tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Mengakhiri Reli Panjang, Mengantisipasi Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
- Obligasi Negara Menguat, Menjadi Peluang Investasi di Tengah Dinamika Fiskal dan Moneter
- Rupiah Menguat di Tengah Sentimen Global Melemahnya US Dollar Index
- Harga Emas Naik Karena Kekhawatiran Prospek Ekonomi dan Defisit Fiskal AS
- Imbal Hasil Treasury AS Melonjak Karena Kekhawatiran Defisit Fiskal AS dan RUU Pemotongan Pajak
- SBN Syariah SR022 sudah bisa dibeli di tanamduit! Kupon (imbal hasil) 6,45%/tahun untuk tenor 3 tahun (SR022-T3) dan 6,55%/tahun untuk tenor 5 tahun (SR022-T5).
- Kupon SR022 menjadi kupon SR tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon SR022 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran SR022: 16 Mei–18 Juni 2025.
Investasi SR022 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 20 Mei 2025.
IHSG Mengakhiri Reli Panjang, Mengantisipasi Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri reli panjangnya dengan penurunan 0,65% atau 46,48 poin, ditutup pada level 7.094,6 pada Selasa, 20 Mei 2025.
Penurunan ini dipicu oleh tekanan pada saham sektor konsumen non primer, perindustrian, dan konsumen primer. Saham seperti PT Eratex Djaja Tbk (ERTX) dan PT Lupromax Pelumas Indonesia Tbk (LMAX) masing-masing anjlok 10,9% dan 10%.
Indeks LQ45 juga melemah 1,12% ke posisi 802,54, dengan saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) turun signifikan sebesar 6,64%.
Meski demikian, nilai transaksi tetap tinggi, mencapai Rp16,16 triliun. Investor asing melakukan net sell senilai Rp406 miliar, sementara rupiah menguat tipis 0,09% ke Rp16.415 per dolar AS.
Pelemahan IHSG terjadi bersamaan dengan dimulainya Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang membahas kebijakan suku bunga acuan.
Pasar memproyeksikan BI Rate akan turun 25 basis poin menjadi 5,5%, didorong oleh penguatan rupiah sebesar 2,65% dalam sebulan terakhir dan sinyal perlambatan ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,87% (YoY) pada kuartal I-2025, terlemah sejak 2021, dengan konsumsi rumah tangga tumbuh rendah di 4,89%.
Inflasi inti yang terjaga di 2,5% dan penguatan rupiah memberikan ruang bagi BI untuk melonggarkan kebijakan moneter guna menstimulasi ekonomi.
Di sisi global, sentimen pasar juga dipengaruhi oleh lonjakan imbal hasil US Treasury setelah Moody’s memangkas peringkat kredit AS dari AAA ke AA1, mencerminkan beban utang yang meningkat.
Di dalam negeri, pelaku pasar menantikan hasil RDG BI dan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2026 sebagai pendorong sentimen.
Meski IHSG sempat menguat di awal perdagangan, tekanan jual menjelang akhir sesi mengakhiri pergerakan positif yang telah berlangsung selama lima hari, menandakan kehati-hatian investor di tengah ketidakpastian kebijakan dan ekonomi. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Obligasi Negara Menguat, Menjadi Peluang Investasi di Tengah Dinamika Fiskal dan Moneter
Harga Surat Utang Negara (SUN) terus menguat pada perdagangan Selasa, 20 Mei 2025.
Penguatan ini ditandai dengan penurunan yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0104) sebesar 3 basis poin ke 6,47%, dan SUN 10-tahun (FR0103) turun 3 basis poin ke 6,82%.
Volume transaksi SBN melonjak menjadi Rp52,6 triliun, didominasi oleh seri FR0103 (Rp18,9 triliun) dan FR0104 (Rp15,3 triliun), mencerminkan tingginya minat investor.
Lelang SUN mencatat incoming bid Rp108,3 triliun, melebihi lelang sebelumnya, dengan pemerintah menetapkan Rp28 triliun sebagai amount awarded, didorong oleh kebutuhan reinvestasi dari instrumen jatuh tempo senilai Rp130,2 triliun di Mei.
Di sisi fiskal, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan surplus anggaran sebesar Rp4,3 triliun per April 2025, membalik defisit sebelumnya. SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan) capai Rp283,6 triliun, menunjukkan disiplin fiskal dan kesiapan menghadapi jatuh tempo SBN di semester kedua.
Penguatan rupiah sebesar 0,12% ke Rp16.413 per dolar AS dan penurunan Credit Default Swap Indonesia ke 83 basis poin memperkuat kepercayaan investor.
Namun, kenaikan yield US Treasury 10-tahun ke level 4,5% mencerminkan sentimen global yang beragam, memengaruhi aliran modal ke pasar domestik.
