tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Rebound, Euforia Gencatan Senjata dan Kinerja Saham Perbankan
- Fed Menyiratkan Menahan Suku Bunga: Stabilitas Ekonomi & Inflasi Jadi Alasan
- Rupiah Menguat 24 Juni 2025, Sentimen Positif Dari Gencatan Senjata Israel & Iran
- Harga Emas Turun 24 Juni 2025: Gencatan Senjata Kurangi Permintaan
- Yield US Treasury Melonjak 24 Juni 2025 Dipicu oleh Ekspektasi Pertumbuhan Ekonomi AS yang Kuat dan Gencatan Senjata Iran-Israel
- Harga Minyak Anjlok 24 Juni 2025 Karena Gencatan Senjata
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 24 Juni 2025.
IHSG Rebound, Euforia Gencatan Senjata dan Kinerja Saham Perbankan
IHSG ditutup menguat 1,21% pada Selasa (24/6/2025) di level 6.869,17, didorong oleh kinerja saham perbankan seperti BBCA dan BBRI.
Saham BBCA naik 1,73% ke Rp8.775 dengan transaksi Rp966 miliar. Sedangkan, BBRI menguat 1,61% ke Rp3.780 dengan transaksi Rp1,07 triliun. Sektor properti, konsumen non-primer, dan kesehatan juga menjadi pendorong utama, masing-masing melonjak hingga 3,2%, 3,02%, dan 2,02%.
Total transaksi pasar mencapai Rp11,94 triliun dengan 453 saham menguat. Sentimen positif global turut mendukung kenaikan IHSG, terutama pengumuman gencatan senjata antara Israel dan Iran oleh Presiden AS Donald Trump.
Meski sempat muncul ketegangan baru, pasar merespons optimisme awal dari meredanya konflik Timur Tengah. Bursa Asia seperti KOSPI (naik 2,96%) dan Hang Seng (naik 2,06%) juga kompak menguat, sejalan dengan Wall Street yang ditutup hijau dengan kenaikan S&P 500 sebesar 0,96%.
Meskipun IHSG sempat tertekan 6,2% akibat konflik Israel-Iran sejak 13 Juni 2025, kenaikan hari ini menunjukkan pemulihan. Saham LQ45 seperti MAPA (naik 8,06%) dan CTRA (naik 7,95%) turut mendukung penguatan.
Namun, beberapa saham seperti RUIS (turun 14,9%) melemah.
Dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp12,05 triliun, IHSG menunjukkan rebound kuat berkat kombinasi kinerja saham domestik dan sentimen global. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Fed Menyiratkan Menahan Suku Bunga: Stabilitas Ekonomi dan Inflasi Jadi Alasan
Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa suku bunga akan dipertahankan di kisaran 4,25% hingga 4,5% karena ekonomi AS tetap solid.
Tingkat pengangguran rendah di 4,2% pada Mei 2025, menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja seimbang dan mendukung lapangan kerja maksimal.
Powell menegaskan Fed akan memantau perkembangan ekonomi sebelum mempertimbangkan perubahan kebijakan, mencerminkan pendekatan hati-hati.
Meskipun inflasi telah turun signifikan sejak puncaknya di 2022, inflasi masih di atas target Fed sebesar 2%, dengan inflasi PCE total di 2,3% dan inflasi inti di 2,6% hingga Mei 2025.
Ekspektasi inflasi jangka pendek meningkat akibat tarif, tetapi ekspektasi jangka panjang tetap stabil. Powell khawatir tarif dapat menaikkan harga, meskipun dampaknya kemungkinan sementara, dan Fed berkomitmen mencegah inflasi berkelanjutan. (Investing)
Penurunan tipis PDB pada kuartal pertama 2025 dipengaruhi oleh perubahan ekspor neto akibat impor barang sebelum tarif. Namun, permintaan domestik tetap tumbuh 2,5%.
Dengan kondisi ekonomi yang masih kuat dan inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, Fed memilih untuk tidak menurunkan suku bunga, memastikan stabilitas tanpa memicu tekanan inflasi lebih lanjut.
Rupiah Menguat 24 Juni 2025, Sentimen Positif dari Gencatan Senjata Israel dan Iran
Pada 24 Juni 2025, nilai tukar rupiah menguat sekitar 0,84% ke level Rp16.354–Rp16.381 per dolar AS.
Penguatan ini terjadi karena kabar gencatan senjata antara Israel dan Iran yang diumumkan Presiden AS Donald Trump, membuat investor lebih optimis dan mengurangi permintaan dolar AS.
Meskipun Iran membantah klaim ini, sentimen positif di pasar tetap mendorong rupiah, ditambah dukungan dari Bank Indonesia yang menjaga stabilitas nilai tukar.
