tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Naik Tipis, Merepons Redanya Tarif Trump Terhadap Uni Eropa
- Rupiah Melemah Karena Menguatnya USD Index
- Harga Emas Turun (Lagi) Dipicu oleh Meredanya Ancaman Tarif Trump Terhadap Uni Eropa
- US Dollar Index Menguat di Tengah Harapan Perdagangan dan Stabilitas Obligasi
- SBN Syariah SR022 sudah bisa dibeli di tanamduit! Kupon (imbal hasil) 6,45%/tahun untuk tenor 3 tahun (SR022-T3) dan 6,55%/tahun untuk tenor 5 tahun (SR022-T5).
- Kupon SR022 menjadi kupon SR tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon (imbal hasil) SR022 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran SR022: 16 Mei–18 Juni 2025.
Investasi SR022 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 27 Mei 2025.
IHSG Naik Tipis, Merespons Redanya Tarif Trump Terhadap Uni Eropa
Selasa (27/5) kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan dengan kenaikan tipis sebesar 0,15% atau 10,61 poin ke level 7.198,97, meski sempat turun ke 7.162,96 di sesi kedua.
Saham Bank Central Asia (BBCA) yang turun 1,82% ke Rp9.450 menjadi beban utama IHSG. Sementara itu, saham BRPT dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mendorong kenaikan. Masing-masing menyumbang 8,10 dan 7,64 poin.
Meski IHSG mendekati level 7.300, investor tetap waspada karena hanya ada tiga hari perdagangan sebelum libur Kenaikan Isa Almasih, yang meningkatkan risiko penurunan IHSG.
Namun, sentimen global membaik setelah JP Morgan menaikkan peringkat pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, karena meredanya ketegangan perang dagang, pemulihan ekonomi China, melemahnya dolar AS, harga saham yang menarik, dan peluang penurunan suku bunga The Fed.
Tak hanya itu, perpanjangan batas waktu tarif 50% AS terhadap Uni Eropa hingga 9 Juli 2025 turut mendukung optimisme pasar.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menambah likuiditas sebesar Rp80 triliun melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM), yang akan diberlakukan pada 1 April 2025, untuk mendorong kredit produktif dan menjaga stabilitas keuangan.
Kebijakan ini, bersama dengan sentimen global yang positif, memberikan harapan bagi penguatan IHSG.
Namun, investor disarankan tetap berhati-hati mengingat potensi gejolak akibat jadwal perdagangan yang pendek. (CNBC Indonesia)
Rupiah Melemah Karena Menguatnya US Dollar Index yang Dipicu oleh Menguatnya Harga Obligasi Pemerintah Jepang
Selasa (27/5) kemarin, nilai tukar rupiah turun 0,23% menjadi Rp16.286,5 per dolar Amerika Serikat.
Tak hanya rupiah, mata uang lain di Asia seperti yen Jepang (turun 0,58%), ringgit Malaysia (0,4%), dan yuan China (0,09%) juga melemah. Penyebabnya adalah penguatan dolar Amerika Serikat yang naik 0,39% ke level 99,31.
Penguatan dolar dipicu oleh perubahan di pasar obligasi dunia, terutama obligasi pemerintah Jepang. Harga obligasi pemerintah Jepang dengan tenor 20 tahun naik, membuat imbal hasilnya turun hingga 19,5 poin. Hal ini melemahkan yen dan memengaruhi mata uang Asia lainnya.
Pelemahan yen terjadi karena Jepang berencana mengurangi penerbitan obligasi, membuat harga obligasi Jepang naik dan menekan nilai yen.
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menunda penerapan tarif 50% terhadap Uni Eropa hingga 9 Juli 2025. Penundaan ini membuat investor lega. Namun, investor tetap khawatir karena kebijakan perdagangan Amerika Serikat bisa berubah sewaktu-waktu.
Selain itu, rencana pemotongan pajak di Amerika Serikat yang masih belum jelas juga menambah ketidakpastian, membuat dolar Amerika Serikat semakin kuat dan menekan rupiah serta mata uang Asia lainnya.
