tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- IHSG Terpuruk, Dipicu Oleh Deflasi 0,37% di Bulan Mei 2025
- Deflasi Indonesia Lebih Besar dari Perkiraan
- Pasar Obligasi Melemah Tipis Walau Deflasi Lebih Tinggi dari Perkiraan
- Rupiah Menguat, Kontras dengan USD Index yang Melemah
- Harga Emas Melonjak Naik Karena Ketegangan Global dan Melemahnya US Dollar
- SBN Syariah seri Sukuk Ritel SR022 sudah bisa dibeli di tanamduit! Kupon (imbal hasil) 6,45%/tahun untuk tenor 3 tahun (SR022-T3) dan 6,55%/tahun untuk tenor 5 tahun (SR022-T5).
- Kupon SR022 menjadi kupon Sukuk Ritel tertinggi sejak tahun 2020!
- Kupon (imbal hasil) SR022 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
- Masa penawaran SR022: 16 Mei–18 Juni 2025.
Investasi SR022 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 2 Juni 2025.
IHSG Terpuruk, Dipicu oleh Deflasi 0,37% di Bulan Mei 2025
Senin, 2 Juni lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,54% ke level 7.065,07, menjadi bursa terlemah di Asia.
Penurunan IHSG dipicu oleh data ekonomi Indonesia yang mengecewakan, khususnya deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025, yang jauh lebih tinggi dari prediksi sebesar 0,17%.
Tak hanya itu, surplus neraca perdagangan April yang merosot ke US$160 juta, terendah dalam lima tahun, turut menjadi faktor.
Pada perdagangan Senin (2/6), sebanyak 453 saham turun dan hanya 195 saham yang menguat. Total transaksi berjumlah senilai Rp22,24 triliun, melibatkan 26,4 miliar saham.
Sektor keuangan, utilitas, dan properti terpukul keras. Masing-masing sektor ini turun sebesar 3,18%, 3,26%, dan 1,65%.
Saham dari bank-bank besar seperti BBRI, BBCA, dan BMRI menjadi pemberat utama IHSG. Sementara itu, saham seperti PT Royaltama Mulia Kontraktorindo Tbk, justru melonjak 34,4%.
Dalam konteks deflasi, Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa faktor yang memicu deflasi adalah penurunan harga makanan dan minuman, menandakan daya beli masyarakat melemah. Tak hanya itu, lonjakan impor 21,84% dibandingkan ekspor 5,76% di April, turut memperparah sentimen negatif.
Sebagai solusi, pemerintah mengumumkan lima insentif ekonomi baru untuk Juni-Juli 2025 guna meningkatkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi. Namun, tidak adanya diskon tarif listrik 50% mengecewakan pasar.
Berbeda dengan IHSG, bursa Asia seperti Vietnam dan Filipina menguat tipis. Investor disarankan berhati-hati, memantau data ekonomi lanjutan, dan memilih investasi aman seperti obligasi untuk mengelola risiko di tengah ketidakpastian ini. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)
Deflasi Indonesia Lebih Besar dari Perkiraan
Pada Mei 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,37% dibandingkan bulan sebelumnya, lebih dalam dari perkiraan ekonom sebesar 0,17%.
Deflasi ini, yang merupakan kali ketiga di tahun 2025, dipicu oleh penurunan harga pangan seperti cabai merah, cabai rawit, bawang, dan kelompok makanan-minuman (deflasi 1,40%).
Secara tahunan, inflasi mencapai 1,6%, melambat dibandingkan Mei 2024.
Deflasi menandakan melemahnya daya beli masyarakat, yang berdampak pada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,54% ke level 7.065,07 pada 2 Juni 2025.
Selain itu, surplus neraca perdagangan April 2025 hanya mencapai US$160 juta, terendah dalam lima tahun, jauh di bawah prediksi pasar sebesar US$2,8 miliar. Lonjakan impor sebesar 21,84% ke US$20,59 miliar, terutama barang konsumsi dan bahan baku, melebihi kenaikan ekspor 5,76% ke US$20,74 miliar.
Surplus yang mengecil ini memperburuk sentimen pasar, terutama karena impor non-migas melonjak 29,86%. Data ini, menurut BPS, mencerminkan tantangan ekonomi domestik di tengah dinamika global.
Menanggapi kondisi ini, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengumumkan akan memberlakukan lima insentif ekonomi baru untuk Juni-Juli 2025. Hal ini dilakukan guna meningkatkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025.
Namun, ketiadaan diskon tarif listrik 50%, yang sebelumnya dijanjikan, mengecewakan pasar.