Selain kabar dari Timur Tengah, pernyataan dari anggota Federal Reserve, Michelle Bowman, yang membuka peluang penurunan suku bunga AS karena inflasi terkendali, juga ikut menguatkan rupiah.
Mata uang Asia lain seperti won Korea dan ringgit Malaysia juga naik. Namun, penguatan rupiah sedikit lebih kecil karena Indonesia masih menghadapi tantangan seperti defisit perdagangan.
Meski begitu, kombinasi faktor global dan upaya domestik membuat rupiah tampil solid di pasar.
Harga Emas Turun 24 Juni 2025: Gencatan Senjata Kurangi Permintaan
Pada 24 Juni 2025, harga emas (XAU-USD) turun sekitar 1,4% ke level $3.322 per ounce (ons), mencapai titik terendah dalam dua minggu.
Penurunan ini terjadi karena pasar merespons pengumuman gencatan senjata antara Israel dan Iran oleh Presiden AS Donald Trump, yang mengurangi ketegangan di Timur Tengah. Akibatnya, investor mengurangi permintaan terhadap emas, yang biasanya dicari sebagai aset aman saat situasi geopolitik tidak stabil.
Meskipun emas mengalami tekanan jual, harganya tetap jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, naik sekitar 43% dalam 12 bulan.
Selain gencatan senjata, faktor teknis seperti level resistensi di $3.380 juga ikut memengaruhi penurunan harga.
Namun, sentimen utama adalah optimisme pasar terhadap meredanya konflik, meskipun ketidakpastian tetap ada karena bantahan Iran terhadap klaim gencatan senjata. (Reuters, Kitco)
Yield US Treasury Melonjak 24 Juni 2025 Dipicu oleh Ekspektasi Pertumbuhan Ekonomi AS yang Kuat dan Gencatan Senjata Iran-Israel
Pada 24 Juni 2025 kemarin, imbal hasil atau yield US Treasury 10 tahun mencapai 4,86%, sementara yield 5 tahun berada di 4,47%, menurut data resmi Departemen Keuangan AS. Tingkat imbal hasil ini mencerminkan kenaikan signifikan–menandakan penurunan harga obligasi.
Kenaikan yield didorong oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS yang kuat. Investor mengantisipasi suku bunga jangka panjang lebih tinggi di tengah inflasi inti PCE yang masih di 2,6% per Mei 2025, di atas target Federal Reserve.
Sementara itu, pengumuman gencatan senjata Israel-Iran oleh Presiden Donald Trump mengurangi permintaan obligasi sebagai aset safe-haven, meskipun bantahan Iran menimbulkan ketidakpastian residual yang membatasi penurunan yield lebih lanjut.
Faktor tambahan meliputi kebijakan moneter Federal Reserve yang hawkish (kecenderungan tingkat bunga naik), dengan sinyal dari Chairman US Federal Reserve, Jerome Powell, tentang kesabaran terhadap pemangkasan suku bunga, sehingga membuat yield menjadi naik.
Pasokan utang AS terhambat oleh negosiasi plafon utang dari parlemen AS, sehingga mendorong investor menuntut imbal hasil lebih tinggi untuk menyerap obligasi baru, sebagaimana dianalisis J.P. Morgan.
Dibandingkan dengan imbal hasil atau yield obligasi US Treasury 10 tahun yang dilaporkan TradingEconomics sebesar 4,35%, data resmi menunjukkan sentimen pasar yang lebih positif.
Kombinasi ekspektasi ekonomi, meredanya ketegangan geopolitik, dan kendala fiskal AS menciptakan lingkungan di mana yield Treasury terus meningkat, mencerminkan optimisme yang hati-hati di tengah kompleksitas global.
Harga Minyak Anjlok 24 Juni 2025 Karena Gencatan Senjata
Pada 24 Juni 2025, harga minyak dunia jatuh tajam, dengan minyak mentah Brent turun 3,76% ke $68,79 per barel dan West Texas Intermediate (WTI) merosot 3,94% ke $65,46 per barel.
Penurunan ini adalah yang terbesar dalam sehari, mencerminkan respons pasar terhadap kabar gencatan senjata antara Israel dan Iran yang diumumkan Presiden AS Donald Trump.
Meskipun Iran membantah klaim tersebut, sentimen positif awal membuat investor yakin pasokan minyak global akan lebih aman. Hal ini mengurangi kekhawatiran gangguan di Selat Hormuz, yang mengangkut 20% minyak dunia.
Penurunan harga minyak ini dipicu oleh meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Sebelumnya, ketegangan di Timur Tengah mendorong naiknya harga minyak akibat ancaman gangguan pasokan selama konflik sepanjang 12 hari.
Postingan di X dari @phillipfutures mencatat Brent Oil Futures turun 2,35% ke $69,80, dan WTI Crude Oil Futures 2,45% ke $66,83, sejalan dengan laporan dari Reuters dan Kumparan.
