fb-logo
Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Breakfast News: 7 Agustus 2025

tanamduit Breakfast News: 7 Agustus 2025

oleh | Agu 7, 2025

tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui berita market update berikut.

Ringkasan Market Update:

    • IHSG Tertekan oleh Saham Big Caps di Tengah Optimisme Bursa Asia
    • Rebalancing MSCI: Peluang Baru untuk Saham Indonesia dan IHSG
    • Ekspektasi Penurunan Suku Bunga dan Tarif Trump Topang Kenaikan Harga Emas
    • Yield US Treasury Naik Karena Kekhawatiran Inflasi, Indeks Dolar AS Turun Karena Kekhawatiran Kepemimpinan The Fed

Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 6 Agustus 2025.

IHSG Tertekan oleh Saham Big Caps di Tengah Optimisme Bursa Asia

Pada hari Rabu (6/8) kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,15% ke level 7.503,75. Pelemahan ini menjadikan IHSG sebagai salah satu indeks terlemah di Asia.

Di saat bursa Asia lainnya, seperti Nikkei 225 Jepang dan CSI 300 China, menguat didorong sentimen potensi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) pada September, IHSG justru tertekan oleh penurunan saham-saham besar (big caps) di sektor konsumen primer, infrastruktur, dan keuangan.

Volume perdagangan mencapai Rp15,77 triliun dengan 28,56 miliar saham diperdagangkan dalam 1,9 juta transaksi.

Penurunan IHSG terutama dipicu oleh pelemahan saham-saham besar seperti Bank Central Asia (BBCA), Astra International (ASII), dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI), yang masing-masing menyumbang tekanan signifikan terhadap indeks. Penurunan ini antara lain disebabkan karena “rebalancing” portfolio investasi saham Indonesia oleh MSCI yang mengurangi porsi saham-saham tersebut, sehingga terjadi tekanan jual.

Meski demikian, beberapa saham seperti PT Xolare Rcr Energy Tbk (SOLA) dan PT IndoKripto Koin Semesta Tbk (COIN) mencatat kenaikan signifikan, masing-masing melonjak 34,5% dan 24,7%.

Sebaliknya, bursa Asia lainnya menikmati kenaikan berkat ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter The Fed, yang didukung oleh pernyataan Gubernur The Fed San Francisco, Mary Daly, tentang kemungkinan penurunan suku bunga.

Data ekonomi AS yang menunjukkan pelemahan tenaga kerja dan belanja konsumen memicu spekulasi pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada September, dengan probabilitas mencapai 87,4%.

Di dalam negeri, meski ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% pada kuartal II-2025, keraguan terhadap data ini dan rebalancing indeks MSCI Agustus 2025 turut memengaruhi sentimen pasar, membuat IHSG sulit berbalik arah. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia)

Rebalancing MSCI: Peluang Baru untuk Saham Indonesia dan IHSG

Rebalancing MSCI adalah proses penyesuaian daftar saham dalam indeks global yang dilakukan empat kali setahun, termasuk pada Agustus 2025.

Untuk Indonesia, MSCI kini membuka peluang bagi saham-saham seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), dan PT Petrosea Tbk (PTRO) untuk masuk ke indeks globalnya. Sebelumnya, saham-saham ini tidak dipertimbangkan karena aturan ketat terkait kepemilikan dan likuiditas. Namun, kini MSCI menggunakan cara penilaian yang lebih fleksibel, dengan pengumuman resmi pada 7 Agustus 2025 dan efektif mulai 27 Agustus 2025.

Dampaknya bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa sangat positif. Jika saham-saham ini masuk ke indeks MSCI, investor asing, seperti pengelola dana besar, kemungkinan akan membeli saham tersebut, meningkatkan harga dan volume perdagangan. Hal ini bisa mendorong IHSG naik karena saham-saham besar ini punya pengaruh kuat di pasar.

Namun, jika saham-saham ini gagal masuk atau ada saham lain yang dikeluarkan, IHSG bisa mengalami tekanan turun sementara akibat aksi jual.

