tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- Saham Bank dan Energi Jatuh, IHSG Melemah
- Harga SUN Naik karena Rupiah Menguat dan Sentimen Global Positif
- Rupiah Menguat karena Sentimen Positif Gencatan Senjata Timur Tengah
- Harga Minyak Naik Tipis, Didorong Permintaan AS dan Ketidakpastian Timur Tengah
- Emas Stabil di $3.320, Tertekan Gencatan Senjata dan Harapan Penurunan Suku Bunga
- Imbal Hasil US Treasury Turun karena Ekspektasi Suku Bunga dan Permintaan Lemah
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 25 Juni 2025.
Saham Bank dan Energi Jatuh, IHSG Melemah
Rabu (25/6), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,54% ke level 6.832,14, setelah sempat menguat di awal perdagangan.
Sebanyak 401 saham melemah, dengan saham bank besar seperti BMRI dan BBCA menjadi pemberat utama. Selain itu, saham sektor energi dan tambang, seperti MDKA dan TPIA, juga turun signifikan. Hanya sektor teknologi yang tetap kuat, didorong kenaikan saham DCII dan GOTO.
Penurunan IHSG dipengaruhi oleh kondisi global, terutama harga minyak yang anjlok lebih dari 13% dalam tiga hari. Gencatan senjata Iran-Israel meredakan ketegangan di Timur Tengah, sehingga pasokan minyak dari Selat Hormuz mulai pulih. Hal ini membuat saham-saham migas, seperti APEX dan TOBA, ikut tertekan.
Di sisi lain, bursa Asia lainmya seperti Nikkei dan Shanghai justru ditutup menguat.
Pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang menunda pemangkasan suku bunga karena ketidakpastian kebijakan tarif AS, turut membebani pasar.
Selain itu, meski gencatan senjata diumumkan, ketegangan Iran-Israel masih berpotensi mengganggu pasar, terlebih setelah Trump menuduh kedua negara melanggar kesepakatan. Kondisi ini membuat investor berhati-hati, menyebabkan IHSG tertekan. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Harga SUN Naik karena Rupiah Menguat dan Sentimen Global Positif
Harga Surat Utang Negara (SUN) menguat pada perdagangan Rabu (25/6), seiring dengan penurunan imbal hasil (yield). Yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0104) turun 4 basis poin ke 6,29%, dan yield SUN 10-tahun (FR0103) juga turun 4 basis poin ke 6,66%.
Menurut data Bloomberg, yield SUN 10-tahun (GIDN10YR) bahkan turun 8 basis poin ke 6,68%. Penurunan yield ini menunjukkan harga SUN naik karena minat investor meningkat, didukung oleh penguatan rupiah sebesar 0,33% ke Rp16.300 per dolar AS.
Penguatan rupiah dipicu oleh meredanya konflik di Timur Tengah antara Israel dan Iran, yang meningkatkan kepercayaan pelaku pasar.
Selain itu, sentimen global positif terlihat dari penurunan yield US Treasury, dengan yield 5-tahun turun ke 3,83% dan 10-tahun ke 4,29%. Volume transaksi SUN mencapai Rp26,8 triliun, dengan seri FR0103 dan FR0104 paling aktif, sementara obligasi korporasi Rp6,6 triliun.
Meskipun Credit Default Swap (CDS) Indonesia sedikit naik ke 79 basis poin, ini tidak mengurangi minat terhadap SUN.
Kondisi ini mencerminkan permintaan yang kuat terhadap SUN berdenominasi rupiah, terutama karena stabilitas nilai tukar dan prospek pasar global yang membaik.
Bank Indonesia menyebutkan bahwa pergerakan rupiah murni berdasarkan mekanisme pasar tanpa banyak intervensi, mendukung kepercayaan investor.
Dengan suku bunga The Fed yang masih tinggi dan potensi volatilitas geopolitik, investor melihat SUN sebagai instrumen aman dengan imbal hasil menarik dibandingkan obligasi negara lain seperti Filipina atau Malaysia, yang yield-nya lebih rendah sekitar 2-5%. (BNI Sekuritas dan sumber lainnya)
Rupiah Menguat karena Sentimen Positif Gencatan Senjata Timur Tengah
Pada perdagangan Rabu (25/6), nilai tukar rupiah menguat 0,37% ke level Rp16.285 per dolar AS, meskipun indeks dolar AS (DXY) naik 0,16%.