Meski demikian, insentif ini diharapkan dapat mengatasi dampak deflasi dan melemahnya neraca perdagangan, meskipun detail kebijakan tidak diuraikan secara lengkap.
Dalam situasi ini, investor disarankan untuk memantau efektivitas insentif pemerintah dan data ekonomi lanjutan, sambil memilih investasi aman seperti obligasi untuk mengelola risiko di tengah ketidakpastian.
Pasar Obligasi Indonesia Melemah Tipis Walau Deflasi Lebih Tinggi dari Perkiraan
Pada Senin, 2 Juni 2025, harga Surat Utang Negara (SUN) melemah, dengan imbal hasil SUN 5 tahun naik tipis ke 6,43% dan SUN 10 tahun ke 6,84%, sejalan dengan data Bloomberg yang mencatat imbal hasil 10 tahun di 6,87%.
Kenaikan ini dipicu oleh tekanan ekonomi domestik, seperti deflasi 0,37% pada Mei dan surplus neraca perdagangan April yang hanya US$160 juta, terendah dalam lima tahun.
Namun, volume transaksi SUN melonjak ke Rp27,3 triliun, didominasi seri FR0103 dan FR0107, menunjukkan minat investor tetap tinggi meski pasar saham (IHSG) turun 1,54%.
Pemerintah mengumumkan stimulus ekonomi Rp24,4 triliun untuk subsidi transportasi, upah, dan pangan, serta efisiensi belanja sosial yang bisa hemat Rp101–127 triliun.
Rupiah sedikit menguat 0,45% ke Rp16.253 per dolar AS, didukung sentimen global dari penundaan tarif AS-Uni Eropa hingga 9 Juli 2025. Namun, kenaikan imbal hasil obligasi AS (5 tahun ke 4,01%, 10 tahun ke 4,46%) dan Credit Default Swap Indonesia (80 basis poin) menambah tekanan pada pasar obligasi lokal.
Lelang SUN pada 3 Juni 2025 menargetkan Rp26 triliun, dengan potensi maksimal Rp39 triliun. Dengan incoming bid lelang sebelumnya mencapai Rp108,3 triliun, diperkirakan lelang kali ini akan menarik Rp70–100 triliun. (BNI Sekuritas)
Investor disarankan untuk memantau hasil lelang dan data ekonomi global, seperti imbal hasil obligasi AS, serta memilih SUN tenor pendek atau reksa dana obligasi untuk stabilitas di tengah ketidakpastian pasar.
Rupiah Menguat, Kontras dengan USD Index yang Melemah
Pada Senin, 2 Juni 2025, rupiah ditutup menguat 0,45% ke level Rp16.253 per dolar AS, naik 73,5 poin dari hari sebelumnya.
Penguatan rupiah sejalan dengan melemahnya dolar AS (indeks DXY turun 0,56% ke 98,77). Selain itu, naiknya mata uang Asia lain seperti yen Jepang (naik 0,79%) dan baht Thailand (naik 0,97%), turut dukung penguatan rupiah.
Penurunan dolar AS dipicu oleh ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, terutama setelah tuduhan Presiden Donald Trump bahwa China melanggar kesepakatan dagang, yang dibantah keras oleh Beijing.
Di dalam negeri, sektor manufaktur Indonesia masih lemah, dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur berada di level 47,4 pada Mei 2025, meski sedikit membaik dari 46,7.
Selain itu, penurunan permintaan permintaan dan produksi yang terparah dalam hampir empat tahun, serta kinerja ekspor yang lesu, turut membebani ekonomi.
Namun, pemerintah berencana untuk meluncurkan stimulus Rp24,4 triliun di bulan Juni-Juli 2025 dengan fokus pada subsidi transportasi dan upah, guna meningkatkan daya beli masyarakat di tengah deflasi.
Pengamat memperkirakan rupiah masih berpotensi menguat, didorong oleh melemahnya dolar dan stimulus pemerintah.
Meski demikian, investor perlu waspada terhadap ketegangan perdagangan AS-China dan data ekonomi global. Memilih investasi aman seperti obligasi negara atau reksa dana pasar uang dapat membantu menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian ini. (Bisnis)
Harga Emas Melonjak Naik Karena Ketegangan Global dan Melemahnya US Dollar
Harga emas melonjak 2,5% ke atas US$3.370 per ons pada Senin, 2 Juni 2025, mencapai level tertinggi dalam tiga pekan.
Lonjakan harga emas terjadi karena investor mencari aset aman di tengah ketegangan geopolitik dan ekonomi.
Selain itu, penurunan dolar AS sebesar 0,7% juga membuat emas lebih menarik bagi pembeli asing.
