tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Melanjutkan Kenaikan Paska Turunnya BI Rate 25 bps
- Obligasi Negara Melemah Kamis Kemarin
- Rupiah Melanjutkan Penguatan ke Level 16.300an
- Emas Anjlok ke $3.290, Tertekan oleh Menguatnya Dolar AS
- Imbal Hasil Treasury AS Turun, Menjadi Peluang Menguatnya Harga SUN
- SBN Syariah SR022 sudah bisa dibeli di tanamduit! Kupon (imbal hasil) 6,45%/tahun untuk tenor 3 tahun (SR022-T3) dan 6,55%/tahun untuk tenor 5 tahun (SR022-T5).
- Kupon SR022 menjadi kupon SR tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon SR022 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran SR022: 16 Mei–18 Juni 2025.
Investasi SR022 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 22 Mei 2025.
IHSG Melanjutkan Kenaikan Paska Turunnya BI Rate 25 bps
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,34% atau 24,52 poin ke level 7.166,98 pada Kamis, 22 Mei 2025, didorong oleh saham-saham BUMN dan konglomerasi.
Saham BRPT milik Prajogo Pangestu melonjak 10,2%, menyumbang 6,23 poin, diikuti BBRI yang naik 0,94%, dan TLKM yang menguat 2,55% menjelang RUPST.
Transaksi mencapai Rp13,83 triliun. investor asing melakukan net buy sekitar Rp622 miliar.
Pemangkasan BI Rate sebesar 25 basis poin ke 5,5% oleh Bank Indonesia pada 21 Mei 2025 menjadi katalis utama, dengan suku bunga Deposit Facility turun ke 4,75% dan Lending Facility ke 6,25%.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan langkah ini mendukung inflasi terkendali (2,5% ± 1%), stabilitas rupiah, dan pertumbuhan ekonomi di tengah revisi proyeksi ekonomi 2025 ke 4,6–5,4% dan kredit ke 8–11%.
Keputusan ini selaras dengan stabilisasi rupiah dan inflasi yang terkendali, meski ketidakpastian global tetap membayangi.
Namun, di lain pihak, sentimen global menekan pasar dengan kenaikan imbal hasil obligasi AS pasca-lelang 20-tahun dan kekhawatiran defisit anggaran AS akibat RUU pajak baru.
Meski RUU ini diperkirakan disahkan menjelang Memorial Day, lonjakan yield obligasi AS memicu kekhawatiran menurunnya minat investor asing. Hal ini dapat mengguncang rupiah, saham, dan SBN.
Investor disarankan tetap optimistis, namun waspada terhadap volatilitas global sambil memanfaatkan momentum domestik yang positif. (Bloomberg Technoz, Bisnis)
Obligasi Negara Melemah Kamis Kemarin
Dilansir dari laporan riset BNI Sekuritas, harga Surat Utang Negara (SUN) melemah pada perdagangan Kamis, 22 Mei 2025.
Pelemahan ini ditandai dengan naiknya yield SUN Benchmark 5-tahun sebesar 4 basis poin ke 6,47%, dan SUN 10-tahun sebesar 3 basis poin ke 6,83%.
Volume transaksi SBN meningkat ke Rp34,5 triliun, didominasi seri FR0104 (Rp7,2 triliun) dan FR0103 (Rp6,1 triliun). Sementara itu, obligasi korporasi mencatat Rp1,6 triliun.
Penguatan rupiah sebesar 0,43% ke Rp16.328 per dolar AS menunjukkan stabilitas domestik, meskipun tekanan global memengaruhi pasar obligasi.
Dari sisi global, penurunan klaim pengangguran AS ke 227 ribu (lebih rendah dari estimasi 230 ribu) dan persetujuan RUU anggaran AS yang menambah defisit US$3,8 triliun dalam dekade mendatang mencerminkan sentimen campuran.
Yield US Treasury (UST) 5-tahun dan 10-tahun turun masing-masing ke 4,11% dan 4,54%, memberikan ruang untuk sentimen positif pada SBN.
Credit Default Swap (CDS) Indonesia stabil di 84 basis poin, menandakan persepsi risiko yang terjaga. Penurunan yield UST ini dapat meningkatkan minat investor terhadap SBN berdenominasi rupiah.
Bagi investor reksa dana, pelemahan harga SUN menawarkan peluang masuk pada reksa dana pendapatan tetap yang dapat memanfaatkan potensi kenaikan harga SBN seiring stabilisasi yield obligasi secara global.
Investor disarankan mengalokasikan 30–40% portofolio ke reksa dana pendapatan tetap dengan fokus pada obligasi tenor pendek hingga menengah (3–7 tahun) untuk meminimalkan risiko volatilitas.
Emas Anjlok ke $3.290 Tertekan oleh Menguatnya Dolar AS
Harga emas turun hampir 1% ke sekitar US$3.290 per ons pada Kamis, 22 Mei 2025, mengakhiri reli tiga hari berturut-turut.
Penurunan harga emas terjadi karena pedagang mengambil keuntungan di tengah penguatan dolar AS (indeks DXY naik ke 99,59).
Hal ini mengurangi daya tarik emas sebagai aset safe-haven, meskipun kekhawatiran atas kebijakan fiskal AS tetap mendukung permintaan jangka panjang.
