tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Market Update:
- Kelesuan Konsumsi Ancam Pertumbuhan Ekonomi dan IHSG
- IHSG Naik 0,57% Didorong Sektor Properti dan Saham IPO
- Harga Obligasi Negara Stabil, Didukung Sentimen Global Positif
- Tarif Dagang dan Ekspektasi Suku Bunga Dorong Pergerakan Obligasi AS
- Harga Emas Dunia Naik karena Ketidakpastian Suku Bunga dan Tarif Dagang
Berikut adalah data-data indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi per tanggal 9 Juli 2025.
Kelesuan Konsumsi Ancam Pertumbuhan Ekonomi dan IHSG
Dilansir dari Bloomberg Technoz, penjualan eceran di Indonesia mengalami penurunan signifikan pada Mei 2025, dengan kontraksi 1,3% secara bulanan, lebih buruk dari perkiraan awal 0,6%.
Pertumbuhan tahunan juga melambat, hanya mencapai 1,9%, jauh di bawah ekspektasi 2,6%. Meski ada sedikit perbaikan pada Juni dan Juli akibat libur sekolah dan Hari Kemerdekaan, kinerja ritel diprediksi kembali lesu pada September dan Oktober karena minimnya faktor musiman.
Kelesuan ini mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat akibat penurunan penghasilan, seperti ditunjukkan oleh survei konsumen yang mencatat tingkat keyakinan konsumen terendah sejak September 2022.
Sektor yang paling terdampak meliputi peralatan informasi dan komunikasi (kontraksi 27,4% tahunan), pakaian, perlengkapan rumah tangga, serta makanan dan minuman.
Kota-kota besar seperti Medan, Bandung, Surabaya, dan Jakarta mencatat penurunan indeks penjualan riil, dengan kontraksi terdalam di Manado pada Juni.
Meski insentif fiskal Rp24,4 triliun telah digelontorkan, dampaknya diragukan mampu memulihkan konsumsi rumah tangga. Ekspektasi inflasi yang rendah memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan (BI-rate) guna mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti diungkapkan Gubernur BI Perry Warjiyo.
Kondisi ini berpotensi menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terutama pada sektor konsumer seperti ritel, teknologi informasi, dan barang konsumsi.
Penurunan daya beli dapat mengurangi pendapatan perusahaan di sektor-sektor ini, sehingga menekan harga saham.
Namun, pelonggaran moneter oleh BI berpotensi memberikan sentimen positif bagi sektor keuangan, khususnya perbankan, karena suku bunga rendah dapat mendorong kredit dan likuiditas.
Jika stimulus moneter dan fiskal efektif, IHSG bisa mendapat dorongan pada kuartal akhir 2025, meski pemulihan konsumsi tetap menjadi kunci.
IHSG Naik 0,57% Didorong Sektor Properti dan Saham IPO
IHSG naik 0,57% ke level 6.943,92 pada Rabu, 9 Juli 2025, melanjutkan tren positif selama tiga hari.
Sebanyak 379 saham menguat, dengan nilai transaksi mencapai Rp10,19 triliun. Sektor properti menjadi pendorong utama, melonjak 5,1%, didukung kenaikan saham Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) sebesar 11,27%.
Saham AMMN dari Grup Salim juga menyumbang besar, naik 4,79% ke Rp8.750.
Kenaikan IHSG juga didorong oleh antusiasme terhadap saham IPO seperti CDIA dan COIN, yang langsung melesat hingga batas atas (auto reject atas) saat perdagangan perdana.
Saham NICE melonjak 24,46% ke Rp575, menambah semangat pasar. Sektor lain seperti keuangan, kesehatan, dan konsumer juga ikut menguat, meskipun sektor teknologi sedikit melemah. Data penjualan ritel yang membaik (tumbuh 1,9% YoY) memberi sinyal positif untuk sektor industri.
Faktor eksternal seperti negosiasi tarif dagang dengan AS dan stabilisasi ekonomi China turut mendukung optimisme pasar.
Jika negosiasi tarif berhasil, IHSG berpotensi terus naik. Sektor properti, keuangan, dan konsumer kemungkinan akan tetap menjadi penggerak utama, didukung oleh aktivitas IPO dan perbaikan aktivitas ekonomi domestik. (CNBC Indonesia, Liputan 6)
Harga Obligasi Negara Stabil, Didukung Sentimen Global Positif
Harga Surat Utang Negara (SUN) pada Rabu, 9 Juli 2025, bergerak bervariasi. Imbal hasil (yield) SUN 5-tahun tetap di 6,20%, sedangkan SUN 10-tahun naik tipis ke 6,59%.
