahun naik menjadi 4,613%, meskipun sebelumnya sempat turun ke level terendah dalam dua minggu. Penurunan imbal hasil minggu lalu adalah yang terburuk dalam tujuh minggu terakhir.
Banyaknya aksi jual di hari Jumat lalu hanyalah penyesuaian ulang setelah data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan. Kenaikan imbal hasil hari Jumat tidak terlalu penting karena orang-orang menunggu tindakan eksekutif minggu depan.
Indeks dolar AS atau US Dollar Index naik 0,43% ke 109,42 pada Jumat (17/01/2025) lalu, tetapi masih mencatat penurunan 0,8% selama pekan tersebut.
Meskipun data ekonomi AS menunjukkan ekonomi yang tetap kuat, namun investor tetap waspada karena adanya sinyal bahwa Federal Reserve mungkin melonggarkan biaya pinjaman.
Penurunan tak terduga dalam tingkat inflasi inti tahunan dan angka inflasi produsen serta penjualan ritel yang lebih rendah dari perkiraan memicu kembali ekspektasi penurunan suku bunga USD.
US Dollar Index diperkirakan akan diperdagangkan pada level 109,45 pada akhir kuartal pertama (Q1-2025) dan mencapai 112,50 dalam waktu 12 bulan mendatang.
Para pedagang kini mengalihkan perhatian mereka ke pelantikan Donald Trump untuk mendapatkan petunjuk tentang perubahan kebijakan di bawah pemerintahan yang akan datang. (Reuters, Trading Economics)
Ulasan
- Penurunan suku bunga BI Rate sebesar 0,25% oleh Bank Indonesia hari Rabu 15 Januari kemarin memberi dampak positif pada pasar obligasi saham. Turunnya BI Rate akan diikuti oleh turunnya bunga deposito dan bunga kredit atau pinjaman. Hal ini selanjutnya akan menurunkan biaya kredit yang harus dibayar oleh perusahaan yang meminjam uang dari bank atau dari penerbitan obligasi.
- Di lain pihak, turunnya suku bunga BI Rate dapat mengancam terjadinya pelemahan Rupiah lebih lanjut. Bank Indonesia diperkirakan akan meningkatkan intervensi pasar agar pelemahan Rupiah dapat dikendalikan.
- Walaupun inflasi AS bulan Desember 2024 meningkat, tingkat inflasi masih dalam radar ekspektasi pasar. Hal ini membuat yield obligasi US Treasury dan USD Index menurun. Meski demikian, investor tetap khawatir bahwa inflasi di tahun 2025 masih akan tinggi, karena Presiden Terpilih Donald Trump akan menerapkan kebijakan yang inflationary sehingga penurunan suku bunga USD diperkirakan hanya akan terjadi 2 kali, dengan total 50 bps (0,50).
- Tingginya inflasi, kuatnya mata uang US Dollar, dan tingginya yield obligasi US Treasury masih menjadi ancaman bagi emerging market seperti Indonesia. Investor asing akan dengan mudah memindahkan investasinya dari Indonesia ke pasar AS yang memberikan return yang lebih menarik dan risiko yang lebih rendah dari Indonesia.
Rekomendasi
- Untuk jangka pendek, investor disarankan untuk tetap berinvestasi di reksa dana pasar uang karena masih memberikan return lebih tinggi dari bunga deposito.
- Untuk jangka panjang, tetaplah berinvestasi di reksa dana berbasis saham secara rutin. Harga-harga saham dalam jangka panjang memberikan return yang lebih tinggi dari bunga deposito.
- Tetaplah berinvestasi secara rutin untuk mencapai tujuan. Pilih produk reksa dana yang sesuai dengan profil risiko masing-masing.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.