Selain itu, ekspektasi pelonggaran pemotongan produksi oleh OPEC+ pada April 2025 juga menambah tekanan pada harga, karena pasar mengantisipasi pasokan yang lebih besar di masa depan.
Bagi Indonesia, harga minyak yang lebih rendah bisa mengurangi biaya impor bahan bakar, membantu menekan inflasi dan mendukung daya beli masyarakat. Namun, dampaknya pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bercampur.
Sektor energi, seperti saham perusahaan minyak, mungkin tertekan karena pendapatan menurun. Namun, sektor konsumsi dan transportasi bisa mendapat manfaat dari biaya bahan bakar yang lebih murah, berpotensi mendorong kinerja sahamnya.
Meski IHSG naik 1,21% pada 24 Juni 2025 karena sentimen global positif, perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian geopolitik yang tersisa dapat membatasi kenaikan jangka panjang.
Factors to Watch:
1. Pertumbuhan Ekonomi Global yang Lambat
Pertumbuhan ekonomi global yang melambat, diperkirakan hanya mencapai 2,3% pada tahun 2025, dapat memberikan tekanan pada ekspor Indonesia, terutama sektor komoditas. Hal ini akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik dan kinerja perusahaan yang tercermin di pasar saham, khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Sektor-sektor yang bergantung pada ekspor kemungkinan akan mengalami penurunan. Hal ini akan investor untuk beralih ke sektor domestik yang lebih tahan banting, seperti teknologi atau konsumsi, guna melindungi portofolio dari volatilitas global.
2. Ketegangan Geopolitik yang Mereda
Meredanya ketegangan geopolitik, seperti antara Israel dan Iran, dapat mengurangi permintaan terhadap aset safe-haven seperti emas dan Surat Berharga Negara (SBN). Namun, ketidakpastian yang masih tersisa—misalnya akibat bantahan dari Iran—dapat mempertahankan volatilitas di pasar, terutama pada mata uang dan komoditas.
Investor perlu memantau perkembangan berita geopolitik secara ketat, karena perubahan sentimen dapat memicu pergerakan tajam di pasar saham dan obligasi Indonesia.
3. Kebijakan Bank Sentral yang Stabil
Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga di level 5,75% mendukung stabilitas imbal hasil SBN. Namun, tekanan pada ekspor dapat melemahkan nilai tukar rupiah, berpotensi mengurangi daya tarik investasi asing di pasar keuangan Indonesia.
Investor, baik lokal maupun asing, perlu mempertimbangkan risiko nilai tukar saat berinvestasi di aset berdenominasi rupiah. Diversifikasi ke aset global dapat menjadi strategi untuk mengurangi risiko ini.
Rekomendasi Investasi:
Diversifikasi untuk Stabilitas dan Peluang Pertumbuhan.
1. Untuk Investor Pemula (Konservatif)
Investor konservatif dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan dana sebesar 50%-60% ke Reksa Dana Pasar Uang, 20%-30% ke Reksa Dana Pendapatan Tetap, 10-20% ke SBN,dan sisanya ke emas.
2. Untuk Investor Menengah (Moderat):
Investor Moderat dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan 20%-30% dana ke Reksa Dana Pasar Uang, 40%-50% ke Reksa Dana Pendapatan Tetap, 20%-30% Reksa Dana Campuran, 10%-20% Reksa Dana Saham dan/atau Indeks Saham, 10%-20% SBN, dan sisanya ke emas.
3. Untuk Investor Agresif
Investor Agresif dapat mempertimbangkan investasi di Reksa Dana Saham dan/atau Reksa Dana Indeks Saham dengan eksposur sektor energi dan emas, untuk memanfaatkan potensi kenaikan saham MEDC dan ANTM.
Emas: Aset Safe-Haven untuk Lindung Nilai
Harga emas dunia melonjak ke $3.432 per troy ons, didorong statusnya sebagai safe-haven, dengan prediksi mencapai $3.500–3.700 akhir 2025. Di Indonesia, harga emas Antam diperkirakan dapat mencapai Rp2–2,1 juta per gram.
SBN: Stabilitas dengan Imbal Hasil Kompetitif
Yield SBN diperkirakan akan naik akibat risiko geopolitik, menekan harga SBN di pasar sekunder. Namun, SBN ritel tetap menarik untuk investor ritel (individu).
Ditjen PPR Kementerian Keuangan dijadwalkan akan menerbitkan SBN seri Saving Bond Retail (SBR) seri SBR014 dengan tenor 2 dan 4 tahun, dan akan ditawarkan secara publik pada tanggal 14 Juli – 7 Agustus 2025. Investor yang berminat dan sudah memiliki dananya, dapat menempatkan dananya di reksa dana pasar yang sambil menunggu masa penawaran SBR dimulai.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.