Penguatan rupiah dipicu oleh meredanya konflik di Timur Tengah antara Israel dan Iran, yang meningkatkan kepercayaan pelaku pasar untuk membeli rupiah. Menurut Bank Indonesia, pergerakan rupiah murni berdasarkan mekanisme pasar tanpa banyak intervensi.
Sementara itu, dolar AS sempat melemah karena sentimen positif dari gencatan senjata. Namun, indeks DXY menguat setelah Gubernur The Fed, Jerome Powell, menyatakan penundaan pemangkasan suku bunga.
Meski demikian, optimisme pasar terhadap kondisi Timur Tengah lebih dominan, membuat rupiah tetap kuat sepanjang hari, bahkan sempat mencapai Rp16.250 per dolar AS di pagi hari. (CNBC Indonesia)
Harga Minyak Naik Tipis, Didorong Permintaan AS dan Ketidakpastian Timur Tengah
Harga minyak dunia naik tipis pada 26 Juni 2025, dengan Brent mencapai $67,80 per barel (naik 0,2%) dan WTI $65,12 per barel (naik 0,3%).
Kenaikan ini didorong oleh penurunan stok minyak mentah AS sebesar 5,8 juta barel, jauh melebihi perkiraan, menandakan permintaan yang kuat. Tak hanya itu, stok bensin AS juga turun 2,1 juta barel, menunjukkan konsumsi tinggi.
Namun, investor tetap waspada karena gencatan senjata Iran-Israel yang rapuh, ditambah tuduhan pelanggaran oleh Presiden Trump, menciptakan ketidakpastian di Timur Tengah, wilayah penghasil minyak utama.
Proyeksi harga minyak hingga akhir 2025 cenderung fluktuatif. Analis Nomura Securities, Yuki Takashima, memperkirakan WTI akan kembali ke kisaran $60-$65 per barel–level sebelum konflik–jika gencatan senjata stabil.
Namun, keputusan OPEC+ untuk mempercepat kenaikan produksi, seperti disampaikan kepala Rosneft, bisa menekan harga lebih lanjut.
Sementara itu, kebijakan AS terhadap sanksi minyak Iran yang mungkin dilonggarkan juga berpotensi meningkatkan pasokan, menjaga harga tetap rendah kecuali ada eskalasi geopolitik baru. (Reuters)
Emas Stabil di $3.320, Tertekan Gencatan Senjata dan Harapan Penurunan Suku Bunga
Harga emas bertahan stabil di sekitar $3.320 per ons pada Rabu (25/6), setelah turun 1,3% sehari sebelumnya.
Gencatan senjata antara Israel dan Iran yang tampak bertahan mengurangi permintaan emas sebagai aset aman, karena ketegangan di Timur Tengah mereda.
Namun, investor tetap waspada setelah laporan intelijen AS mengindikasikan bahwa serangan baru-baru ini hanya menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan. Hal ini menimbulkan ketidakpastian geopolitik yang masih mendukung harga emas.
Sementara itu, data ekonomi AS yang lemah, seperti penurunan kepercayaan konsumen pada Juni, meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve sebelum akhir 2025.
Kekhawatiran tentang dampak tarif dan melemahnya pasar tenaga kerja mendorong pasar memprediksi pelonggaran kebijakan moneter, yang biasanya menguntungkan emas.
Meski Ketua Fed (bank sentral AS), Jerome Powell, menegaskan bahwa Fed tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga, pernyataannya bahwa kebijakan bisa disesuaikan jika ekonomi memburuk membuat harga emas tetap stabil di level tinggi. (Trading Economics)
Imbal Hasil US Treasury Turun karena Ekspektasi Suku Bunga dan Permintaan Lemah
Imbal hasil US Treasury sedikit menurun pada 25 Juni 2025, dengan yield obligasi 10-tahun turun 0,6 basis poin ke 4,287% dan obligasi 2-tahun turun 1,1 basis poin ke 3,773%.
Penurunan ini terjadi karena investor menilai waktu pemotongan suku bunga Federal Reserve, didorong oleh data ekonomi AS yang lemah, seperti penurunan kepercayaan konsumen, yang meningkatkan harapan penurunan suku bunga pada September.
