tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Naik karena Saham-Saham Grup Prajogo Pangestu Melesat
- Indeks Saham Utama selain IHSG Turun karena Tekanan Harga Saham Bank dan Kebijakan Dagang AS
- Harga Obligasi Turun karena Rupiah Melemah dan Sentimen Pasar
- Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Ketidakpastian Tarif AS
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 14 Juli 2025.
IHSG Naik karena Saham-Saham Grup Prajogo Pangestu Melesat
Pada 14 Juli 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,71% ke level 7.097,51. Kenaikan IHSG didorong oleh lonjakan saham-saham milik Prajogo Pangestu seperti BREN, PTRO, dan CUAN.
Meskipun lebih banyak saham melemah (418 saham turun, 188 naik), sektor energi, infrastruktur, dan barang baku melonjak hingga 4,21%, mendorong IHSG tetap hijau. Total transaksi mencapai Rp19,04 triliun dengan 24,26 miliar saham diperdagangkan, menunjukkan pasar yang ramai.
Kenaikan IHSG terutama dipicu oleh saham-saham Prajogo Pangestu, yang mendapat sentimen positif setelah Morgan Stanley Capital International (MSCI) mencabut perlakuan khusus terhadap BREN, PTRO, dan CUAN.
Ketiga saham ini melesat hingga batas auto rejection atas (ARA). BREN naik 19,67% ke Rp7.300, PTRO 24,76% ke Rp3.980, dan CUAN 17,18% ke Rp16.875.
Saham lain seperti BRPT, GZCO, dan TPIA juga menguat, didukung oleh saham tambang dan energi seperti DSSA dan BRMS, yang membantu IHSG bertahan di zona positif. Namun, kenaikan IHSG terhambat oleh penurunan saham bank besar seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Central Asia, yang menekan indeks hingga 51,37 poin.
Meskipun demikian, saham-saham LQ45 seperti AKRA, TOWR, dan INCO tetap menguat, sejalan dengan tren positif di bursa Asia seperti Thailand (SETI +1,98%) dan Korea Selatan (KOSPI +0,83%).
Kabar baik dari MSCI dan minat investor pada saham Prajogo menjadi kunci penguatan IHSG di tengah tekanan sektor keuangan. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Indeks Saham Utama selain IHSG Turun karena Tekanan Harga Saham Bank dan Kebijakan Dagang
AS
Pada 14 Juli 2025, indeks saham utama selain IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu LQ45 (-1,12%), SRI Kehati (-1,61%), IDX30 (-1,19%), dan Bisnis27 (-1,16%), mengalami penurunan, meskipun IHSG naik 0,56% ke 7.089 poin.
Penurunan ini terutama karena saham bank besar seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Central Asia anjlok akibat kekhawatiran investor terhadap rencana Bank Indonesia memangkas suku bunga pada 16 Juli 2025.
Pemangkasan ini dinilai bisa mengurangi keuntungan bank dari bunga pinjaman, membuat investor menjual saham bank dalam jumlah besar.
Selain itu, ancaman tarif impor 32% dari Amerika Serikat yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025 menciptakan ketakutan di pasar.
Tarif ini dapat melemahkan ekspor Indonesia, seperti tekstil dan komoditas, yang memengaruhi saham perusahaan di sektor ini.
Selain itu, berita tentang pajak ekspor batu bara dan dugaan korupsi di unit Indonesia Trafigura juga menambah tekanan, terutama pada indeks SRI Kehati, yang berfokus pada saham ramah lingkungan, sehingga memperburuk penurunannya.
Investor asing menjual saham bank dengan nilai ratusan miliar rupiah, sementara investor lokal beralih ke saham lain, seperti milik Prajogo Pangestu, yang dianggap lebih menjanjikan.
Meskipun IHSG naik, indeks-indeks ini turun karena bergantung pada saham bank dan komoditas yang sedang tertekan. Investor disarankan memantau kebijakan Bank Indonesia dan negosiasi tarif dengan AS, sambil mempertimbangkan investasi aman seperti reksa dana pasar uang untuk mengurangi risiko. (Reuters, Investor.id, Jakarta Post)
Harga Obligasi Turun karena Rupiah Melemah dan Sentimen Pasar
Harga Surat Utang Negara (SUN) di Indonesia melemah pada 14 Juli 2025, dengan yield SUN 5-tahun naik tipis ke 6,17% dan SUN 10-tahun ke 6,58%.
Kenaikan yield ini menunjukkan harga obligasi turun, dipengaruhi oleh pelemahan rupiah sebesar 0,2% menjadi Rp16.250 per dolar AS. Transaksi SUN di pasar sekunder cukup ramai dengan total Rp16,5 triliun, terutama pada seri FR0103 dan FR0106, sementara obligasi korporasi mencatat transaksi Rp5,4 triliun.
Pasar global menunjukkan sentimen netral. Yield obligasi AS 5-tahun turun sedikit ke 3,98%, sementara yield 10-tahun stabil di 4,43%.
Pemerintah Indonesia akan mengadakan lelang SUN pada 15 Juli 2025 dengan target Rp27 triliun, dan permintaan diperkirakan kuat dengan tawaran masuk antara Rp80-110 triliun.
