fb-logo
Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Breakfast News: 4 Juni 2025

tanamduit Breakfast News: 4 Juni 2025

oleh | Jun 4, 2025

tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.

Ringkasan Market Update:

  • IHSG Tertekan Akibat Data Ekonomi yang Lemah
  • Rupiah Tertekan Karena Dolar AS Menguat dan Ekonomi Domestik Melemah
  • Pasar SUN 3 Juni 2025: Minat Investor Tetap Tinggi Meski Ada Tekanan Ekonomi
  • Emas Turun Tipis, Dipicu Dolar AS yang Menguat dan Ketegangan Global yang Mereda
  • Obligasi AS Stabil dan US Dollar Index Menguat, Tanda-Tanda Suku Bunga AS Belum Akan Turun
SBN Seri Sukuk Ritel SR022, Sumber Passive Income Syariah Terbaik!
  • SBN Syariah seri Sukuk Ritel SR022 sudah bisa dibeli di tanamduit! Kupon (imbal hasil) 6,45%/tahun untuk tenor 3 tahun (SR022-T3) dan 6,55%/tahun untuk tenor 5 tahun (SR022-T5).
  • Kupon SR022 menjadi kupon Sukuk Ritel tertinggi sejak tahun 2020!
  • Kupon (imbal hasil) SR022 dibayar setiap bulan di tanggal 10, modal dikembalikan saat jatuh tempo.
  • Masa penawaran SR022: 16 Mei–18 Juni 2025.

Investasi SR022 di tanamduit, bonus total jutaan rupiah!

Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 3 Juni 2025.

data-market-update-4-juni-2025

IHSG Tertekan Akibat Data Ekonomi yang Lemah

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,29% ke level 7.044,82 pada Selasa, 3 Juni 2025, meski sempat menguat di pagi hari.

Sebanyak 353 saham melemah, 261 menguat, dan 193 stagnan, dengan total transaksi mencapai Rp14,49 triliun, melibatkan 24,85 miliar saham.

Sektor utilitas, teknologi, dan industri memimpin penurunan, sementara properti dan kesehatan sedikit menguat. Saham seperti DCI Indonesia (DCII) dan Chandra Asri (TPIA) menjadi pemberat utama, meskipun saham AMRT dan BRPT berusaha menahan penurunan.

Pelemahan IHSG dipicu oleh data ekonomi Indonesia yang lemah, termasuk deflasi 0,37% pada Mei 2025 dan surplus neraca perdagangan April yang hanya US$150 juta, terendah sejak Mei 2020. Surplus neraca terjadi akibat impor melonjak 21,84% sementara ekspor hanya naik 5,76%.

Tak hanya itu, rupiah juga tertekan, melemah ke Rp16.290 per dolar AS.

Rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia siang itu, karena kekhawatiran lonjakan impor dapat memperlebar defisit transaksi berjalan. Aktivitas manufaktur yang terus berkontraksi (PMI 47,4) turut memperburuk sentimen.

Pemerintah telah meluncurkan stimulus Rp24,4 triliun untuk meningkatkan daya beli, namun investor tetap berhati-hati.

Jika tren impor berlanjut, rupiah bisa tertekan hingga Rp16.900 per dolar AS. Investor disarankan untuk memantau data ekonomi dan memilih investasi aman, seperti obligasi negara atau reksa dana pasar uang, untuk mengelola risiko di tengah ketidakpastian ini. (CNBC Indonesia, Bloomberg Technoz)

Rupiah Tertekan Karena Dolar AS Menguat dan Ekonomi Domestik Melemah

Rupiah melemah 0,34% ke Rp16.308,7 per dolar AS pada Selasa, 3 Juni 2025, seiring penguatan indeks dolar AS (DXY) sebesar 0,24% ke 98,94.

Mayoritas mata uang Asia, seperti yen Jepang dan baht Thailand, juga loyo. Penguatan dolar didorong oleh sentimen positif, meski dibayangi kekhawatiran utang AS yang meningkat dan rencana pemotongan pajak kontroversial Trump.

Ketegangan geopolitik, seperti serangan drone Ukraina ke Rusia, serta kontraksi manufaktur China pada Mei 2025, turut membebani pasar global.

Di dalam negeri, deflasi 0,37% pada Mei 2025, yang ketiga tahun ini, menandakan masyarakat menahan belanja, mengancam pertumbuhan ekonomi kuartal II di bawah 5%.

Surplus neraca perdagangan April hanya US$160 juta, jauh menurun dari US$4,33 miliar, menambah tekanan.

Dengan stimulus pemerintah Rp24,4 triliun yang diumumkan untuk meningkatkan daya beli, investor disarankan waspada terhadap fluktuasi rupiah (diprediksi Rp16.300–Rp16.370) dan memilih investasi aman seperti obligasi negara atau reksa dana pasar uang. (Bisnis)

Pasar SUN 3 Juni 2025: Minat Investor Tetap Tinggi Meski Ada Tekanan Ekonomi

Pada Selasa, 3 Juni 2025, pasar Surat Utang Negara (SUN) Indonesia menunjukkan aktivitas tinggi dengan lelang SUN yang digelar oleh Kementerian Keuangan, menargetkan penjualan sebesar Rp26 triliun dan potensi maksimal Rp39 triliun.