Namun, pernyataan Ketua Fed, Jerome Powell, bahwa tarif baru dapat memicu inflasi membuat pasar berhati-hati, menahan ekspektasi pemotongan segera.
Selain itu, kenaikan harga minyak setelah penurunan stok AS memengaruhi sentimen pasar, sementara lelang obligasi 5-tahun senilai $70 miliar menunjukkan permintaan lesu dengan rasio bid-to-cover hanya 2,36.
Ketidakpastian geopolitik akibat gencatan senjata Iran-Israel yang rapuh juga membuat investor mencari petunjuk dari data ekonomi mendatang, seperti indeks PCE dan klaim pengangguran.
Proyeksi pasar menunjukkan peluang 90% untuk pemotongan suku bunga pada September, menjaga tekanan pada imbal hasil Treasury. (Reuters)
Factors to Watch:
- Pasar global pada 26 Juni 2025 dipengaruhi oleh gencatan senjata Iran-Israel yang rapuh, dengan tuduhan pelanggaran oleh Trump menciptakan ketidakpastian. Harga minyak naik tipis (Brent $67,80, WTI $65,12) karena stok AS turun, namun bisa melemah ke $60-$65 hingga akhir 2025 jika pasokan stabil. Rupiah menguat ke Rp16.285 per dolar, dan imbal hasil US Treasury turun (10-tahun ke 4,287%) karena harapan penurunan suku bunga Fed.
- IHSG anjlok 0,54% ke 6.832,14, tertekan saham bank dan energi akibat harga minyak rendah dan kebijakan Fed yang menunda pemangkasan suku bunga. Emas stabil di $3.320 per ons, didukung ketidakpastian geopolitik, sementara SUN menguat dengan yield 10-tahun turun ke 6,66%. Data ekonomi AS seperti Personal Consumption Expenditure (PCE), klaim pengangguran, dan rencana produksi OPEC+ akan jadi sorotan.
- Hingga akhir 2025, pasar tetap fluktuatif. Kebijakan tarif Trump dan risiko konflik Timur Tengah bisa dorong inflasi, batasi ruang Fed untuk potong suku bunga. OPEC+ berencana untuk meningkatkan produksi, menekan harga minyak. Di Indonesia, rupiah stabil dan SUN diminati, tapi investor harus pantau inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Rekomendasi Investasi:
1. Untuk Investor Pemula (Konservatif)
Investor konservatif dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan dana sebesar 50%-60% ke Reksa Dana Pasar Uang, 20%-30% ke Reksa Dana Pendapatan Tetap, 10-20% ke SBN,dan sisanya ke emas.
2. Untuk Investor Menengah (Moderat):
Investor Moderat dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan 20%-30% dana ke Reksa Dana Pasar Uang, 40%-50% ke Reksa Dana Pendapatan Tetap, 20%-30% Reksa Dana Campuran, 10%-20% Reksa Dana Saham dan/atau Indeks Saham, 10%-20% SBN, dan sisanya ke emas.
3. Untuk Investor Agresif
Investor Agresif dapat mempertimbangkan investasi di Reksa Dana Saham dan/atau Reksa Dana Indeks Saham dengan eksposur sektor energi dan emas, untuk memanfaatkan potensi kenaikan saham MEDC dan ANTM.
Emas: Aset Safe-Haven untuk Lindung Nilai
Harga emas dunia melonjak ke $3.432 per troy ons, didorong statusnya sebagai safe-haven, dengan prediksi mencapai $3.500–3.700 akhir 2025. Di Indonesia, harga emas Antam diperkirakan dapat mencapai Rp2–2,1 juta per gram.
SBN: Stabilitas dengan Imbal Hasil Kompetitif
Yield SBN diperkirakan akan naik akibat risiko geopolitik, menekan harga SBN di pasar sekunder. Namun, SBN ritel tetap menarik untuk investor ritel (individu).
Ditjen PPR Kementerian Keuangan dijadwalkan akan menerbitkan SBN seri Saving Bond Retail (SBR) seri SBR014 dengan tenor 2 dan 4 tahun, dan akan ditawarkan secara publik pada tanggal 14 Juli – 7 Agustus 2025. Investor yang berminat dan sudah memiliki dananya, dapat menempatkan dananya di reksa dana pasar yang sambil menunggu masa penawaran SBR dimulai.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.