Secara keseluruhan, rebalancing membuka peluang bagi pasar saham Indonesia untuk lebih menarik perhatian investor global.

Dengan ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,12% pada kuartal II-2025, masuknya saham baru ke MSCI bisa memperkuat kepercayaan investor dan mendukung kenaikan IHSG.

Namun, investor perlu tetap waspada terhadap risiko fluktuasi harga karena ketidakpastian global, seperti perubahan suku bunga The Fed atau ketegangan perdagangan. (Kontan, Bisnis)

Ekspektasi Penurunan Suku Bunga dan Tarif Trump Topang Kenaikan Harga Emas

Harga emas dunia naik tipis pada Kamis, 7 Agustus 2025, mencapai US$3.372,97 per ons. Kenaikan ini didukung oleh melemahnya dolar AS dan harapan pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada September 2025.

Data ketenagakerjaan AS yang lemah pekan lalu meningkatkan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin hingga 95%, menurut CME Group’s FedWatch Tool.

Emas, sebagai aset safe haven, cenderung menguat di lingkungan suku bunga rendah, sementara investor menanti pengumuman nominasi anggota Dewan Gubernur The Fed oleh Presiden Donald Trump.

Kenaikan harga emas juga didorong oleh kebijakan tarif baru Trump, termasuk tambahan tarif 25% pada barang dari India karena impor minyak Rusia, yang menambah ketidakpastian ekonomi global.

Pernyataan Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari, bahwa penurunan suku bunga mungkin diperlukan untuk merespons perlambatan ekonomi AS, meskipun tarif dapat mendorong inflasi, turut memperkuat daya tarik emas. Namun, investor perlu tetap waspada terhadap fluktuasi harga jangka pendek akibat dinamika ekonomi dan politik ini. (Trading Economics, Reuters)

Yield US Treasury Naik Karena Kekhawatiran Inflasi, Indeks Dolar AS Turun Karena Kekhawatiran Kepemimpinan The Fed

Imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun naik ke 4,25% pada Rabu, 6 Agustus 2025, karena rendahnya permintaan pada lelang obligasi baru, mencerminkan kekhawatiran investor akan risiko inflasi jangka panjang.

Meski demikian, yield ini masih dekat dengan level terendah tiga bulan di 4,19%, didukung oleh rencana pembelian kembali obligasi oleh Treasury AS. Data ekonomi AS menunjukkan pelemahan, dengan aktivitas sektor jasa hampir stagnan dan pasar tenaga kerja melemah. Hal ini ditandai dengan revisi penurunan 258.000 lapangan kerja dalam dua bulan terakhir.

Faktor-faktor ini memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada September, yang dapat memengaruhi pasar keuangan global, termasuk Indonesia.

Indeks dolar AS (USD Index) melemah di bawah 98,5 pada Kamis, tertekan oleh harapan pemotongan suku bunga dan ketidakpastian kepemimpinan The Fed setelah pengunduran diri Gubernur Adriana Kugler.

Trump juga mengumumkan tarif 100% pada semikonduktor impor dan 50% pada barang India, menambah ketegangan perdagangan global.

Data klaim pengangguran mingguan AS yang akan dirilis menjadi sorotan, karena dapat memengaruhi sentimen pasar. Pelemahan dolar AS biasanya menguntungkan pasar saham emerging markets seperti IHSG, tetapi volatilitas global bisa menekan kinerja saham Indonesia dalam jangka pendek. (Trading Economics)

Dampak pada IHSG dan Surat Utang Negara (SBN):

Kenaikan yield Treasury dapat meningkatkan tekanan pada IHSG karena investor asing cenderung beralih ke aset berimbal hasil tinggi di AS, mengurangi aliran dana ke pasar saham Indonesia.

Namun, pelemahan dolar AS berpotensi mendukung IHSG dengan menarik investor ke pasar emerging markets. Untuk SBN, kenaikan yield Treasury dapat mendorong kenaikan imbal hasil SBN, menekan harga obligasi domestik.