Di Indonesia, harga obligasi pemerintah untuk jangka pendek cenderung stabil, dengan imbal hasil obligasi 1 tahun turun 3,6 poin.
Namun, Indeks Harga Saham Gabungan turun 0,21%, menunjukkan bahwa investor lebih berhati-hati.
Meski begitu, kabar baik datang dari anggaran negara yang surplus Rp4,3 triliun pada April 2025, memberikan sedikit harapan.
Investor disarankan tetap tenang dan memantau perkembangan kebijakan luar negeri agar bisa mengambil keputusan yang tepat. (Bisnis)
Harga Emas Turun (Lagi), Dipicu oleh Meredanya Ancaman Tarif Trump Terhadap Uni Eropa
Selasa (27/5) kemarin, harga emas dunia turun lebih dari 1%, menjadi di bawah USD3.310/ons.
Harga emas telah turun selama dua hari berturut-turut, karena investor merasa lebih optimis tentang hubungan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE).
Kabar bahwa UE mempercepat negosiasi untuk menghindari tarif 50% dari AS, yang ditunda hingga 9 Juli 2025, mengurangi ketakutan akan perang dagang.
Akibatnya, permintaan emas sebagai aset “safe haven” (tempat berlindung saat krisis) melemah. Investor beralih ke aset berisiko seperti saham.
Pelemahan emas juga berkaitan dengan penguatan dolar AS, yang naik 0,39% ke level 99,31, sebagian dipicu oleh penurunan imbal hasil obligasi Jepang (JGB) sebesar 19,5 poin untuk tenor 20 tahun.
Ketika imbal hasil JGB turun, harga obligasi Jepang naik, melemahkan yen (turun 0,58%) dan memengaruhi mata uang Asia lainnya, termasuk rupiah yang turun 0,23% ke Rp16.286,5 per dolar AS.
Dolar AS yang lebih kuat membuat emas, yang dihargai dalam dolar, menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain seperti rupiah, sehingga menekan permintaan emas dan berkontribusi pada pelemahan rupiah.
Meski begitu, investor disarankan untuk tetap waspada terhadap ketidakpastian global, seperti defisit anggaran AS, ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina, serta kebijakan suku bunga Federal Reserve yang akan terlihat dari data Risalah FOMC (Rabu) dan inflasi PCE (Jumat).
Di Indonesia, surplus anggaran negara Rp4,3 triliun pada April 2025 memberikan sedikit optimisme.
Namun, tekanan dari dolar AS yang kuat dan pelemahan yen membuat rupiah sulit bangkit. Investor disarankan memantau data ekonomi AS dan perkembangan perdagangan global untuk memahami arah rupiah dan emas ke depan. (Trading Economics)
US Dollar Index Menguat di Tengah Harapan Perdagangan dan Stabilitas Obligasi
Selasa (27/5) kemarin, US Dollar Index (DXY) naik tipis ke 99,3. Kenaikan US Dollar Index didorong oleh penundaan tarif 50% untuk barang Uni Eropa hingga 9 Juli 2025 oleh Presiden Donald Trump, yang meredakan ketegangan perdagangan.
Dolar juga menguat terhadap yen Jepang, karena Jepang berencana untuk mengurangi penerbitan obligasi pemerintah, agar pasar lebih stabil setelah imbal hasil obligasi melonjak.
Sementara itu, pasar obligasi AS stabil, dengan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun turun ke 4,47%, dan imbal hasil obligasi bertenor 30 tahun turun di bawah 5%.
Penurunan imbal hasil ini didorong oleh minat investor pada aset AS dan sinyal dari Federal Reserve untuk menahan suku bunga demi memantau dampak tarif terhadap inflasi.
Penundaan tarif dan stabilnya obligasi AS menciptakan optimisme hati-hati. Namun, investor tetap waspada terhadap rencana pemotongan pajak AS yang dapat menambah utang negara.
Di Indonesia, penguatan dolar menekan rupiah ke Rp16.286,5. Meski demikian, surplus anggaran negara sebesar Rp4,3 triliun pada April 2025 memberikan sedikit harapan.
