Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Breakfast News: 16 Mei 2025

tanamduit Breakfast News: 16 Mei 2025

oleh | Mei 16, 2025

tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.

Ringkasan Market Update:

  • Inflasi Produsen AS Melandai, Menjadi Sinyal Positif bagi Pasar Global dan Indonesia
  • IHSG Menguat di Tengah Optimisme Global dan Domestik
  • Tidak Ada Saham Indonesia yang Masuk ke Dalam MSCI Global Standard Index
  • Rupiah Menguat Tipis di Tengah Optimisme Global dan Tantangan Domestik
  • Surat Utang di Bawah Tekanan Saat Saham Meroket
  • Imbal Hasil Obligasi Negara AS Merosot di Tengah Sinyal Ekonomi yang Melemah
SBN SR022, Sumber Passive Income Syariah Terbaik!
  • SBN Syariah SR022 sudah bisa dibeli di tanamduit! Kupon (imbal hasil) perdana 6,45%/tahun untuk tenor 3 tahun (SR022-T3) dan 6,55%/tahun untuk tenor 5 tahun (SR022-T5).
  • Kupon SR022 menjadi kupon SR tertinggi sejak tahun 2020!
  • Kupon ST014 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
  • Masa penawaran SR022: 16 Mei–18 Juni 2025.

Investasi SR022 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!

Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 15 Mei 2025.

data-market-update-16-mei

Inflasi Produsen AS Melandai Menjadi Sinyal Positif bagi Pasar Global dan Indonesia

Dilansir dari Trading Economics, harga produsen AS (PPI) turun tak terduga sebesar 0,5% pada April 2025, menjadi penurunan pertama sejak Oktober 2023 dan yang terbesar sejak April 2020.

Berlawanan dengan ekspektasi kenaikan 0,2%, penurunan ini didorong oleh anjloknya biaya layanan sebesar 0,7%, terutama akibat margin layanan perdagangan yang merosot 1,6%.

Harga barang tetap stabil, dengan penurunan harga makanan (1,0%) dan energi (0,4%), mengimbangi kenaikan lainnya.

Secara tahunan, inflasi PPI melambat ke 2,4%, terendah sejak September 2024, di bawah perkiraan 2,5%, menandakan tekanan inflasi yang mereda di ekonomi terbesar dunia.

Penurunan PPI ini berpotensi memengaruhi pasar global dengan meningkatkan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve, seperti pemangkasan suku bunga pada 2025, yang dapat mendukung kenaikan harga aset berisiko seperti saham dan emas.

Melemahnya dolar AS, sebagaimana terlihat pada 15 Mei 2025 (indeks dolar ICE turun ke 100,92), membuat komoditas seperti emas lebih menarik, dengan harga emas naik ke US$3.225,50 per ons.

Namun, perlambatan ekonomi AS, ditambah dengan tarif perdagangan yang masih tinggi, dapat menekan pertumbuhan global, terutama bagi negara-negara berkembang yang bergantung pada ekspor ke AS, seperti Indonesia.

Di Indonesia, data ini dapat memperkuat sentimen positif jangka pendek di pasar keuangan, mendukung penguatan rupiah seperti yang terlihat pada 15 Mei 2025 (Rp16.528,5 per dolar AS) dan reli IHSG di atas 7.000.

Namun, kelesuan ekonomi domestik, dengan pertumbuhan PDB diproyeksikan hanya 4,5%-4,8% pada 2025 dan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang melemah, membuat pasar rentan terhadap volatilitas.

Penurunan PPI AS dapat menekan imbal hasil SBN domestik, seiring turunnya imbal hasil Treasury AS (10-tahun ke 4,449%). Namun, tekanan tarif dan pelemahan konsumsi domestik tetap menjadi risiko bagi investor di pasar saham dan surat utang Indonesia. (Trading Economics)

IHSG Menguat di Tengah Optimisme Global dan Domestik

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pada Kamis, 15 Mei 2025, dengan kenaikan 0,86% atau 60,28 poin, mencapai level 7.040,16.

Penguatan ini didorong oleh kinerja saham-saham besar, terutama Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang melonjak 4,4% ke Rp4.270 per saham dan Bank Negara Indonesia (BBNI) yang naik 2,97% ke Rp4.500 per saham.

Sektor energi, infrastruktur, dan keuangan juga turut mendukung, masing-masing menguat lebih dari 1%.