Berdasarkan laporan, imbal hasil SUN 10 tahun stabil di sekitar 6,84%–6,87%. Sementara itu, SUN tenor pendek seperti 1 tahun tetap diminati investor defensif.

Volume transaksi di pasar sekunder mencapai Rp27,3 triliun pada hari sebelumnya, dengan seri FR0103 dan FR0107 paling aktif, menunjukkan kepercayaan investor terhadap SUN meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,29% ke 7.044,82.

Tekanan ekonomi domestik, seperti deflasi 0,37% pada Mei 2025 dan surplus neraca perdagangan April yang hanya US$150 juta, serta pelemahan rupiah ke Rp16.290 per dolar AS, memengaruhi sentimen pasar.

Namun, stimulus pemerintah sebesar Rp24,4 triliun dan kebijakan likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp80 triliun mendukung stabilitas SUN.

Investor disarankan untuk memilih SUN tenor pendek atau reksa dana berbasis obligasi untuk mengelola risiko di tengah ketidakpastian global, termasuk kenaikan imbal hasil obligasi AS (10 tahun di 4,46%). (Tempo)

Emas Turun Tipis, Dipicu Dolar AS yang Menguat dan Ketegangan Global yang Mereda

Harga emas turun di bawah US$3.360 per ons pada Selasa, 3 Juni 2025, setelah sempat melonjak 2,8% pada Senin, kenaikan harian terbesar sejak awal Mei.

Penurunan ini dipicu oleh sedikit penguatan dolar AS (indeks DXY naik 0,24% ke 98,94), yang membuat emas kurang menarik bagi pembeli asing.

Pada Senin, emas melonjak karena ketegangan perdagangan AS-China memanas setelah saling tuduh melanggar kesepakatan dagang, ditambah ancaman Trump menggandakan tarif baja dan aluminium mulai 4 Juni, serta eskalasi konflik Rusia-Ukraina.

Pasar kini menanti pertemuan potensial Trump dan Xi Jinping akhir minggu ini, yang bisa meredakan ketegangan perdagangan.

Perundingan damai Rusia-Ukraina pada Senin gagal mencapai kemajuan. Namun, harapan terkait adanya dialog global sedikit menenangkan investor, menekan permintaan emas sebagai aset aman.

Di Indonesia, dengan rupiah di Rp16.290 per dolar AS, investor disarankan memantau perkembangan global dan mempertimbangkan emas sebagai lindung nilai, sambil membeli bertahap untuk mengelola risiko volatilitas (naik-turun harga). (Trading Economics)

Obligasi AS Stabil dan US Dollar Index Menguat, Tanda-Tanda Suku Bunga AS Belum Akan Turun

Imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun bergerak di sekitar 4,4% pada Selasa, 3 Juni 2025, karena investor memantau prospek ekonomi global dan menanti perkembangan perdagangan.

Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) menurunkan prediksi pertumbuhan global akibat hambatan perdagangan, ketidakpastian kebijakan, dan melemahnya kepercayaan bisnis.

Ketegangan perdagangan AS-China meningkat setelah saling tuduh melanggar kesepakatan, dengan pasar menanti pertemuan Presiden Donald Trump dan Xi Jinping akhir minggu ini.

Di AS, data lowongan kerja (JOLTS) menunjukkan kenaikan ke 7,39 juta pada April, tetapi pesanan pabrik turun 3,7%, menandakan kelemahan manufaktur.

Sementara itu, Indeks dolar AS (DXY) naik ke 99,1, didukung oleh data tenaga kerja AS yang kuat, meski tetap dekat level terendah enam minggu karena kekhawatiran pertumbuhan global.

Federal Reserve diperkirakan mempertahankan suku bunga bulan ini, dengan pejabat seperti Presiden Fed Atlanta menegaskan sikap hati-hati hingga inflasi terkendali. Tekanan dari Trump untuk memangkas suku bunga diabaikan, sementara OECD memproyeksikan pertumbuhan PDB AS hanya 1,6% pada 2025. (Trading Economics)

Di Indonesia, tekanan ini memengaruhi rupiah (Rp16.290 per dolar AS) dan pasar obligasi lokal, dengan imbal hasil SBN (Surat Berharga Negara, obligasi pemerintah RI) bertenor 10 tahun di 6,84%.

Kondisi global yang tidak pasti mendorong investor Indonesia untuk berhati-hati.

Di tengah situasi ini, investor disarankan untuk memantau hasil pertemuan AS-China dan data ekonomi AS, serta memilih investasi aman seperti Surat Berharga Negara (SBN) tenor pendek atau reksa dana pasar uang untuk stabilitas.

Emas, yang turun di bawah US$3.360 per ons, juga bisa dipertimbangkan sebagai lindung nilai jika ketegangan meningkat.

