tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- Ketegangan Global dan Tantangan Domestik Tekan IHSG
- Ketidakpastian Ekonomi dan Kebijakan AS Mendorong Naik Harga Emas
- Ketidakpastian Global dan Rupiah yang Melemah Menekan Harga SUN
- Kebijakan Trump dan Ketidakpastian Ekonomi Mendorong Naik Yield Obligasi Treasury AS
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 2 Juli 2025.
Ketegangan Global dan Tantangan Domestik Tekan IHSG
Pada Selasa (2/7), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,49% atau turun 34,11 poin ke level 6.881,24. Total transaksi mencapai Rp11 triliun.
Pelemahan ini sejalan dengan bursa Asia lainnya yang bervariasi, di mana saham-saham sektor barang baku, teknologi, dan energi menjadi pemberat utama, masing-masing turun hingga 1,74%, 1,45%, dan 1,34%.
Saham-saham big caps, terutama di sektor perbankan seperti BBRI, BMRI, BBCA, dan BBNI, mengalami tekanan jual signifikan, memperberat laju IHSG.
Penurunan IHSG dipicu oleh sentimen global dan domestik. Pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menegaskan tidak menunda tenggat tarif impor pada 9 Juli 2025 memicu kekhawatiran perang dagang global.
Sementara itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah pasca-serangan AS ke Iran pada 21 Juni 2025 mendorong investor ke aset safe haven.
Di dalam negeri, laporan fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang penerimaan negara hanya 40% dari target APBN dan defisit Rp662 triliun menimbulkan kekhawatiran stabilitas ekonomi, diperparah oleh pelemahan rupiah mendekati Rp17.000.
Aksi jual investor asing sebesar Rp817 miliar, terutama pada saham big caps seperti BBRI, BMRI, BBCA, dan BBNI, memperkuat tekanan pada IHSG.
Sikap hawkish Federal Reserve, didukung data ekonomi AS seperti lowongan kerja tertinggi sejak November, mengurangi harapan pemangkasan suku bunga, memicu capital outflow dari pasar berkembang.
Di kawasan Asia, bursa seperti Shenzhen dan NIKKEI melemah, sementara Hang Seng dan KLCI menguat tipis. Faktor-faktor ini secara kolektif menekan IHSG pada hari tersebut. (Bloomberg Technoz dan sumber lainnya)
Ketidakpastian Ekonomi dan Kebijakan AS Mendorong Naik Harga Emas
Harga emas pada Rabu, 2 Juli 2025, bertahan di atas $3.330 per ons, naik lebih dari 1% dari hari sebelumnya.
Kenaikan ini terjadi karena dolar AS melemah akibat kekhawatiran terhadap utang negara dan ketidakpastian perdagangan.
Senat AS meloloskan undang-undang pajak dan belanja baru yang didukung Presiden Trump, yang diperkirakan menambah utang nasional sebesar $3,3 triliun.
Selain itu, Trump mengancam akan menerapkan tarif 35% pada impor Jepang karena ketegangan dalam negosiasi perdagangan AS-Jepang. Hal ini membuat investor cemas dan mendukung harga emas.
Di sisi lain, kebijakan moneter AS juga memengaruhi harga emas. Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa bank sentral AS belum memutuskan untuk menurunkan suku bunga, meski kemungkinan penurunan pada Juli atau September masih terbuka.
Investor kini menanti laporan data tenaga kerja AS yang akan dirilis pada minggu yang dipersingkat libur ini, karena data ini bisa memberikan petunjuk tentang langkah Fed ke depan.
Ketidakpastian ini membuat emas tetap menarik sebagai aset aman, meskipun dolar yang lemah juga membantu mendorong harganya.
Namun, daya tarik emas sebagai aset safe haven sedikit berkurang karena ketegangan geopolitik mereda. Trump mengumumkan bahwa Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza selama 60 hari dan memperingatkan Hamas untuk menerima tawaran ini.
Meski begitu, kekhawatiran utang AS, ancaman tarif perdagangan, dan ketidakpastian kebijakan suku bunga tetap menjadi pendorong utama kenaikan harga emas.
Faktor-faktor ini membuat emas tetap diminati di tengah ketidakstabilan ekonomi global. (Trading Economics)
Ketidakpastian Global dan Rupiah yang Melemah Menekan Harga SUN
Harga Surat Utang Negara (SUN) melemah pada Rabu (2/7) kemarin. Yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0103) naik 1 basis poin ke 6,60% dan yield SUN 10-tahun (Bloomberg) naik 2 basis poin ke 6,62%. Sementara itu, yield 5-tahun (FR0104) stabil di 6,24%.
Volume transaksi SUN di pasar sekunder turun menjadi Rp38,5 triliun dari Rp50,7 triliun, dengan FR0103 dan FR0104 sebagai seri paling aktif.
Kenaikan yield ini menunjukkan tekanan pada harga SUN akibat sentimen pasar yang negatif.
Pelemahan harga SUN dipicu oleh kenaikan yield US Treasury (UST 5-tahun naik 3 bp ke 3,87%, UST 10-tahun naik 4 bp ke 4,30%) karena ketidakpastian kebijakan moneter AS dan ancaman tarif perdagangan dari Presiden Trump.
Di dalam negeri, rupiah melemah 0,29% ke Rp16.247 per dolar AS, membuat investor menghindari aset berdenominasi rupiah.
Meski Credit Default Swap Indonesia turun tipis ke 77 bp, ketidakpastian global dan pelemahan rupiah tetap menekan harga SUN. (BNI Sekuritas)
Kebijakan Trump dan Ketidakpastian Ekonomi Mendorong Naik Yield Obligasi Treasury AS
Imbal hasil obligasi (yield) Treasury AS 10 tahun naik dari 4,2% ke 4,3% pada Rabu (2/7), setelah menyentuh level terendah dalam dua bulan terakhir.