Pasar kini menanti hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 21 Mei 2025, dengan ekspektasi pemangkasan BI Rate sebesar 25 basis poin ke 5,5% untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, didukung oleh penguatan rupiah 2,8% sejak April.
Kondisi ini memperkuat potensi permintaan SBN berdenominasi rupiah, terutama seri tenor pendek hingga menengah.
Investor dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat portofolio obligasi, dengan tetap memantau dinamika global dan kebijakan moneter domestik.
Rupiah Menguat di Tengah Sentimen Global Melemahnya US Dollar Index
Mata uang rupiah menunjukkan performa kuat. Rupiah ditutup menguat ke level Rp16.410–Rp16.413 per dolar AS pada Selasa, 20 Mei 2025, naik sekitar 0,09–0,12% berdasarkan data Refinitiv dan Bloomberg.
Penguatan ini sejalan dengan melemahnya indeks dolar AS (DXY) yang turun 0,33–0,37% ke kisaran 100,06–100,09.
Beberapa mata uang Asia lainnya, seperti yen Jepang (naik 0,41%), peso Filipina (0,14%), ringgit Malaysia (0,15%), dan baht Thailand (0,13%) juga menguat, sementara dolar Hong Kong, Singapura, Taiwan, dan won Korea Selatan melemah tipis.
Pelemahan dolar AS dipicu oleh sentimen negatif, termasuk penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s dan ketidakpastian akibat kebijakan tarif pemerintahan Trump.
Berbagai faktor global dan domestik mendorong penguatan rupiah. Di kancah internasional, pasar mencermati negosiasi nuklir AS-Iran, pemotongan pajak di AS, dan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral China untuk stimulus ekonomi.
Di dalam negeri, rasio utang pemerintah yang mencapai 40% terhadap PDB menjadi perhatian, meski masih di bawah batas aman 60%. Ini menyiratkan perlunya kewaspadaan terhadap tren kenaikan utang untuk stabilitas jangka menengah.
Sementara itu, pelaku pasar menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 20–21 Mei 2025, khususnya keputusan suku bunga acuan di tengah perlambatan ekonomi Indonesia.
Rupiah diproyeksikan tetap fluktuatif, namun dengan tren menguat. Penguatan ini mencerminkan optimisme pasar terhadap fundamental domestik yang masih terkendali, didukung oleh melemahnya dolar AS akibat sentimen global seperti penurunan kepercayaan terhadap ekonomi AS dan tekanan pada aset-aset Amerika.
Antisipasi terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga BI untuk merespons pelemahan ekonomi juga menjadi katalis, meskipun dampaknya terhadap rupiah akan bergantung pada respons pasar global dan stabilitas domestik. (Bisnis, CNBC Indonesia)
Harga Emas Naik Karena Kekhawatiran Prospek Ekonomi dan Defisit Fiskal AS
Harga emas melonjak di atas US$3.220 per ons pada Selasa, 20 Mei 2025, didorong oleh kekhawatiran atas prospek ekonomi AS yang goyah dan defisit fiskal yang membengkak.
Pemangkasan peringkat kredit AS oleh Moody’s dari Aaa ke Aa1 pada Jumat lalu, dengan alasan lonjakan utang dan beban bunga yang tinggi, memperkuat posisi emas sebagai aset safe-haven.
Investor beralih ke emas untuk melindungi nilai aset di tengah ketidakpastian, menjaga permintaan tetap tinggi meskipun imbal hasil obligasi AS meningkat.
Sementara itu, ketidakpastian global turut memanaskan harga emas. Dinamika geopolitik seperti pernyataan Presiden AS Donald Trump tentang negosiasi gencatan senjata antara Ukraina dan Rusia, yang mungkin berlangsung tanpa keterlibatan AS, menambah daya tarik emas sebagai lindung nilai.
Kenaikan harga emas mencerminkan respons investor terhadap kombinasi risiko ekonomi dan geopolitik.
Meski menghadapi tekanan dari imbal hasil obligasi AS yang lebih tinggi, emas tetap menjadi pilihan utama di tengah ketidakstabilan global.
Dengan pasar menanti sinyal lebih jelas dari Federal Reserve dan perkembangan geopolitik, emas kemungkinan akan terus menjadi sorotan sebagai aset yang aman dan stabil. (Trading Economics)
Imbal Hasil Treasury AS Melonjak Karena Kekhawatiran Defisit Fiskal AS dan RUU Pemotongan Pajak
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS naik pada Selasa, 20 Mei 2025, didorong oleh kekhawatiran atas RUU pemotongan pajak di Kongres yang berpotensi mempercepat defisit anggaran AS.