Volume transaksi mencapai Rp16,94 triliun dengan 345 saham naik dan 257 saham melemah, mencerminkan aktivitas pasar yang dinamis. Investor asing tercatat melakukan net buy (lebih beli) Rp1,69 triliun setelah di hari sebelumnya juga melakukan net buy senilai Rp2,84 triliun.

Kenaikan IHSG ini mengabaikan fenomena musiman “Sell in May and Go Away,” yang biasanya memicu penurunan pasar saham.

Investor asing kembali masuk dengan net buy Rp2,84 triliun, menargetkan saham-saham berkapitalisasi besar.

Sentimen positif dipicu oleh de-eskalasi perang tarif AS-Tiongkok, di mana AS menurunkan tarif impor dari 145% menjadi 30% dan Tiongkok dari 125% menjadi 10% untuk 90 hari.

Selain itu, data inflasi AS yang hanya tumbuh 2,3% pada April 2025 juga memperkuat optimisme, mengurangi perkiraan risiko resesi AS menjadi 35%, menurut Goldman Sachs.

Analis pasar menilai kesepakatan perdagangan ini memberikan angin segar bagi pasar saham global, termasuk Indonesia.

Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyatakan investor kini lebih berani mengambil risiko dengan membeli saham berkualitas saat harga rendah, mendorong pasar ekuitas lebih tinggi.

Sementara itu, pelaku pasar domestik menantikan data penjualan ritel Maret untuk mengukur pertumbuhan ekonomi lokal.

Dengan sentimen positif ini, IHSG menunjukkan ketahanan dan potensi untuk melanjutkan tren bullish dalam jangka pendek. (Bloomberg Technoz, CNBC Indonesia)

Tidak Ada Saham Indonesia yang Masuk ke Dalam MSCI Global Standard Index

Pada 14 Mei 2025, Morgan Stanley Capital International (MSCI) mengumumkan hasil rebalancing indeks saham global. Namun, tidak ada saham Indonesia yang masuk ke MSCI Global Standard Index, indeks yang mencakup saham-saham berkapitalisasi besar dan menengah dari berbagai negara yang dianggap menarik oleh investor global.

Ketidakhadiran saham Indonesia mencerminkan rendahnya kepercayaan investor asing terhadap ekonomi domestik, dipengaruhi oleh ketidakpastian kebijakan pemerintahan baru, pelemahan rupiah, dan persaingan dari negara seperti Vietnam.

Meskipun PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) masuk ke MSCI Indonesia Small Cap Index, empat saham lainnya—PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA)—dikeluarkan, menunjukkan tantangan likuiditas dan kapitalisasi pasar.

MSCI Global Standard Index adalah indeks saham global yang digunakan oleh investor institusional untuk mengukur kinerja pasar ekuitas di berbagai negara. Indeks ini berfokus pada perusahaan dengan kapitalisasi besar dan menengah yang memiliki likuiditas tinggi dan prospek pertumbuhan kuat.

Saham Indonesia menghadapi kendala seperti volume perdagangan rendah dan free float terbatas, menyebabkan bobot Indonesia di indeks MSCI menurun.

Namun, analis optimistis kondisi ini sementara, dengan perbaikan likuiditas dan stabilitas kebijakan domestik dapat membawa saham Indonesia kembali ke indeks global.

Investor disarankan memantau perkembangan ekonomi dan kebijakan untuk memanfaatkan potensi jangka panjang. (Bloomberg Technoz)

Rupiah Menguat Tipis di Tengah Optimisme Global dan Tantangan Domestik

Rupiah mengakhiri perdagangan pada Kamis, 15 Mei 2025, dengan penguatan 0,2% atau 33 poin, mencapai level Rp16.528,5 per dolar AS, seiring penurunan indeks dolar AS sebesar 0,21% ke 100,82.

Penguatan ini selaras dengan mata uang Asia lainnya, seperti yen Jepang (0,59%), dolar Singapura (0,31%), dan won Korea Selatan (0,27%).

Sentimen positif global dipicu oleh kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok yang memangkas tarif impor secara signifikan untuk 90 hari, mendorong harapan akan kelanjutan negosiasi perdagangan yang lebih luas.

Investor juga menanti data ekonomi AS, seperti penjualan ritel dan pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell, untuk petunjuk tentang potensi pemangkasan suku bunga, didukung oleh inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan pada April 2025.

Di dalam negeri, perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda kelesuan, dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) hanya tumbuh 5,5% pada Maret 2025, turun dari 9,3% pada Maret 2024, dan diprediksi terkontraksi 2,2% pada April 2025.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga melemah ke 121,1 pada Maret 2025 dari 126,4 pada bulan sebelumnya, meskipun sedikit membaik ke 121,7 pada April.