Factors to Watch (Faktor yang Perlu Diperhatikan)

Faktor Global yang Perlu Diperhatikan:

  1. Ketegangan Perdagangan AS-China:
  • Tuduhan saling melanggar kesepakatan dagang dan tarif AS baru (baja dan aluminium naik 50% mulai 4 Juni) meningkatkan ketidakpastian. Pertemuan Trump-Xi Jinping akhir minggu ini menjadi kunci. Dampak: Volatilitas IHSG tetap tinggi, Rupiah melemah dan potensi aliran modal keluar dari Bursa Efek Indonesia.

2. Geopolitik:

  • Konflik Rusia-Ukraina tanpa kemajuan damai mendorong emas sebagai aset aman, meski turun di bawah US$3.360/ons akibat dolar naik 0,24% ke 99,1. Dampak: Harga emas tetap menarik di Indonesia, tetapi fluktuatif karena rupiah yang juga fluktuatif.

3. Ekonomi Global:

  • OECD memangkas proyeksi pertumbuhan global (PDB AS 1,6% pada 2025), dan kontraksi manufaktur China (Purchasing Managers’ Index/ PMI 48,3) mengancam ekspor Indonesia (batu bara, nikel). Imbal hasil obligasi AS 10 tahun di 4,4% menekan SBN. Dampak: Pasar obligasi lokal tertekan, imbal hasil SBN 10 tahun naik.

4. Kebijakan Fed:

  • Sikap hati-hati Federal Reserve untuk tahan suku bunga, didukung data JOLTS (lowongan kerja naik ke 7,39 juta), memperkuat dolar. Dampak: Rupiah dan IHSG tertekan, investor cenderung defensif.

Nasional:

  1. Data Ekonomi:
  • Deflasi 0,37% pada Mei 2025 dan surplus neraca perdagangan April US$150 juta (terendah dalam 5 tahun) akibat impor melonjak 21,84% (dari China naik 53,71%) menunjukkan lemahnya daya beli. PMI Manufaktur 47,4 menandakan kontraksi. Dampak: IHSG lemah, investor asing keluar, dan risiko resesi teknikal mengintai.

    2. Rupiah dan Pasar:

    • Intervensi Bank Indonesia menahan pelemahan rupiah di Rp16.290, tetapi tetap tertekan. SBN stabil, didukung lelang SUN 3 Juni (target Rp26 triliun). Dampak: SBN menarik untuk investor konservatif, saham berisiko tinggi.

    3. Stimulus Pemerintah:

    • Insentif Rp24,4 triliun untuk transportasi dan upah diharapkan jaga pertumbuhan 4,8–5%, tetapi efeknya terbatas jika impor terus naik. Dampak: Sentimen pasar saham dan obligasi sedikit membaik, tetapi investor tetap hati-hati.

        Rekomendasi Investasi:

        1. Reksa Dana:

        • Pemula atau Investor Konservatif (Risk Averse, Toleransi Risiko Rendah):
        • Alokasikan 80% ke reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap untuk stabilitas, memanfaatkan imbal hasil SBN dan likuiditas BI. Cocok di tengah volatilitas IHSG.
        • Investor Moderat (Toleransi Risiko Sedang):
        • Investasikan 60% ke reksa dana campuran yang memiliki portfolio obligasi >50% untuk stabilitas NAB dan pendapatan, serta menahan volatilitas IHSG.
        • Investor Agresif (Toleransi Risiko Tinggi): 
        • Alokasikan 60%-70% ke reksa dana saham dan indeks saham yang memiliki portofolio saham komoditas atau energi tahan banting, dengan 20%-30% di reksa dana pasar uang, pendapatan tetap dan SBN, serta 10%-15% di emas untuk diversifikasi.

        2. Emas:

        Emas turun di bawah US$3.360/ons, tetapi risiko geopolitik dan perdagangan mendukung daya tarik jangka panjang. Harga lokal fluktuatif akibat rupiah lemah.

        Rekomendasi: Alokasikan 10–15% portofolio untuk semua profil risiko sebagai lindung nilai, beli bertahap. Jika pertemuan AS-China gagal, emas berpotensi naik.

        3. Surat Berharga Negara (SBN):

        SBN tenor pendek stabil, didukung lelang SUN 3 Juni dan stimulus pemerintah. Imbal hasil SBN 10 tahun di 6,84% kompetitif.

        Alokasikan 20–30% untuk konservatif, 15% untuk moderat, 10% untuk agresif.

        Investor dapat mempertimbangkan SBN Syariah seri Sukuk Ritel SR022, dengan tenor 3 dan 5 tahun, yang sudah bisa dibeli di tanamduit sejak 16 Mei 2025.

        Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

        DISCLAIMER:

        Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

        PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

        Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

         

         

         

        tanamduit team

        tanamduit adalah aplikasi investasi reksa dana, emas, dan Surat Berharga Negara (SBN) yang telah berizin dan diawasi oleh OJK.

        banner-download-mobile