fb-logo
Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Breakfast News: 16 Juli 2025

tanamduit Breakfast News: 16 Juli 2025

oleh | Jul 16, 2025

tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui berita market update berikut.

Ringkasan Market Update:

  • IHSG Naik Lagi, Didorong Kebijakan MSCI dan Kinerja Sektor Utilitas
  • Yield SUN Turun (Harga SUN Naik), Dipengaruhi Lelang Sukses dan Inflasi AS yang Naik
  • Harga Emas Dunia Naik Tipis, Dibatasi oleh Data Inflasi AS
  • Imbal Hasil Obligasi Treasury AS Dipicu Data Inflasi
  • Inflasi AS Meningkat di Juni 2025

Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 15 Juli 2025.

data-market-update-15-juli-2025

IHSG Naik Lagi, Didorong Kebijakan MSCI dan Kinerja Sektor Utilitas

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus naik selama tujuh hari berturut-turut.

Pada penutupan perdagangan Selasa (15/7), IHSG ditutup di level 7.140,47, naik sebesar 0,61% atau sekitar 43 poin dari hari sebelumnya.

Perdagangan ramai di hari Selasa (15/7). Nilai transaksi mencapai Rp16,38 triliun dan melibatkan lebih dari 23 miliar saham.

Penyebab utama kenaikan IHSG adalah sektor utilitas yang melonjak hingga 6,99%, terutama didorong oleh saham BREN yang naik 6,16%. Hal ini terjadi setelah lembaga internasional MSCI mencabut aturan khusus terhadap tiga saham milik konglomerat Prajogo Pangestu, yaitu BREN, PTRO, dan CUAN.

Selain itu, sektor infrastruktur, transportasi, dan properti juga ikut mendukung, dengan saham-saham seperti CDIA, NRCA, dan MBMA naik signifikan.

Di sisi lain, pasar dipengaruhi oleh isu global seperti ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan Ketua Fed, Jerome Powell, terkait biaya renovasi bank sentral. Sementara itu, di dalam negeri, Bank Indonesia sedang menggelar rapat untuk menentukan suku bunga. Data inflasi AS yang akan dirilis juga menjadi perhatian investor.

Meski ada saham pemberat seperti AMMN dan TPIA, secara keseluruhan IHSG tetap kuat di zona hijau. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)

Yield SUN Turun (Harga SUN Naik) Dipengaruhi Lelang Sukses dan Inflasi AS yang Naik

Harga Surat Utang Negara (SUN) menguat pada perdagangan Selasa, 15 Juli 2025, yang berarti yield atau imbal hasilnya turun. Yield SUN 5-tahun turun 5 basis poin menjadi 6,12%, sedangkan yield 10-tahun turun 3 basis poin ke 6,55%.

Volume transaksi SUN mencapai Rp41,1 triliun, lebih tinggi dari hari sebelumnya, dengan seri FR0104 dan FR0103 paling aktif.

Di lelang SUN, pemerintah menerima tawaran Rp109 triliun dan menyetujui Rp32 triliun, melebihi target. Sementara itu, nilai tukar rupiah sedikit melemah menjadi Rp16.267 per dolar AS.

Pada Rabu, 16 Juli 2025, pasar menunggu pengumuman suku bunga dari Bank Indonesia (BI), yang sebelumnya mempertahankan BI Rate di 5,50%.

Inflasi AS Juni naik lebih cepat, dengan headline CPI 0,3% bulanan dan core CPI 0,2%, menyebabkan yield obligasi AS naik hingga 7 basis poin.

Sentimen global negatif ini, ditambah kestabilan CDS Indonesia di 75 basis poin, berpotensi meningkatkan volatilitas harga dan yield SUN.  Investor disarankan waspada terhadap fluktuasi rupiah dan kebijakan BI. (BNI Sekuritas)

Harga Emas Dunia Naik Tipis, Dibatasi oleh Data Inflasi AS

Harga emas mengalami kenaikan ringan sebesar 0,2% menjadi $3.330,11 per ons pada awal sesi perdagangan di Asia, didorong oleh penyesuaian posisi para investor.

Namun, penguatan ini terbatas karena data inflasi Amerika Serikat (AS) yang dirilis baru-baru ini lebih tinggi dari perkiraan, sehingga mengurangi harapan akan penurunan suku bunga oleh Bank Sentral AS (The Fed).