Meski demikian, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil (5,12% pada kuartal II-2025) dapat meredam tekanan, menjaga daya tarik SBN bagi investor domestik dan asing.

Factors to Watch (Global dan Nasional)

  • Secara global, investor perlu memantau kebijakan moneter The Federal Reserve, dengan probabilitas pemangkasan suku bunga pada September 2025 mencapai 90%, didorong oleh data ekonomi AS yang lemah seperti stagnasi sektor jasa dan penurunan lapangan kerja. Agenda penting termasuk rilis data PMI global, inflasi Uni Eropa, dan keputusan suku bunga Bank of England pada awal Agustus, sementara ketegangan perdagangan AS-China dan risiko geopolitik seperti konflik Timur Tengah dapat memicu volatilitas pasar.
  • Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12% menurut BPS, didukung konsumsi rumah tangga dan ekspor, meski keraguan atas data manufaktur dan belanja masyarakat menimbulkan sentimen negatif. Rebalancing indeks MSCI Agustus 2025, terutama perubahan pada saham seperti BREN, PTRO, dan CUAN, juga memengaruhi aliran dana asing ke IHSG.

Rekomendasi Investasi 

  • Jangka Pendek (hingga 1 tahun): 30-40% di Reksa Dana Pasar Uang dan Emas
  • Untuk investor yang mengutamakan keamanan dan fleksibilitas, reksa dana pasar uang adalah pilihan tepat, menawarkan imbal hasil sekitar 5-6% per tahun dengan risiko rendah. Dana dialokasikan ke deposito dan obligasi jangka pendek, memungkinkan pencairan cepat dalam 1-2 hari, cocok untuk dana darurat. Emas spot (harga sekitar US$3.031 per ons) direkomendasikan untuk melindungi nilai aset dari inflasi, dengan prediksi kenaikan ke US$3.500-3.700 pada akhir 2025, didorong ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik. Alokasi investasi: 60-80% reksa dana pasar uang, 20-40% emas spot. Persentase portofolio keseluruhan: 30-40% dari total portofolio, untuk menjaga likuiditas dan stabilitas.
  • Jangka Menengah (1-5 tahun): 30-50% di Reksa Dana Pendapatan Tetap, Campuran dan Emas
  • Untuk tujuan seperti pendidikan atau pembelian aset, reksa dana pendapatan tetap memberikan imbal hasil 7-8% per tahun dengan risiko sedang, berfokus pada obligasi pemerintah dan korporasi. Alternatifnya, reksa dana campuran menawarkan potensi imbal hasil 8-10% per tahun melalui kombinasi saham dan obligasi, ideal untuk diversifikasi di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,12%. Emas spot, dengan proyeksi harga US$4.000-5.000 per ons hingga 2028, mendukung perlindungan nilai aset. Alokasi investasi: 50-70% reksa dana pendapatan tetap atau campuran, 30-50% emas spot. Persentase portofolio keseluruhan: 30-50%, untuk keseimbangan antara pertumbuhan dan keamanan.
  • Jangka Panjang (lebih dari 5 tahun): 20-40% Reksa Dana Saham dan Emas
  • Bagi investor yang mengincar pertumbuhan, reksa dana saham menawarkan potensi imbal hasil hingga 15% atau lebih per tahun, meski berisiko tinggi, sejalan dengan potensi kenaikan IHSG akibat rebalancing MSCI Agustus 2025. Emas spot, dengan target harga US$5.000-10.000 per ons hingga 2030, menjadi pelengkap untuk melindungi dari inflasi dan ketegangan geopolitik. Alokasi investasi: 70-90% reksa dana saham, 10-30% emas spot. Persentase portofolio keseluruhan: 20-40%, untuk memaksimalkan pertumbuhan jangka panjang sambil menjaga stabilitas.

Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

DISCLAIMER:

Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

 

tanamduit Team

tanamduit adalah platform digital untuk berinvestasi berbagai produk reksa dana, SBN, emas, dan asuransi yang sudah berizin dan diawasi oleh OJK.

banner-download-mobile