tanamduit menawarkan investasi AMAN dengan return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG naik 1,05%, saham big caps dan infrastruktur melesat.
- Harga SUN naik lagi karena yield obligasi US Treasury turun dan US Dollar melemah, namun ada ancaman kenaikan yield US Treasury.
- Harga emas melonjak karena melemahnya US Dollar.
- Rupiah menguat! Kebjijakan DHE dan Trump bawa angin segar.
- Ketidakpastian kebijakan tarif Trump menyebabkan yield US Treasury dan indeks dolar AS melemah.
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 22 Januari 2025.
IHSG Naik 1,05%, Saham Big Caps dan Infrastruktur Melesat
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,05% ke posisi 7.257,13 pada Rabu (22/1/2025).
Antisipasi kebijakan Presiden AS, Donald Trump, dan revisi aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Indonesia mendorong naiknya IHSG.
Nilai transaksi mencapai Rp11,9 triliun dengan 17 miliar saham berpindah tangan.
Sektor teknologi dan infrastruktur menjadi penopang terbesar. Saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Telkom Indonesia (TLKM), dan PT Bank Mandiri (BMRI) mencatatkan kenaikan signifikan.
Pelantikan kedua Trump sebagai Presiden AS membawa pengaruh kompleks terhadap pasar global, termasuk Indonesia.
Investor mulai mereda kekhawatirannya terhadap kebijakan proteksionisme Trump, sementara valuasi saham IHSG yang menarik dan imbal hasil dividen yang tinggi tetap menarik minat investor.
Selain itu, revisi aturan DHE diharapkan memperkuat nilai tukar rupiah dengan mengharuskan eksportir menempatkan DHE sebesar 100% di dalam negeri mulai 1 Maret 2025.
Musim laporan keuangan kuartal IV-2024 dan full year 2024 juga memberikan sentimen positif bagi pasar.
Saham-saham berkapitalisasi besar, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) ramai ditransaksikan.
Tak hanya itu, saham teknologi dan infrastruktur juga mencatatkan kenaikan tinggi. PT LinkNet Tbk (LINK) dan PT Remala Abadi Tbk (DATA) melesat lebih dari 24%.
Investor optimis dengan potensi pertumbuhan di tengah ketidakpastian global. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia)
Harga SUN Naik Akibat Pelemahan Yield Obligasi US Treasury dan US Dollar, Namun Ada Ancaman Kenaikan Yield US Treasury
Harga Surat Utang Negara (SUN) kembali menguat pada sesi perdagangan kemarin. Yield SUN Benchmark 5-tahun turun menjadi 6,87%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun turun menjadi 7,08%.
Volume transaksi SBN secara outright tercatat sebesar Rp13,8 triliun, lebih rendah dari hari sebelumnya yang mencapai Rp24,6 triliun.
Seri FR0103 dan FR0106 menjadi yang paling aktif di pasar sekunder dengan volume transaksi masing-masing Rp2,2 triliun dan Rp1,2 triliun.
Selain itu, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga menguat sebesar 0,39%. Rupiah melonjak tipis, dari Rp16.343/US$ pada hari Selasa menjadi Rp16.280/US$ pada hari Rabu.
Indikator global menunjukkan perubahan sentimen negatif bagi pasar obligasi, tercermin dari peningkatan yield US Treasury (UST). Yield curve UST 5-tahun meningkat menjadi 4,43%, dan yield curve UST 10-tahun meningkat menjadi 4,60%.
Meskipun demikian, Credit Default Swap (CDS) 5-tahun Indonesia turun menjadi 74 basis poin.
Pasar masih memperkirakan Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada bulan Juli, dengan kemungkinan pemangkasan tambahan pada akhir tahun. (BNI Sekuritas)
Harga Emas Melonjak Karena Melemahnya US Dollar
Rabu (22/1/2025), harga emas naik ke USD2.760 per ons. Kenaikan ini memperpanjang kenaikan lebih dari 1% dari sesi sebelumnya dan mencapai level tertinggi sejak awal November 2024.
Kenaikan harga emas didorong oleh melemahnya dolar dan meningkatnya permintaan aset safe haven di tengah kekhawatiran perang dagang setelah pengumuman kebijakan tarif potensial oleh Trump.
Trump berencana mengenakan tarif pada Uni Eropa dan mempertimbangkan tarif 10% pada Tiongkok. serta “pungutan” besar pada Kanada dan Meksiko.
Para pedagang juga terus menilai risiko inflasi. Kebijakan Trump dipandang sebagai inflasi yang dapat mendorong Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama guna mengendalikan tekanan harga.
Hal ini dapat mengurangi daya tarik emas, karena suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya peluang untuk memegang aset yang tidak memberikan imbal hasil. (Investing)
Rupiah Menguat! Kebijakan DHE dan Trump Bawa Angin Segar
Rabu (22/1/2025), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat ke Rp16.282,5. Rupiah menguat 0,37%, menjadi salah satu mata uang Asia dengan penguatan terbanyak.
Perpanjangan sentimen kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) menjadi 12 bulan dengan penempatan wajib hingga 100%, mendorong penguatan rupiah.