Terlebih, rencana Presiden Donald Trump untuk menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50% mulai 4 Juni memperburuk ketegangan perdagangan dengan China. Tuduhan Trump bahwa China melanggar kesepakatan dagang, dibalas dengan bantahan keras dari Beijing, menambah ketidakpastian pasar global.
Konflik Rusia-Ukraina juga memanas setelah serangan drone Ukraina menghancurkan lebih dari 40 pesawat Rusia, memicu serangan balasan dari Moskow.
Ketidakstabilan ini, ditambah antisipasi data ekonomi AS, pertemuan Bank Sentral Eropa, dan negosiasi AS-China, mendorong minat pada emas.
Di Indonesia, penguatan rupiah ke Rp16.253 per dolar AS memberikan peluang untuk membeli emas dengan harga lebih terjangkau.
Namun, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dan memantau perkembangan global sambil mempertimbangkan emas sebagai pelindung nilai. (Trading Economics)
Factors to Watch (Faktor yang Perlu Diperhatikan)
Faktor Global yang Perlu Diperhatikan:
- Ketegangan Perdagangan
- Penundaan tarif AS terhadap Uni Eropa hingga 9 Juli 2025, dan perpanjangan pengecualian tarif untuk China hingga 31 Agustus 2025, meredakan ketegangan, melemahkan indeks dolar AS (DXY turun 0,63% ke 98,7). Namun, tuduhan Trump terhadap China atas pelanggaran kesepakatan dagang meningkatkan ketidakpastian, mendorong harga emas naik 2,5% ke atas US$3.370/ons.
2. Geopolitik
- Eskalasi konflik Rusia-Ukraina, dengan serangan drone Ukraina dan balasan Rusia, meningkatkan permintaan emas sebagai aset aman.
3. Obligasi AS:
Kenaikan imbal hasil obligasi AS (10 tahun ke 4,46%) menekan pasar obligasi global, termasuk Indonesia. Investor menanti data manufaktur China dan laporan lapangan kerja AS (JOLTS).
Nasional:
- Data Ekonomi:
- Deflasi 0,37% pada Mei 2025 dan surplus neraca perdagangan April hanya US$160 juta (terendah dalam 5 tahun) melemahkan IHSG (turun 1,54% ke 7.065,07) dan menekan daya beli. PMI Manufaktur di 47,4 menunjukkan kontraksi, meski sedikit membaik.
2. Rupiah dan Obligasi:
- Deflasi 0,37% pada Mei 2025 dan surplus neraca perdagangan April hanya US$160 juta (terendah dalam 5 tahun) melemahkan IHSG (turun 1,54% ke 7.065,07) dan menekan daya beli. PMI Manufaktur di 47,4 menunjukkan kontraksi, meski sedikit membaik.
3. Stimulus Pemerintah:
- Paket insentif untuk transportasi, upah, dan pangan diharapkan jaga pertumbuhan ekonomi di 4,8–5%, meski ada risiko resesi jika kontraksi berlanjut.
Rekomendasi Investasi:
1. Reksa Dana:
- Pemula atau Investor Konservatif (Risk Averse, Toleransi Risiko Rendah): Pilih reksa dana pasar uang atau reksa dana pendapatan tetap, memanfaatkan stabilitas harga SBN dan likuiditas uang di pasar.
- Investor Moderat atau Menengah (Toleransi Risiko Sedang): Pilih reksa dana campuran yang punya komposisi obligasi lebih besar dari saham. Atau, pilih kombinasi reksa dana obligasi 60% dan reksa dana saham dan indeks saham 40%. Tujuannya adalah untuk memperoleh pertumbuhan yang stabil dari portfolio obligasi dan memanfaatkan momentum kenaikan IHSG.
- Investor Agresif (Toleransi Risiko Tinggi): Fokus pada reksa dana saham dan indeks saham 60%-70% untuk jangka menengah dan panjang.
2. Emas:
Ketegangan geopolitik dan kebijakan tarif Trump masih menjadi penyebab ketidakpastian global. Harga emas masih berpotensi naik ke USD3.700 di akhir 2025 (menurut Goldman Sachs). Alokasikan 10–15% portofolio untuk semua profil risiko.
3. Surat Berharga Negara (SBN):
Alokasikan 20–30% untuk konservatif, 15% untuk moderat, 10% untuk agresif.
Investor dapat mempertimbangkan SBN Syariah seri Sukuk Ritel SR022, dengan tenor 3 dan 5 tahun, yang sudah bisa dibeli di tanamduit sejak 16 Mei 2025.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.