Namun, penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s ke Aa1, akibat utang US$36 triliun, dan potensi defisit yang lebih besar dari RUU pemotongan pajak Presiden Trump yang telah maju di Kongres, terus memicu ketidakpastian. Alhasil, emas tetap relevan sebagai aset safe haven (lindung nilai).
Data bea cukai Tiongkok menunjukkan impor emas melonjak naik sekitar 73% pada April ke 127,5 metrik ton, tertinggi dalam 11 bulan terakhir, didorong oleh permintaan kuat dan kuota impor tambahan di tengah ketegangan perdagangan AS-Tiongkok.
Meski demikian, penguatan dolar dan aksi ambil untung menekan harga emas dalam jangka pendek. Harga emas diperkirakan berpotensi naik lebih lanjut jika ketegangan fiskal dan geopolitik AS berlanjut.
Bagi investor, penurunan harga emas ini menawarkan peluang membeli dengan tujuan utama sebagai perlindungan terhadap potensi risiko, antara lain risiko defisit AS dan volatilitas global, sambil memantau perkembangan RUU pajak dan data ekonomi AS.
Investor dapat melakukan strategi Dollar Cost Averaging untuk merata-ratakan biaya pembelian di tengah fluktuasi harga emas.
Imbal Hasil Treasury AS Turun, Menjadi Peluang Menguatnya Harga SUN
Dilansir dari Trading Economics, imbal hasil obligasi Treasury AS turun pada Kamis, 22 Mei 2025. Penurunan imbal hasil ini dipicu oleh aksi beli yang membuat harga obligasi naik (dan yield turun).
Dalam hal ini, imbal hasil atau yield tenor 10-tahun turun 4,6 basis poin ke 4,551% dan 30-tahun ke 5,063%. dipicu oleh kekhawatiran memburuknya fiskal AS setelah pemangkasan peringkat kredit oleh Moody’s ke Aa1 dan pengesahan RUU pajak yang dapat menambah utang triliunan dolar.
Di sisi moneter, Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengisyaratkan kemungkinan penurunan suku bunga pada September 2025, bergantung pada kebijakan tarif Trump, yang dapat melemahkan dolar AS dan mendukung aset emerging markets seperti rupiah.
Penurunan imbal hasil atau naiknya harga obligasi Treasury AS dapat meningkatkan permintaan SUN berdenominasi rupiah, karena yield SBN tetap kompetitif dibandingkan US Treasury. Selain itu, penguatan rupiah mendukung daya tarik SBN.
Namun, jika imbal hasil Treasury kembali naik (atau harga obligasi turun) akibat defisit AS, aliran modal asing ke SBN bisa terhambat, menekan harga SUN dan melemahkan rupiah.
Investor disarankan memantau data tenaga kerja AS dan kebijakan Trump, sambil mempertimbangkan reksa dana pendapatan tetap untuk memanfaatkan potensi kenaikan harga SBN dalam jangka pendek.
Factors to Watch
Global:
- Krisis Fiskal AS: Pemangkasan peringkat kredit AS oleh Moody’s ke Aa1 dan RUU pajak yang menambah defisit US$3.8 triliun mendorong volatilitas imbal hasil Treasury (10-tahun turun ke 4.551%, 30-tahun ke 5.063%). Ini melemahkan dolar AS (DXY 99.59) dan mendukung emas.
- Geopolitik: Ketegangan AS-Iran, kerusuhan Timur Tengah, dan gagalnya gencatan senjata Rusia-Ukraina meningkatkan permintaan emas sebagai safe-haven. Impor emas Tiongkok melonjak 73% ke 127.5 ton (April 2025).
- Kebijakan Moneter: Federal Reserve kemungkinan memangkas suku bunga pada September 2025, mendukung emas dan obligasi emerging markets.
Nasional:
- Dampak Penurunan BI Rate: BI memangkas suku bunga ke 5.5%, mendukung kenaikan IHSG kenaikan harga SBN.
- Tren Penguatan Rupiah: didukung oleh turunnya current account deficit (CAD mini) dan surplus perdagangan RI.
Rekomendasi Investasi:
1. Reksa Dana:
- Investor Agresif: Alokasikan 50–60% portofolio ke reksa dana saham dan indeks saham, gunakan DCA untuk kurangi volatilitas. 20%-30% reksa dana pendapatan tetap dan sisanya di pasar uang dan/atau emas.
- Investor Moderat: Alokasikan 40%-50% ke reksa dana campuran yang berat ke saham, sisanya di reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang serta emas.
- Investor Konservatif: Fokus 60%-70% pada reksa dana pendapatan tetap, 20%-30% reksa dana pasar uang dan sisanya di emas.
2. Emas:
Alokasi Portofolio: Alokasikan 5%-10% portofolio untuk emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik.
Catatan: Emas tidak memberikan yield atau return seperti di obligasi yang memberikan kupon atau bunga, cocok untuk diversifikasi jangka panjang (>5 tahun).
3. Surat Berharga Negara (SBN):
Investor dapat mempertimbangkan SBN seri SR022 dengan tenor 3 dan 5 tahun yang sedang dalam penawaran umum sejak tanggal 16 Mei yang lalu.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.