Kebijakan DHE ini diharapkan dapat membantu rupiah lebih tangguh menghadapi guncangan eksternal, meskip masih menuai protes dari para eksportir.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI memperkirakan kebijakan ini berpotensi menambah pasokan dolar AS di dalam negeri sekitar US$ 90 miliar dalam setahun.
Sementara itu, pasar juga berhati-hati setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan prospek peningkatan tarif perdagangan paling cepat Februari 2025.
Trump membuka kemungkinan mengenakan tarif sebesar 10% terhadap impor China dan 25% pada Kanada dan Meksiko.
Meskipun pasar awalnya melihat sedikit kelegaan dari Trump yang tidak mengenakan tarif apa pun pada hari pertama masa jabatannya, komentarnya pada hari Selasa membuat kekhawatiran akan perang dagang tetap ada.
Selain faktor-faktor di atas, penguatan rupiah juga didukung oleh pasar saham yang mencetak kenaikan 1%, dengan IHSG mencapai 7.252 menjelang penutupan pasar. (Bisnis, Bloomberg Technoz)
Ketidakpastian Kebijakan Tarif Trump Menyebabkan Yield US Treasury dan Indeks Dolar AS Melemah
Rabu (22/1/2025), imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun stabil di kisaran 4,57% setelah menghadapi tekanan dari rencana tarif Presiden AS Donald Trump.
Trump mengindikasikan kemungkinan tarif 10% untuk barang impor dari Tiongkok mulai 1 Februari, setelah “mengancam” Meksiko dan Kanada dengan tarif 25%.
Meski demikian, belum ada ancaman yang terwujud menjadi kebijakan. Hal ini memicu harapan bahwa pemerintah AS akan lebih hati-hati terhadap tarif untuk meredakan kekhawatiran inflasi.
Awal bulan ini, imbal hasil 10 tahun mencapai level tertinggi dalam lebih dari setahun karena kekhawatiran kebijakan “America First” Trump dan pendekatan pro-pertumbuhan dapat memacu inflasi. Tingginya inflasi dapat menghambat kemampuan Federal Reserve untuk memangkas suku bunga lebih lanjut.
Sementara itu, indeks dolar (US Dollar Index/DXY) turun sekitar 0,19% ke 108,1 pada Rabu (22/1). Ketidakpastian rencana tarif Trump mendorong pelemahan indeks dolar.
Meskipun dolar naik sejak Oktober karena kekhawatiran kebijakan “America First,” ketidakjelasan tarif impor membuat pasar berharap pada pendekatan pemerintah yang lebih hati-hati.
Pasar juga masih memperkirakan Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada bulan Juli, dan ada kemungkinan pemangkasan tambahan pada akhir tahun gara-gara kekhawatiran inflasi tinggi akibat kebijakan Trump. (Trading Economics)
Ulasan
- Pelantikan Trump sebagai Presiden AS dan pernyataan-pernyataannya setelah pelantikan yang memberi sinyal ditundanya kenaikan tarif, serta pembicaraan telepon Trump dengan Xi Jinping, Presiden Tiongkok, memberi sinyal positif terhadap pasar saham dan obligasi global, termasuk pasar saham dan obligasi Indonesia.
- Selain itu, penurunan suku bunga BI Rate sebesar 0,25% memberi dampak positif pada pasar obligasi dan saham. Turunnya BI Rate akan diikuti oleh turunnya bunga deposito dan bunga kredit (pinjaman). Hal ini akan menurunkan biaya kredit yang harus dibayar oleh perusahaan yang meminjam uang dari bank atau penerbitan obligasi.
- Di lain pihak, penurunan suku bunga BI berpotensi menyebabkan pelemahan rupiah lebih lanjut. Bank Indonesia diperkirakan akan meningkatkan intervensi pasar, agar pelemahan rupiah dapat terkendali.
- Inflasi AS bulan Desember 2024 meningkat, namun masih dalam radar ekspektasi pasar. Hal ini menyebabkan turunnya yield obligasi US Treasury dan US Dollar Index. Namun, investor khawatir inflasi di tahun 2025 akan tetap tinggi karena Trump akan menerapkan kebijakan yang inflationary, sehingga suku bunga US diperkirakan hanya akan turun 2 kali, dengan total 50 bps (0,50).
- Tingginya inflasi, yield obligasi US Treasury, dan kuatnya USD masih menjadi ancaman bagi emerging market seperti Indonesia. Sebab, investor asing akan dengan mudah memindahkan investasinya dari Indonesia ke AS yang memberi return lebih menarik dan risiko yang lebih rendah.
Rekomendasi
- Untuk jangka pendek, investor disarankan untuk tetap berinvestasi di reksa dana pasar uang karena masih memberikan return lebih tinggi dari bunga deposito.
- Untuk jangka panjang, tetaplah berinvestasi di reksa dana berbasis saham secara rutin. Harga-harga saham dalam jangka panjang memberikan return yang lebih tinggi dari bunga deposito.
- Tetaplah berinvestasi secara rutin untuk mencapai tujuan. Pilih produk reksa dana yang sesuai dengan profil risiko masing-masing.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.