tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui berita market update berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Naik Tipis, Didorong Sektor Teknologi dan Energi di Tengah Penantian Keputusan The Fed
- Harga Emas Naik Tipis Karena Ketegangan Perdagangan Mereda dan Dolar AS Menguat
- Yield SUN Naik Tipis karena Rupiah Melemah dan Antisipasi Kebijakan Fed
- Dolar AS Melemah di Tengah Antisipasi Kebijakan Fed dan Ketegangan Perdagangan AS-China
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 29 Juli 2025.
IHSG Naik Tipis, Didorong Sektor Teknologi dan Energi di Tengah Penantian Keputusan The Fed
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil naik tipis sebesar 0,04% dan ditutup di level 7.617,9 pada Selasa, 29 Juli 2025.
Meski sempat melemah di pagi hari, IHSG pulih dan bergerak fluktuatif sepanjang hari. Rentang pergerakan IHSG adalah 7.565 hingga 7.680. Total transaksi mencapai sekitar Rp14 triliun. Volume saham yang diperdagangkan mencapai miliaran lembar, menunjukkan aktivitas pasar yang cukup tinggi.
Kenaikan IHSG didukung utama oleh sektor barang baku, teknologi, dan energi yang masing-masing naik hingga 1,75%, 1,3%, dan 1,01%. Saham-saham seperti SWID, RUIS, dan PGLI menjadi pemenang terbesar dengan kenaikan hingga 35%. Namun, ada juga saham yang melemah, seperti SMMA yang turun 12,5%, menjadi pemberat utama.
Sementara itu, pergerakan indeks di bursa Asia lainnya campur aduk. Beberapa indeks seperti Thailand dan Korea Selatan naik, sementara Jepang dan Hong Kong justru turun.
Pasar saham Indonesia dan global sedang menunggu hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed yang dimulai hari itu. Para investor memperkirakan suku bunga AS tetap di 4,25%. Namun, komentar dari Ketua The Fed, Jerome Powell, sangat dinanti untuk sinyal kebijakan masa depan.
Di sisi lain, faktor lainnya, seperti data tenaga kerja AS yang kuat dan ketidakpastian perdagangan global juga memengaruhi sentimen, dengan harapan pemangkasan suku bunga mungkin terjadi di musim gugur jika inflasi rendah.
Harga Emas Naik Tipis Karena Ketegangan Perdagangan Mereda dan Dolar AS Menguat
Harga emas dunia naik sedikit menjadi sekitar $3.320 per ons pada hari Selasa (29/7), tapi masih berada di level terendah dalam tiga minggu terakhir.
Penyebab utamanya adalah meredanya ketegangan perdagangan global dan penguatan nilai dolar AS, yang membuat emas kurang menarik bagi investor. Saat ini, para investor sedang memantau rapat antara AS dan China, dengan harapan perpanjangan jeda tarif selama 90 hari hingga batas waktu 12 Agustus.
Minggu ini menjadi penting bagi agenda perdagangan Presiden Trump, termasuk kesepakatan dengan Uni Eropa yang memberlakukan tarif 15% pada barang-barang Eropa, serta negosiasi dengan Kanada dan Korea Selatan sebelum batas waktu Jumat ini.
Selain itu, Bank Sentral AS (Fed) akan rapat dan diprediksi tidak mengubah suku bunga, meski pasar mengharapkan pemotongan suku bunga di September. Investor juga menunggu data ekonomi AS seperti indeks harga PCE dan laporan lapangan kerja nonfarm. (Trading Economics)
Yield SUN Naik Tipis karena Rupiah Melemah dan Antisipasi Kebijakan Fed
Harga Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi pemerintah Indonesia melemah kemarin, Selasa 29 Juli 2025, menyebabkan yield atau imbal hasil naik tipis.Misalnya, yield SUN 10-tahun naik 2 basis poin menjadi 6,54%, sementara yield 5-tahun tetap di 6,11%.
Volume transaksi SUN meningkat menjadi Rp31,4 triliun, dengan seri FR0106 dan FR0104 paling aktif. Di lelang SUN, pemerintah menerima tawaran Rp106,5 triliun dan menyetujui Rp32 triliun, melebihi target.
Selain itu, nilai tukar rupiah melemah 0,28% menjadi Rp16.409 per dolar AS, yang ikut memengaruhi tekanan pada harga SUN.
Secara global, ada sentimen positif karena yield obligasi AS turun, seperti yield 10-tahun AS menjadi 4,34%. Risiko kredit Indonesia juga stabil di level 72 basis poin.
Pasar menunggu hasil rapat Federal Reserve (Fed) AS pada 30 Juli, yang kemungkinan tidak mengubah suku bunga tapi bisa beri sinyal pemotongan di masa depan. Karena itu, permintaan terhadap SUN diprediksi tetap stabil hari ini. (BNI Sekuritas)
Dolar AS Melemah di Tengah Antisipasi Kebijakan Fed dan Ketegangan Perdagangan AS-China
Indeks dolar AS (DXY) turun ke level sekitar 98,7 pada hari Rabu, menghentikan kenaikan selama empat hari berturut-turut. Penurunan ini disebabkan oleh kehati-hatian investor menjelang pengumuman kebijakan Bank Sentral AS (Fed), yang diperkirakan tidak mengubah suku bunga acuan.
Namun, pasar sangat memperhatikan sinyal kemungkinan pemotongan suku bunga pada September, di tengah desakan Presiden Donald Trump agar Fed menurunkan biaya pinjaman.
Selain itu, dua gubernur Fed kemungkinan akan menentang keputusan tersebut, sementara investor juga menunggu data ekonomi AS seperti payroll swasta, PDB, dan penjualan rumah untuk menilai kekuatan ekonomi AS.