Investor disarankan memantau kebijakan AS dan data ekonomi global untuk membuat keputusan investasi yang tepat.
Factors to Watch (Faktor yang Perlu Diperhatikan)
Global:
- Kebijakan Perdagangan AS dan Ketidakpastian Tarif
Amerika Serikat menunda penerapan tarif impor sebesar 50% terhadap Uni Eropa hingga 9 Juli 2025. Selain itu, Amerika Serikat dan Uni Eropa juga mempercepat negosiasi. Kedua hal ini menciptakan optimisme pasar. Namun, masih terdapat risiko ketidakpastian, karena kebijakan perdagangan AS dapat berubah tiba-tiba.
2. Dinamika Obligasi Global dan Pelemahan Yen
Penurunan imbal hasil obligasi Jepang (JGB) sebesar 19,5 poin untuk tenor 20 tahun, akibat rencana pengurangan penerbitan obligasi, membuat yen melemah (turun 0,58%). Hal ini juga memengaruhi mata uang Asia, termasuk rupiah.
Penguatan dolar AS akibat kejadian ini juga menekan harga emas, karena emas dihargai dalam dolar.
3. Kebijakan Moneter Federal Reserve
Saat ini, investor sedang menanti Risalah FOMC yang akan rilis pada hari Rabu, dan data inflasi PCE yang akan rilis pada hari Jumat, untuk petunjuk tentang suku bunga The Fed.
Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga dapat membuat harga emas naik. Namun, jika the Fed tetap hawkish (mempertahankan suku bunga tinggi), dolar AS bisa terus menguat, menekan emas dan rupiah.
4. Ketegangan Geopolitik dan Defisit Anggaran AS
Ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina, serta defisit anggaran AS yang melebar, dapat meningkatkan permintaan emas sebagai aset safe haven (tempat berlindung saat krisis) dalam jangka panjang.
Namun, saat ini, optimisme perdagangan AS-UE mengurangi permintaan emas jangka pendek.
Nasional:
- Kebijakan Likuiditas Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) menambah likuiditas sebesar Rp80 triliun melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) mulai 1 April 2025, untuk mendukung kredit produktif dan stabilitas keuangan.
Ini dapat mendukung sektor perbankan dan pasar obligasi domestik, termasuk SBN.
2. Stabilitas Pasar Obligasi Domestik
Imbal hasil atau yield SBN tenor pendek (1 tahun) turun 3,6 poin, menunjukkan naiknya harga SBN karena permintaan investor yang stabil untuk aset aman domestik. Investor cenderung defensif, lebih memilih tenor pendek, yang mendukung stabilitas harga SBN.
Rekomendasi Investasi:
1. Reksa Dana:
- Investor Agresif (Suka Risiko):
Overweight atau alokasikan 60%-70% ke reksa dana saham dan indeks saham yang memiliki portofolio sektor big caps dan bahan baku. Terapkan strategi investasi rutin Dollar Cost Averaging untuk memperoleh harga beli rata-rata yang rendah untuk menikmati hasil saat IHSG naik signifikan dalam jangka menengah dan Panjang.
- Investor Moderat:
Alokasikan 40%-50% di reksa dana campuran atau kombinasi reksa dana saham dan indeks saham dan pendapatan tetap dan sisanya di reksa dana pasar uang dan emas.
- Investor Konservatif:
Alokasikan 70%-80% di reksa dana pendapatan tetap yang berisi portfolio obligasi dengan jangka waktu 3-7 tahun (jangka menengah) untuk mendapatkan capital gain karena kenaikan harga obligasi akibat turunnya suku bunga. Sisanya di reksa dana pasar uang dan emas.
2. Emas:
Alokasikan 10%-15% di emas mengantisipasi berlanjutnya ketidakpastian global karena kebijakan tarif Trump dan ketegangan politik di Timur Tengah (Israel vs Hamas dan AS vs Iran).
3. Surat Berharga Negara (SBN):
Investor dapat mempertimbangkan SBN seri SR022 dengan tenor 3 dan 5 tahun yang sedang dalam penawaran umum sejak tanggal 16 Mei yang lalu.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.