Selain itu, pengesahan undang-undang baru di AS, serta kesepakatan perdagangan yang akan datang, telah meredakan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Hal ini pada akhirnya menekan permintaan akan emas.

Menurut analis dari Citi Research, harga emas kemungkinan telah mencapai puncaknya di level $3.500 per ons, sebab defisit pasokan emas diperkirakan akan segera berakhir. (Dow Jones Newswires)

Imbal Hasil Obligasi Treasury AS Dipicu Data Inflasi

Imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun sempat turun, namun kemudian naik kembali ke sekitar 4,47% pada hari Selasa (15/7), karena investor menilai data inflasi terbaru.

Secara umum, inflasi AS naik sesuai ekspektasi—baik secara bulanan maupun tahunan. Namun, inflasi inti justru lebih rendah dari perkiraan. Ini menunjukkan bahwa tekanan harga akibat tarif baru masih terkendali.

Meski begitu, para pedagang (pelaku pasar) tetap sedikit meningkatkan harapan bahwa The Fed, bank sentral AS, akan memangkas suku bunga dua kali hingga akhir 2025.

Namun, Ketua Fed, Jerome Powell, mengingatkan bahwa inflasi berisiko naik lagi selama musim panas karena efek tarif.

Jika itu terjadi, pemangkasan suku bunga bisa tertunda. Data PPI dan penjualan ritel akhir pekan ini akan memberikan gambaran lebih lanjut tentang kondisi ekonomi AS.

Kenaikan imbal hasil obligasi AS ini berpotensi menekan harga obligasi Surat Utang Negara (SUN) Indonesia, karena investor global cenderung beralih ke aset yang lebih aman dan berimbal hasil tinggi di AS. Akibatnya, ada potensi aliran modal keluar dari pasar berkembang seperti Indonesia.

Hal ini dapat menyebabkan yield SUN naik lebih lanjut (seperti tren terbaru mencapai sekitar 6,56% pada 15 Juli 2025), yang berarti harga SUN turun dan biaya pinjaman pemerintah Indonesia meningkat.

Namun, jika inflasi AS tetap terkendali dan Fed tetap pada rencana pemangkasan suku bunga, hal ini bisa meredakan tekanan dan mendukung stabilisasi harga SUN di jangka pendek. (Trading Economics)

Inflasi AS Meningkat di Juni 2025

Tingkat inflasi tahunan di Amerika Serikat naik menjadi 2,7% pada Juni 2025, yang merupakan peningkatan untuk bulan kedua berturut-turut dan level tertinggi sejak Februari.

Angka ini naik dari 2,4% di Mei, dan sesuai dengan perkiraan para ahli. Beberapa harga barang naik lebih cepat, seperti makanan (3% dibanding 2,9% sebelumnya), layanan transportasi (3,4% dibanding 2,8%), dan mobil bekas (2,8% dibanding 1,8%).

Di sisi lain, biaya energi turun lebih sedikit dibanding sebelumnya (-0,8% dibanding -3,5%), dengan harga bensin dan minyak bakar masih menurun, sementara gas alam tetap naik tinggi sekitar 14,2%.

Secara bulanan, indeks harga konsumen (CPI) naik 0,3%, yang merupakan kenaikan terbesar dalam lima bulan dan sesuai ekspektasi.

Sementara itu, inflasi inti tahunan (tanpa makanan dan energi) naik sedikit menjadi 2,9% dari 2,8%, tapi lebih rendah dari ramalan 3%.

Secara bulanan, inflasi inti hanya naik 0,2%, di bawah perkiraan 0,3%. Beberapa sektor mengalami penurunan inflasi, seperti biaya tempat tinggal (3,8% dibanding 3,9%) dan kendaraan baru (0,2% dibanding 0,4%).

