tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- Indonesia mengalami surplus perdagangan Rp78 Triliun di Mei 2025
- BI Pertahankan Suku Bunga 5,5% Untuk Mendorong Stabilitas Ekonomi dan Pasar
- IHSG Merosot 0,67% di Tengah Stabilnya Suku Bunga BI dan Tekanan Global
- The Fed Tahan Suku Bunga di 4,25%-4,50%, Waspadai Dampak Kebijakan Trump
- Harga Emas Turun Tipis di Bawah USD 3.370, Tetap Jadi Aset Aman di Tengah Krisis
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 18 Juni 2025.
Indonesia Mengalami Surplus Perdagangan Rp78 Triliun di Mei 2025
Neraca perdagangan* Indonesia mencatat surplus sebesar USD 4,9 miliar (sekitar Rp78 triliun) pada Mei 2025, menurut data awal bea cukai yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Hal ini berarti nilai ekspor Indonesia (USD 25,3 miliar) jauh lebih besar dibandingkan impor (USD 20,4 miliar), menjadikan surplus ini yang terbesar sejak Juli 2024.
Surplus ini didorong oleh ekspor produk pertanian dan manufaktur yang tumbuh kuat, walau ekspor pertambangan turun tajam.
Meski demikian, Sri Mulyani memperingatkan bahwa ketegangan perdagangan global dan perlambatan ekonomi dunia bisa memengaruhi kinerja ekspor ke depan. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara, berpotensi tertekan.
Sebelumnya, surplus pada April 2025 hanya USD 0,15 miliar karena impor melonjak 21,8%. Data resmi dari Badan Pusat Statistik akan dirilis pada 1 Juli 2025. (Trading Economics)
*Catatan: Neraca perdagangan adalah selisih antara nilai ekspor dan impor suatu negara dalam periode tertentu.
BI Pertahankan Suku Bunga 5,5% Untuk Mendorong Stabilitas Ekonomi dan Pasar
Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di level 5,5% pada pertemuan Juni 2025, sesuai prediksi pasar, setelah memangkasnya sebesar 25 basis poin pada Mei.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, keputusan ini diambil karena turunnya inflasi, stabilnya nilai tukar Rupiah, dan keinginan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini, inflasi tahunan turun menjadi 1,60% pada Mei 2025 dari 1,95% pada April, berada dalam target BI, yaitu di antara 1,5% hingga 3,5%.
Rupiah menunjukkan penguatan tipis sebesar 0,06% terhadap dolar AS per 17 Juni dibandingkan akhir Mei, serta menguat terhadap mata uang negara lain yang menjadi mitra dagang Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 diproyeksikan tetap berada dalam kisaran target BI, yaitu 4,6% hingga 5,4%. Stabilitas ini memberikan sinyal positif bagi pelaku pasar, bahwa BI fokus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
BI juga mempertahankan suku bunga fasilitas simpanan di 4,75% dan suku bunga fasilitas pinjaman di 6,25%. Keputusan ini mencerminkan pendekatan hati-hati BI untuk mendukung pemulihan ekonomi tanpa memicu tekanan inflasi.
Dengan kondisi ekonomi yang terkendali, kebijakan ini diharapkan dapat mempertahankan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. (Trading Economics)
IHSG Merosot 0,67% di Tengah Suku Bunga BI Stabil dan Tekanan Global
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,67% ke level 7.107,79 pada penutupan perdagangan Rabu, 18 Juni 2025. Penurunan ini terjadi karena banyak investor menjual saham untuk mengamankan keuntungan (profit taking), terutama pada saham besar seperti BBCA (turun 1,93%) dan AMMN (turun 4%).
Nilai transaksi pasar tercatat senilai Rp11,24 triliun, dan investor asing melakukan net sell (penjualan bersih) sebesar Rp647 miliar. Kapitalisasi pasar menyusut ke Rp12,455 triliun, menunjukkan aktivitas jual yang lebih dominan.
Penurunan IHSG juga dipengaruhi oleh ketidakpastian global, seperti ketegangan perdagangan AS-Tiongkok dan konflik geopolitik di Timur Tengah, yang membuat investor lebih berhati-hati.
Sektor utilitas, finansial, dan bahan baku menjadi yang paling tertekan, masing-masing turun lebih dari 1%.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di 5,5%, sesuai harapan pasar, untuk menjaga inflasi rendah (2,5% ± 1%) dan stabilitas Rupiah. Sebagian investor kecewa atas keputusan ini karena tidak ada sinyal penurunan suku bunga, yang memicu aksi jual tambahan.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, keputusan BI untuk menahan suku bunga acuan di 5,5% dan suku bunga Deposit Facility (4,75%) dan Lending Facility (6,25%), diambil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas.
Meskipun BI membuka peluang penurunan suku bunga di masa depan tergantung pada inflasi, pasar tetap tertekan oleh faktor global dan aksi profit taking.
Hanya sektor properti yang naik hampir 3% pada perdagangan Rabu (18/6). Meski demikian, peningkatan sektor properti tidak cukup untuk menahan penurunan IHSG. (Stockwatch, CNBC Indonesia)
The Fed Tahan Suku Bunga di 4,25%-4,50%, Waspadai Dampak Kebijakan Trump
Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) memutuskan untuk tidak mengubah suku bunga acuan di kisaran 4,25%-4,50% pada pertemuan Juni 2025, sesuai prediksi pasar.
Keputusan ini diambil untuk keempat kalinya berturut-turut karena The Fed ingin mengevaluasi dampak kebijakan Presiden Trump, seperti tarif perdagangan, imigrasi, dan pajak, yang bisa memengaruhi ekonomi.