Meskipun harga obligasi melemah, permintaan untuk SUN berdenominasi rupiah tetap stabil, memberikan peluang bagi investor untuk memanfaatkan lelang ini. (BNI Sekuritas)
Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Ketidakpastian Tarif AS
Harga emas dunia XAU pada 14 Juli 2025 bertahan di sekitar US$3.360 per troy ounce setelah sempat naik, dipengaruhi oleh ketidakpastian akibat pengumuman tarif impor baru AS sebesar 30% untuk Uni Eropa dan Meksiko, serta tarif 50% untuk impor tembaga, yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Tarif ini menyusul kebijakan serupa terhadap lebih dari 20 negara, termasuk Jepang dan Korea Selatan, membuat investor khawatir akan dampaknya pada pasar global, sehingga emas tetap menjadi pilihan aman di tengah gejolak.
Di pasar domestik, harga emas Antam naik tipis Rp5.000 per gram menjadi Rp1.350.000, seiring melemahnya rupiah ke Rp16.250 per dolar AS. Investor juga menanti laporan ekonomi AS seperti inflasi dan penjualan ritel, yang dapat memengaruhi kebijakan suku bunga Federal Reserve.
Ketidakpastian ini, ditambah tekanan pada sektor perbankan dan komoditas di Indonesia, mendorong minat terhadap emas sebagai investasi stabil.
Factors to Watch
Global:
- Pantau kebijakan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang kemungkinan akan mengalami penurunan lebih lanjut sepanjang 2025, karena hal ini dapat membuat aset seperti saham dan obligasi semakin menarik.
- Pantau tarif dagang baru di bawah pemerintahan Trump yang akan berlaku efektif mulai 1 Agustus 2025, termasuk tarif 30% terhadap Meksiko dan Uni Eropa, 35% terhadap Kanada, serta hingga 50% pada impor tembaga dan dari Brasil, berpotensi meningkatkan inflasi dan mengganggu perdagangan internasional.
- Kebijakan ini disertai risiko geopolitik seperti ketegangan di Timur Tengah atau persaingan teknologi kecerdasan buatan yang semakin ketat. Inflasi dunia diproyeksikan menurun hingga 4,4% pada tahun ini, meskipun beban utang pemerintah yang tinggi di berbagai negara dapat menimbulkan ketidakstabilan ekonomi yang lebih besar.
Nasional:
- Perhatikan kestabilan nilai tukar rupiah yang berada di kisaran Rp16.200 per dolar AS, tetapi berpotensi melemah jika tarif AS memengaruhi ekspor kita, terutama komoditas seperti tembaga yang mungkin terdampak tarif hingga 50%.
- Laju inflasi domestik dan keputusan suku bunga Bank Indonesia juga menjadi kunci, karena dapat berdampak pada harga barang dan daya beli masyarakat. Pemerintah menargetkan investasi besar hingga Rp1.905 triliun pada 2025 untuk mendorong pertumbuhan, walaupun aksi demonstrasi atau ketidakpastian politik pasca-pemilu bisa menjadi penghalang, sementara laporan seperti B-Ready dari Bank Dunia menyoroti perbaikan regulasi guna menarik investor asing.
Rekomendasi Investasi:
1. Jangka Pendek (Hingga 1 tahun):
- Jangka Pendek (hingga 1 tahun): Reksa dana pasar uang menawarkan imbal hasil stabil (4–6%) untuk menghindari volatilitas IHSG. Emas cocok sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan rupiah (target $3,500/ons). SUN tenor pendek (1–3 tahun) memberikan yield sekitar 6% dengan risiko rendah, didukung sentimen global positif. SBN seri SBR014 yang sedang dalam masa penawaran, terhitung tanggal 14 Juli sd 8 Agustus, dengan kupon floating with floor6,25% per tahun untuk tenor 2 tahun dan 6,35% untuk tenor 4 tahun dapat menjadi pilihan tepat.
2. Jangka Menengah (1-5 tahun):
- Reksa dana campuran dengan portofolio saham yang fokus pada sektor properti dan keuangan, untuk menangkap potensi proyeksi IHSG ke 7,200–7,500, dan portofolio obligasi yang kinerjanya relatif stabil untuk menahan volatilitas saham. Emas tetap relevan untuk diversifikasi. Reksa dana pendapatan tetap yang berisi portofolio SUN dan obligasi korporasi tenor menengah (5–10 tahun) dengan return 7-8% juga dapat menjadi pilihan investasi.
3. Jangka Panjang (>5 tahun):
- Reksa dana saham ideal untuk investor agresif yang meyakini bahwa dalam jangka panjang situasi geopolitik membaik, negara-negara secara global sudah beradaptasi dengan tarif perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi lebih stabil. Emas melindungi nilai aset jangka panjang. Reksa dana pendapatan tetap yang memiliki tenor atau durasi lebih dari 10 tahun cocok untuk investor konservatif yang ingin investasi jangka panjang, dengan yield stabil dan risiko default rendah.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.