Meski menghadapi tantangan domestik, penguatan rupiah mencerminkan respons pasar terhadap sentimen global yang positif.

Namun, investor tetap perlu waspada terhadap indikator ekonomi lokal yang lemah dan potensi volatilitas nilai tukar ke depan. (Bisnis)

Surat Utang di Bawah Tekanan Saat Saham Meroket

Pasar surat utang Indonesia mengalami tekanan jual pada Kamis, 15 Mei 2025, seiring melonjaknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di atas level 7.000, didorong oleh arus masuk modal asing hampir Rp3 triliun.

Data Bloomberg menunjukkan kenaikan imbal hasil semua tenor Surat Utang Negara (SUN), mengindikasikan penurunan harga akibat meningkatnya aksi jual.

Tekanan ini juga terlihat di pasar primer. Dalam hal ini, lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mencatat penurunan minat investor sebesar 16,4%. Incoming bids turun ke Rp27,32 triliun dan pemerintah hanya memenangkan Rp10 triliun, lebih rendah dari lelang sebelumnya sebesar Rp12 triliun.

Pergeseran sentimen investor dari surat utang ke saham mencerminkan suasana risk-on, didorong oleh kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok yang memangkas tarif selama 90 hari, mendorong keberanian investor untuk beralih ke instrumen berisiko tinggi seperti saham.

Namun, analis dari Mega Capital Sekuritas memandang pergeseran ini bersifat sementara, dengan obligasi pemerintah dan korporasi tetap menjadi pilihan utama di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat ke 4,5%-4,8% pada 2025.

Kelesuan ekonomi domestik, ditambah ancaman daya saing ekspor akibat tarif perdagangan, membuat surat utang tetap relevan sebagai investasi jangka panjang meski saat ini kurang diminati. (Bloomberg Technoz)

Harga Emas Naik di Tengah Pelemahan Dolar dan Inflasi yang Melandai

Harga emas melonjak pada Kamis (15/5) sore.

Emas berjangka untuk pengiriman Juni naik US$37,20 menjadi US$3.225,50 per ons, seiring melemahnya dolar AS setelah laporan inflasi harga grosir AS menunjukkan perlambatan.

Indeks Harga Produsen (PPI) AS pada April hanya naik 2,4% secara tahunan, turun dari 3,4% pada Maret, sementara inflasi inti (tanpa pangan dan energi) melambat ke 3,1% dari 4%.

Penurunan ini, bersama dengan pertumbuhan penjualan ritel AS yang hanya 0,1%—di bawah ekspektasi 0,15%—memperlemah dolar, dengan indeks dolar ICE turun ke 100,92.

Pelemahan dolar membuat emas semakin menarik sebagai aset safe haven. Terlebih, imbal hasil obligasi AS tengah merosot, dengan obligasi dua tahun turun ke 3,978% dan obligasi 10 tahun ke 4,457%.

Data ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan ini meningkatkan spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter, mendukung kenaikan harga emas.

Sentimen ini mencerminkan keseimbangan antara ketidakpastian ekonomi dan daya tarik emas sebagai pelindung nilai di tengah dinamika pasar global. (Trading Economics)

Imbal Hasil Obligasi Negara AS Merosot di Tengah Sinyal Ekonomi yang Melemah

Imbal hasil atau yield obligasi Treasury AS turun signifikan pada Kamis, 15 Mei 2025, setelah data ekonomi AS menunjukkan tanda-tanda perlambatan pada April.

Imbal hasil obligasi 10-tahun anjlok 7,9 basis poin ke 4,449%, penurunan harian terbesar sejak akhir April, sementara imbal hasil dua tahun turun 9,2 basis poin ke 3,961%.

Data menunjukkan Indeks Harga Produsen (PPI) AS turun 0,5% secara tak terduga, output manufaktur merosot 0,4%, dan penjualan ritel inti turun 0,2%, jauh di bawah ekspektasi. Sinyal perlambatan ini memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga setidaknya dua kali pada 2025, dengan peluang 75% untuk pemotongan mulai September.

Perlambatan ekonomi AS, ditambah dengan dampak tarif perdagangan yang membebani harga, mendorong investor untuk menilai ulang prospek pertumbuhan.

Penurunan penjualan ritel dan produksi industri menunjukkan tekanan pada belanja konsumen, diperparah oleh pernyataan eksekutif Walmart yang berencana menaikkan harga akibat tarif tinggi. Data ketenagakerjaan juga menunjukkan peluang kerja yang semakin terbatas, menambah ketidakpastian.