Meski ketidakpastian ekonomi sedikit berkurang, The Fed tetap berhati-hati dan memperkirakan dua kali pemotongan suku bunga pada 2025, tetapi hanya satu kali masing-masing pada 2026 dan 2027.
The Fed juga memperbarui proyeksi ekonomi. Fed menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi AS menjadi 1,4% untuk 2025 (dari 1,7%), 1,6% untuk 2026 (dari 1,8%), sementara 2027 tetap 1,8%.
Lebih lanjut, Fed juga memprediksi bahwa tingkat pengangguran naik ke 4,5% pada 2025 dan 2026, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Untuk inflasi, The Fed memperkirakan angka 3,0% pada 2025, turun ke 2,4% pada 2026, dan 2,1% pada 2027, menunjukkan tekanan harga yang masih cukup tinggi di masa depan. (Trading Economics)
Harga Emas Turun Tipis di Bawah USD 3.370, Tetap Jadi Aset Aman di Tengah Krisis
Rabu (18/6/2025), harga emas sedikit turun ke bawah USD 3.370 per ons. Penurunan ini terjadi karena investor menilai keputusan The Federal Reserve (The Fed) yang mempertahankan suku bunga di 4,25%-4,5% dan hanya merencanakan dua pemotongan suku bunga pada 2025.
Keputusan ini diambil di tengah inflasi yang masih tinggi dan pertumbuhan ekonomi AS yang melambat, ditambah kritik Presiden Trump yang meminta penurunan suku bunga lebih agresif.
Meski demikian, emas tetap menarik sebagai aset aman karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama setelah Iran menolak ultimatum Trump dan Israel meningkatkan serangan udara, menyebabkan evakuasi besar-besaran di Tehran.
Konflik yang meningkat membuat pasar global tidak stabil, meskipun harga emas sempat mendekati rekor tertinggi sebelum akhirnya turun sedikit.
Sementara itu, World Gold Council melaporkan bahwa 95% bank sentral dunia memperkirakan cadangan emas global akan naik dalam setahun ke depan, dengan 43% berencana menambah cadangan emas mereka, tertinggi sepanjang sejarah.
Hal ini menunjukkan kepercayaan kuat pada emas sebagai pelindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, membuat emas tetap menjadi pilihan investasi yang menarik. (Trading Economics)
Factors to Watch:
- Geopolitik dan Pergeseran Global
- Ketegangan seperti konflik Israel-Iran dan friksi dagang AS-Tiongkok menciptakan ketidakpastian yang memengaruhi pasar. Bank sentral, termasuk Tiongkok dan India, meningkatkan cadangan emas hingga 1.000 ton per tahun untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS, menjaga harga emas stabil di USD 3.370 per ons. Di Indonesia, IHSG volatile (naik-turun) akibat sentimen global, meskipun sektor konsumer tetap tangguh. Investor perlu mengantisipasi volatilitas jangka panjang dengan fokus pada aset tahan guncangan seperti emas dan saham domestik yang kokoh.
2. Kebijakan Moneter
- The Federal Reserve mempertahankan suku bunga di 4,25%-4,5% pada Juni 2025, dengan proyeksi dua pemotongan pada 2025, seiring inflasi AS di 3,0%. Sementara itu, BI Rate (suku bunga BI) bertahan di 5,5% untuk menjaga inflasi lokal tetap di angka 1,60% dan rupiah relatif stabil. Stabilitas ini mendukung obligasi dan saham sektor ritel, tetapi penguatan dolar AS berpotensi menekan IHSG dan rupiah. Investor disarankan memantau divergensi kebijakan moneter ini sembari memanfaatkan peluang dari imbal hasil obligasi lokal yang menarik.
3. Ekonomi Global dan Ketahanan Indonesia
- Pertumbuhan ekonomi dunia melambat ke 3,2% pada 2025, dengan AS hanya 1,4%, terbebani tarif dan defisit. Sebaliknya, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 4,6-5,4%, ditopang konsumsi domestik, meskipun ekspor pertambangan melemah. Inflasi di Indonesia rendah, mendukung daya beli dan obligasi pemerintah. Namun, risiko perlambatan global dapat memengaruhi saham ekspor. Peluang ada pada sektor konsumer dan energi yang tetap solid, menawarkan stabilitas di tengah ketidakpastian eksternal.
4. Sentimen Pasar dan Strategi Investor
- Pasar global condong ke emas (ETF naik 4% sejak Mei 2024) dan obligasi karena ketidakpastian, dengan 43% bank sentral berencana tambah cadangan emas pada 2025. Di Indonesia, sektor properti naik 3%, tetapi saham finansial seperti BBCA (-1,93%) tertekan. Investor lokal beralih ke emas digital dan reksa dana obligasi untuk perlindungan. Dalam kondisi ini, strategi cerdas adalah diversifikasi: alokasikan porsi untuk emas sebagai lindung nilai dan saham defensif untuk tangkap potensi pertumbuhan domestik.
Rekomendasi Investasi:
- Untuk Investor Pemula (Konservatif): Fokus pada Reksa Dana Pendapatan Tetap (investasikan 40%-50%), Reksa Dana Pasar Uang (30%-40%), dan alokasikan 5%-10% sisanya Emas.
- Untuk Investor Menengah (Moderat): Alokasikan ke Reksa Dana Campuran (40%-50%) yang portofolionya terdiri dari: 40-60% obligasi dan 30-40% saham. Atau, alokasikan 40%-50% ke Reksa Dana Pendapatan Tetap dan 30%-40% Reksa Dana Saham dan Indeks Saham.
- Untuk Investor Agresif: Alokasikan 40%-50% ke Reksa Dana Saham dengan portofolio yang berfokus di blue-chips dan energi, alokasikan 40%-50% di Reksa Dana Pendapatan Tetap dan Pasar Uang, 10%-15% di Emas.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.