Tanpa data ekonomi utama sebagai pendorong, sentimen pasar dipicu oleh pemangkasan peringkat utang AS oleh Moody’s dari Aaa ke Aa1 pada Jumat lalu, akibat utang dan prospek fiskal yang memburuk.
Presiden Donald Trump mengunjungi Capitol Hill untuk membahas RUU tersebut dengan anggota Partai Republik. Namun, perpecahan di antara mereka mengenai pengurangan belanja menambah ketidakpastian, mendorong imbal hasil obligasi 30 tahun ke level tertinggi dalam 18 bulan pada Senin.
Kenaikan imbal hasil juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti data inflasi Kanada yang lebih tinggi dari perkiraan (1,7% pada April), yang memengaruhi ekspektasi suku bunga global.
Imbal hasil obligasi AS dua tahun naik tipis ke 3,987%, sedangkan obligasi 10 tahun mencapai 4,509%, mendekati puncak sejak 11 April.
Investor dan pejabat Federal Reserve kini memantau dampak tarif perdagangan pemerintahan Trump dan kesepakatan untuk mengurangi pungutan dengan beberapa negara, yang dapat memengaruhi data ekonomi AS ke depan. (Reuters)
Factors to Watch
Global:
1. Kekhawatiran Fiskal AS dan Imbal Hasil Treasury: Pemangkasan peringkat kredit AS oleh Moody’s dari Aaa ke Aa1 akibat defisit fiskal dan RUU pemotongan pajak mendorong kenaikan imbal hasil obligasi AS, dengan obligasi 10 tahun naik ke 4,509%. Hal ini meningkatkan tekanan pada dolar AS (indeks DXY turun ke 100,06–100,09) dan mendukung harga emas sebagai aset safe-haven, yang naik di atas US$3.220 per ons.
2. Kebijakan Moneter dan Inflasi: Konsensus pasar memperkirakan Federal Reserve akan memangkas suku bunga hingga 3,25–3,50% pada akhir 2025, menurunkan daya tarik aset berimbal hasil tinggi dan mendukung emas. Inflasi Kanada yang lebih tinggi dari ekspektasi (1,7%) juga memengaruhi sentimen global, menambah volatilitas obligasi.
3. Geopolitik dan Perdagangan: Negosiasi gencatan senjata Ukraina-Rusia dan ketegangan perdagangan akibat tarif Trump meningkatkan ketidakpastian, mendorong permintaan emas. Pemangkasan suku bunga China untuk stimulus ekonomi juga memengaruhi pasar Asia, termasuk penguatan rupiah ke Rp16.410–16.413.
4. Valuasi Pasar Saham: Saham AS, terutama S&P 500, dinilai mahal dengan rasio harga terhadap laba 19 kali proyeksi 2025, meningkatkan risiko koreksi dan mendukung diversifikasi ke aset seperti emas dan obligasi.
Nasional:
1. Kebijakan Moneter BI: Pasar mengantisipasi pemangkasan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 20–21 Mei 2025, didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat (4,87% yoy Q1-2025) dan inflasi inti terkendali di 2,5%. Hal ini dapat meningkatkan harga SBN dan melemahkan rupiah dalam jangka pendek.
2. Penguatan Rupiah: Rupiah masih tren menguat ke level Rp16.400an per dolar AS, didukung oleh pelemahan dolar AS dan stimulus China. Hal ini memberikan ruang untuk investasi dalam aset berdenominasi rupiah seperti SBN.
3. Rasio Utang Pemerintah: Rasio utang sebesar 40% terhadap PDB, meski di bawah batas 60%, memerlukan kewaspadaan karena tren kenaikannya dapat memengaruhi persepsi risiko SBN.
Rekomendasi Investasi:
1. Reksa Dana:
Untuk investor agresif, pertahankan alokasi moderat 50%-60% pada reksa dana saham dan indeks saham. Untuk eksposur domestik, pertimbangkan reksa dana indeks saham IDX30 yang melacak saham Big Caps (BBRI, BMRI) dengan volatilitas lebih rendah.
Investor moderat pertimbangkan 20%-30% ke reksa dana campuran, reksa dana saham, dan indeks saham, sisanya ke pendapatan tetap, pasar uang dan/atau emas.
2. Emas:
Alokasikan 5%-10% portofolio untuk emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik.
Catatan: Emas tidak memberikan yield atau return seperti di obligasi yang memberikan kupon atau bunga, cocok untuk diversifikasi jangka panjang (>5 tahun).
3. Surat Berharga Negara (SBN):
Investor dapat mempertimbangkan SBN seri SR022 dengan tenor 3 dan 5 tahun yang sedang dalam penawaran umum sejak tanggal 16 Mei yang lalu.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.