Meskipun demikian, kurva imbal hasil Treasury tetap menunjukkan ekspektasi pelonggaran moneter, dengan selisih imbal hasil dua dan 10-tahun stabil di 48 basis poin, mencerminkan keseimbangan antara ketidakpastian jangka pendek dan harapan pemulihan. (Reuters)

Factors to Watch:

  • Investor harus menyeimbangkan peluang jangka pendek dari sentimen global positif dengan risiko domestik seperti pelemahan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi yang terbatas. Diversifikasi melalui reksa dana global, emas, dan SBN jangka menengah dapat mengoptimalkan portofolio di tengah ketidakpastian.

Indikator Global:

    • Penurunan inflasi produsen AS (PPI) sebesar 0,5% pada April 2025, terendah sejak Oktober 2023, menandakan tekanan inflasi yang mereda, mendorong ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve pada 2025. Hal ini melemahkan dolar AS dan menurunkan imbal hasil Treasury, mendukung harga emas dan saham.
    • Namun, tarif perdagangan yang tinggi dan perlambatan ekonomi AS (penjualan ritel +0,1%, output manufaktur -0,4%) dapat menekan pertumbuhan global, memengaruhi ekspor Indonesia.
    • Kesepakatan tarif AS-Tiongkok selama 90 hari memberikan sentimen positif sementara. Namun, ketidakpastian jangka panjang tetap ada.

Indikator Nasional:

Rupiah masih tren stabil di level Rp16.500-an. Namun, ekonomi domestik melemah, dengan pertumbuhan PDB diproyeksikan 4,5%-4,8% pada 2025, Indeks Penjualan Riil (IPR) turun ke 5,5% pada Maret, dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) melemah ke 121,1.

IHSG melonjak di atas 7.000, didorong saham perbankan seperti BBRI, tetapi pasar surat utang (SBN) mengalami tekanan jual, dengan yield SUN naik dan minat lelang SBSN turun 16,4%. Ketidakhadiran saham Indonesia di MSCI Global Standard Index mencerminkan rendahnya kepercayaan investor asing.

  • Pasar Saham dan Obligasi Indonesia volatil, dengan IHSG didorong saham Big Caps, tetapi pertumbuhan ekonomi yang lesu membatasi reli jangka panjang. Harga obligasi tetap rentan terhadap kenaikan yield SBN.
  • Emas: Harga emas naik ke US$3.225,50 per ons, didukung pelemahan dolar dan ketidakpastian tarif. Goldman Sachs memperkirakan di akhir 2025 harga emas dapat mencapai level USD3.700 per ons.
  • SBN: Beli neto asing di SBN (Rp30,18 triliun pada 2025) menunjukkan kepercayaan, namun tekanan jual di pasar sekunder dan primer mencerminkan sentimen risk-on. Penurunan CDS Indonesia ke 85 basis poin menandakan risiko yang lebih rendah.

 

Rekomendasi Investasi:

  • Investor moderat dan agresif dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan 50%-60% investasinya ke reksa dana saham, indeks saham, serta reksa dana campuran, mengingat indikator global memberikan sinyal risk-on atau tambah risiko. Untuk investor konservatif, prioritaskan reksa dana pendapatan tetap yang volatilitasnya jauh lebih rendah dibanding reksa dana saham dan indeks saham. Terapkan strategi investasi rutin Dollar Cost Averaging (DCA) untuk memperoleh harga beli rata-rata yang rendah untuk mengantisipasi kenaikan harga dalam jangka menengah dan panjang. Pilih reksa dana yang melacak indeks seperti Bloomberg U.S. Aggregate Bond Index untuk stabilitas.
  • Emas: Alokasikan 5-10% portofolio ke emas untuk lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik. Pembelian bertahap direkomendasikan untuk mengelola volatilitas harga, dengan target harga jangka panjang US$3.700.
  • SBN: Penurunan Credit Default Swap (CDS) Indonesia menunjukkan persepsi risiko yang membaik, memberikan peluang bagi SBN domestik. Investor dapat mempertimbangkan SBN seri SR022 dengan tenor 3 dan 5 tahun yang mulai ditawarkan secara umum hari ini tanggal 16 Mei.

    Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

    DISCLAIMER:

    Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

    PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

    Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

     

     

     

    tanamduit team

    tanamduit adalah aplikasi investasi reksa dana, emas, dan Surat Berharga Negara (SBN) yang telah berizin dan diawasi oleh OJK.

    banner-download-mobile