Di sisi perdagangan, pembicaraan AS-China di Stockholm berakhir tanpa perpanjangan gencatan senjata, dan kesepakatan apa pun masih butuh persetujuan langsung dari Trump.
Perkembangan ini berpotensi memengaruhi nilai tukar rupiah dan yield Surat Utang Negara (SUN) Indonesia. Melemahnya dolar AS dapat memperkuat rupiah karena mata uang emerging, seperti rupiah, cenderung naik saat dolar lemah, sehingga mengurangi tekanan impor dan inflasi di Indonesia.
Namun, ketidakpastian perdagangan AS-China yang berlanjut mungkin membuat investor lebih hati-hati. Hal ini berpotensi memperlemah rupiah jika sentimen global memburuk.
Sementara itu, harapan pemotongan suku bunga Fed bisa menurunkan yield SUN karena obligasi Indonesia menjadi lebih menarik bagi investor yang mencari imbal hasil lebih tinggi, meski ketegangan perdagangan bisa menaikkan yield jika risiko negara berkembang meningkat. (Trading Economics)
Factors to Watch:
1. Global:
- Minggu 28 Juli-1 Agustus 2025 ini penuh acara ekonomi penting yang bisa memengaruhi pasar keuangan dunia. Bank sentral AS (Fed) akan memutuskan suku bunga pada 30 Juli 2025, bersamaan dengan rilis data GDP kuartal II 2025. Data non-farm payrolls dirilis pada 1 Agustus 2025, dan inflasi PCE pada 31 Juli 2025. Agenda ini krusial karena menentukan kebijakan moneter dan sentimen investor.
- Kesepakatan perdagangan AS-Uni Eropa diumumkan 27-28 Juli 2025 dengan tarif 15%, mengurangi ketegangan geopolitik dan mendorong kenaikan saham seperti Dow, meski Nasdaq dan S&P 500 sempat turun. Negosiasi AS-China berlangsung mulai 28 Juli 2025 di Stockholm, dengan potensi perpanjangan gencatan senjata hingga 90 hari atau lebih. Inflasi global diprediksi turun ke 4,2-4,5% pada 2025, membuat saham di Eropa, Inggris, dan Jepang lebih menarik, menekan dolar AS, serta mendukung emas sebagai aset aman (stabil di $3.309-$3.321 per ons, tapi bisa naik ke $3.500 jika volatilitas meningkat).
2. Nasional:
- Penurunan BI-Rate menjadi 5,25% pada 16 Juli 2025 telah melonggarkan likuiditas dan meningkatkan aktivitas PUAB (pasar uang antar bank, tempat bank saling meminjam jangka pendek), sehingga bisa menurunkan yield obligasi SUN (harga naik) serta mendorong investasi saham.
- Namun, pertumbuhan ekonomi yang melambat ke 4,87% pada kuartal I 2025 akibat penghematan anggaran, deflasi (penurunan harga barang secara umum), maraknya PHK (pemutusan hubungan kerja atau pemecatan karyawan), dan daya beli masyarakat yang lemah, menimbulkan risiko bagi IHSG (indeks utama pasar saham Indonesia) serta kestabilan rupiah.
- Yield SUN 10-tahun turun ke 6,56%, mencerminkan kekuatan fiskal yang sehat, tapi rentan terhadap sentimen makro seperti inflasi dan kerentanan ekonomi.
Rekomendasi Investasi
1. Investor Konservatif (sangat menghindari potensi kerugian investasi):
- Jangka pendek (≤1 tahun), pilih Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) (30-40%) karena stabil di tengah ketidakpastian Fed.
- Di jangka menengah (1-5 tahun), investasi di SBN seri SBR014 (30%-40%) yang sedang ditawarkan secara publik pada 14 Juli s.d. 7 Agustus mendatang dengan kupon 6,25% (tenor 2 tahun) dan 6,35% (tenor 4 tahun).
- Di jangka panjang (>5 tahun), investasi di (1) Reksa Dana Pendapatan Tetap (20-30%) dengan portofolio obligasi tenor 5 tahun atau lebih, dan (2) di emas batangan (10-20%), sebagai aset safe haven atau lindung nilai dari inflasi dan ketidakpastian global.
2. Investor Moderat (ingin mendapatkan pertumbuhan investasi tetapi hanya bersedia menghadapi sedikit risiko) :
- Jangka pendek (s.d. 1 tahun), Reksa Dana Pasar Uang (20-30%).
- Jangka Menengah (1-5 tahun) investasi di SBN seri SBR014 (20-30%), Reksa Dana Pendapatan Tetap (20-30%) dengan potensi return 6-8%.
- Jangka Panjang (> 5 tahun) di Reksa Dana Campuran dan Reksa Dana Saham (30-40%) untuk memperoleh pertumbuhan terutama yang berasal dari kenaikan harga saham.
3. Investor Agresif (yang mengejar pertumbuhan tinggi dan bersedia menghadapi risiko yang besar)
- Jangka Pendek, 10%-20% di Reksa Dana Pasar Uang untuk keperluan dana darurat.
- Jangka Menengah, 20-30% di Reksa Dana Pendapatan Tetap dan 10-20% di SBN seri SBR014 untuk memperoleh pendapatan yang stabil.
- Jangka Panjang, 50-60% di Reksa Dana Saham untuk memperoleh pertumbuhan investasi yang maksimal, dapat dicairkan sebagian jika mengalami pertumbuhan atau keuntungan yang cukup signifikan, 5-10% di emas untuk lindung nilai.
Investor sangat disarankan untuk memahami profil risiko masing-masing dan memahami dengan baik produk investasi yang akan dibeli dengan membaca prospektus dan informasi yang memadai.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.