Kenaikan yield, yang menjadi pertanda penurunan harga obligasi US Treasury, dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap kebijakan ekonomi Presiden Trump, termasuk pengesahan RUU pajak dan belanja senilai $3,3 triliun oleh Senat. Kebijakan ini diproyeksikan akan meningkatkan jumlah utang nasional AS.
Selain itu, pengumuman tarif 20% untuk impor Vietnam menambah ketidakpastian. Hal ini membuat investor khawatir bahwa kebijakan UU yang baru tersebut (jika disahkan) dan diberlakukannya kebijakan tarif Trump akan membuat inflasi kembali naik, dan membuat US Fed mempertimbangkan kembali keputusan penurunan suku bunga Federal Reserve.
Laporan ADP yang menunjukkan kehilangan 33 ribu pekerjaan pada Juni 2025, bertentangan dengan perkiraan kenaikan 110 ribu, juga memengaruhi pasar.
Data ini mengindikasikan pasar tenaga kerja AS mulai terdampak ketidakpastian ekonomi, tarif baru, dan kebijakan suku bunga tinggi yang berkelanjutan.
Akibatnya, investor menilai ulang prospek kebijakan moneter Fed, mendorong kenaikan imbal hasil Treasury sebagai respons terhadap risiko inflasi dan defisit anggaran yang membesar. (Trading Economics)
Factors to Watch:
-
Faktor Global:
- Ekonomi global di Juli 2025 menghadapi ketidakpastian akibat kebijakan tarif AS, termasuk tarif 20% untuk Vietnam dan ancaman tarif lebih tinggi, yang memicu kekhawatiran perang dagang. Kenaikan yield US Treasury 10-tahun ke 4,3% dan defisit AS sebesar $3,3 triliun menambah risiko inflasi, membuat Federal Reserve cenderung menunda pemotongan suku bunga.
- Ketegangan di Gaza mereda dengan gencatan senjata 60 hari. Namun, risiko geopolitik tetap mendorong minat pada aset safe haven seperti emas.
Faktor Domestik:
- Di Indonesia, rupiah melemah ke Rp16.247 per dolar AS. Selain itu, laporan fiskal menunjukkan penerimaan negara hanya 40% dari target APBN dengan defisit Rp662 triliun. Hal ini menekan kepercayaan investor. Aksi jual asing di BEI sejak awal tahun 2025 sekitar Rp55 triliun, tekanan pasar saham.
Rekomendasi Investasi:
1. Untuk Investor Pemula (Konservatif)
Investor konservatif, yang mengutamakan pelestarian modal:
- Fokus pada Reksa Dana Pendapatan Tetap (Alokasikan sekitar 80%) yang menawarkan stabilitas melalui obligasi pemerintah dan korporasi berkualitas tinggi dan memberikan return yang lebih tinggi dari Reksa Dana Pasar Uang.
- Alokasikan ke Reksa Dana Pasar Uang 10-20%.
- SBN, khususnya seri tenor pendek (5 tahun dengan yield atau imbal hasil 6,5–6,9%), cocok untuk pendapatan tetap dengan risiko rendah, didukung oleh pengelolaan utang pemerintah yang prudent (rasio utang 37,82–38,71% PDB).
- Emas (10–15% portofolio) memberikan lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian global. Hindari reksa dana saham karena volatilitasnya tinggi di tengah kontraksi manufaktur dan risiko geopolitik. Pantau data inflasi dan kebijakan Bank Indonesia untuk memastikan stabilitas yield SBN.
2. Untuk Investor Menengah (Moderat):
Investor moderat, yang mencari keseimbangan antara risiko dan imbal hasil dapat mempertimbangkan:
- Alokasikan 40-50% portofolio ke Reksa Dana Campuran, yang menggabungkan saham dan obligasi untuk stabilitas sekaligus potensi pertumbuhan.
- Sebanyak 20-30% dapat ditempatkan di SBN tenor menengah (10 tahun, yield 6,8–7,2%) dan/atau Reksa Dana Pendapatan Tetap untuk memperoleh pendapatan yang stabil dari kupon obligasi pemerintah dan korporasi, dengan risiko terkelola.
- Alokasikan 20-30% di Reksa Dana Pasar Uang untuk keperluan dana darurat atau keperluan likuiditas.
- Sisanya, 10-20% dialokasikan ke emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian global.
3. Untuk Investor Agresif
Investor agresif, yang siap menghadapi risiko tinggi demi imbal hasil maksimal:
- Dapat mengalokasikan 60–70% ke Reksa Dana Saham dan Indeks Saham, untuk menangkap momentum potensi rebound IHSG dengan pertimbangan akan turunnya suku bunga rupiah, nilai tukar rupiah yang stabil, dan pertumbuhan ekonomi yang masih tergolong baik.
- Sebanyak 10-20% dapat ditempatkan di Reksa Dana Pendapatan Tetap yang berisi portfolio SUN dan obligasi korporasi tenor panjang 5-15 tahun untuk yield lebih tinggi, meski dengan risiko suku bunga yang lebih besar.
- 10-20% di Reksa Dana Pasar Uang untuk keperluan Dana Darurat dan likuiditas.
- Sisanya, 10–15% ke emas sebagai perlindungan dari volatilitas pasar dan geopolitik. Waspadai risiko koreksi IHSG jika negosiasi tarif gagal atau PMI manufaktur terus terkontraksi.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.