Secara keseluruhan, data ini menunjukkan inflasi AS sedang naik tapi masih terkendali di beberapa bagian. (Trading Economics)

Factors to Watch

Global:

  • Secara global, investor Indonesia perlu waspada terhadap kebijakan perdagangan AS di bawah Presiden Trump, yang baru saja mengumumkan tarif 19% pada barang impor dari Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan baru, sementara ekspor AS ke Indonesia bebas tarif. Hal ini bisa memengaruhi ekspor Indonesia dan menyebabkan defisit perdagangan AS-Indonesia mencapai hampir $18 miliar.
  • Selain itu, inflasi AS yang naik ke 2,7% di Juni 2025 dan tekanan tarif baru mungkin menunda penurunan suku bunga oleh The Fed, yang berdampak pada aliran modal ke pasar berkembang seperti Indonesia.
  • Prospek ekonomi dunia dari OPEC menunjukkan pertumbuhan lebih baik di paruh kedua 2025, sementara IMF memproyeksikan pertumbuhan global 3,2%. Namun, World Bank memperingatkan perlambatan ke 2,3%, dipengaruhi oleh konflik perdagangan.

Nasional:

  • Di dalam negeri, pengumuman suku bunga Bank Indonesia (BI) hari ini menjadi sorotan utama, dengan mayoritas ekonom memperkirakan pemangkasan 25 basis poin menjadi 5,25% dari level saat ini 5,50%, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan 4,8% tahun ini.
  • IHSG terus menguat selama tujuh hari berturut-turut ke level 7.140, didorong sektor utilitas dan infrastruktur, tapi rupiah melemah ke Rp16.267 per dolar AS.
  • Kesepakatan perdagangan dengan AS bisa membuka peluang ekspor, tapi tarif 19% berpotensi menekan sektor manufaktur dan komoditas seperti minyak sawit atau nikel, sementara lelang SUN sukses dengan yield turun menandakan minat investor pada obligasi negara.

Dampak Keseluruhan bagi Investor Indonesia

Kombinasi faktor global dan nasional ini bisa menciptakan volatilitas di pasar Indonesia, dimana tarif AS berpotensi menekan harga saham ekspor-oriented dan memperlemah rupiah, tapi pemangkasan suku bunga BI dapat mendorong investasi domestik dan menstabilkan obligasi SUN.

Investor disarankan diversifikasi portofolio ke aset aman seperti emas, yang naik tipis ke $3.330 per ons di tengah ketidakpastian global, serta pantau data lanjutan seperti inflasi AS dan penjualan ritel untuk memprediksi arus modal.

Secara keseluruhan, prospek positif dari pertumbuhan ekonomi tetap ada, tapi risiko geopolitik dan perdagangan memerlukan strategi hati-hati.

Rekomendasi Investasi:

1. Jangka Pendek (Hingga 1 tahun):

  • Jangka Pendek (hingga 1 tahun): Reksa dana pasar uang menawarkan imbal hasil stabil (4–6%) untuk menghindari volatilitas IHSG. Emas cocok sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan rupiah (target $3,500/ons). SUN tenor pendek (1–3 tahun) memberikan yield sekitar 6% dengan risiko rendah, didukung sentimen global positif. SBN seri SBR014 yang sedang dalam masa penawaran, terhitung tanggal 14 Juli sd 8 Agustus, dengan kupon floating with floor6,25% per tahun untuk tenor 2 tahun dan 6,35% untuk tenor 4 tahun dapat menjadi pilihan tepat.

2. Jangka Menengah (1-5 tahun):

  • Reksa dana campuran dengan portofolio saham yang fokus pada sektor properti dan keuangan, untuk menangkap potensi proyeksi IHSG ke 7,200–7,500, dan portofolio obligasi yang kinerjanya relatif stabil untuk menahan volatilitas saham. Emas tetap relevan untuk diversifikasi. Reksa dana pendapatan tetap yang berisi portofolio SUN dan obligasi korporasi tenor menengah (5–10 tahun) dengan return 7-8% juga dapat menjadi pilihan investasi.

3. Jangka Panjang (>5 tahun):

  • Reksa dana saham ideal untuk investor agresif yang meyakini bahwa dalam jangka panjang situasi geopolitik membaik, negara-negara secara global sudah beradaptasi dengan tarif perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi lebih stabil. Emas melindungi nilai aset jangka panjang. Reksa dana pendapatan tetap yang memiliki tenor atau durasi lebih dari 10 tahun cocok untuk investor konservatif yang ingin investasi jangka panjang, dengan yield stabil dan risiko default rendah.

Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

DISCLAIMER:

Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

 

tanamduit team

tanamduit adalah aplikasi investasi reksa dana, emas, dan Surat Berharga Negara (SBN) yang telah berizin dan diawasi oleh OJK.

banner-download-mobile