Volume transaksi SUN melonjak menjadi Rp30,2 triliun, dengan seri FR0103 dan FR0104 paling aktif. Obligasi korporasi juga diperdagangkan senilai Rp2,5 triliun. Namun, nilai tukar rupiah melemah 0,32% menjadi Rp16.258 per dolar AS, menunjukkan tekanan pada mata uang domestik.
Pasar obligasi diprediksi stabil karena sentimen global positif. Yield obligasi AS (US Treasury) turun, dengan UST 5-tahun di 3,92% dan 10-tahun di 4,34%. Risiko gagal bayar Indonesia (CDS) juga menurun ke 74 basis poin. Kondisi ini mendukung permintaan yang kuat untuk SUN dalam rupiah, memberikan peluang investasi yang menarik di pasar obligasi domestik. (BNI Sekuritas)
Tarif Dagang dan Ekspektasi Suku Bunga Dorong Pergerakan Obligasi AS
Dilansir dari Trading Economics, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun turun ke 4,35% pada Rabu, 9 Juli 2025, seiring pasar yang mencerna kebijakan tarif dagang baru dari Presiden Trump.
Notulen rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan sebagian besar pejabat Federal Reserve mendukung beberapa pemotongan suku bunga tahun 2025 ini, kemungkinan mulai September dan Desember.
Namun, beberapa anggota khawatir dengan diimplementasikannya tarif baru, seperti pada tembaga, semikonduktor, dan farmasi, dapat memicu inflasi AS, sehingga menahan pemotongan suku bunga USD. Permintaan terhadap obligasi AS tetap kuat di lelang terbaru yang mendukung harga obligasi tetap kuat.
Kebijakan tarif dan sinyal Trump untuk suku bunga yang lebih rendah telah meningkatkan ekspektasi inflasi jangka panjang. Untuk Surat Utang Negara (SUN) Indonesia, yield bisa naik (harga SUN turun) jika inflasi global meningkat akibat implementasi tarif baru, karena investor menuntut imbal hasil yang lebih tinggi.
Namun, harga SUN berpotensi turun jika yield naik, sebab harga obligasi bergerak berlawanan dengan yield.
Sebaliknya, jika ekspektasi suku bunga rendah AS mendominasi, yield SUN bisa stabil atau turun, mendukung harga SUN lebih tinggi di pasar domestik.
Harga Emas Dunia Naik karena Ketidakpastian Suku Bunga dan Tarif Dagang
Harga emas (XAU) kembali naik di atas $3,300 per ons pada Rabu, 9 Juli 2025, setelah sempat turun akibat rilis notulen FOMC.
Pejabat Federal Reserve terpecah soal kapan dan seberapa besar menurunkan suku bunga, dengan beberapa mendukung pemotongan mulai Juli. Sementara itu, beberapa pejabat lainnya menyarankan tidak ada pemotongan hingga 2025.
Suku bunga tetap di 4,25%–4,5% karena Fed masih memantau data ekonomi, seperti inflasi akibat tarif dagang, perlambatan belanja konsumen, dan pasar tenaga kerja yang kuat. Ketidakpastian ini mendorong investor beralih ke emas sebagai aset aman.
Kenaikan harga emas juga dipicu oleh kebijakan tarif baru AS di bawah Presiden Trump, termasuk tarif 50% untuk tembaga, potensi 200% untuk farmasi, dan 10% untuk impor dari negara BRICS, yang berlaku mulai 1 Agustus 2025.Tarif ini diperkirakan meningkatkan inflasi, sehingga membatasi ruang Fed untuk menurunkan suku bunga.
Dengan tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi global, permintaan emas meningkat sebagai lindung nilai, mendorong harganya naik. (Trading Economics)
Faktor Penggerak Pasar:
Global:
- Kebijakan tarif dagang AS di bawah Presiden Trump, seperti tarif 50% untuk tembaga dan 10% untuk impor dari negara BRICS, berpotensi meningkatkan inflasi global, menekan nilai tukar rupiah (tercatat Rp16.258 per dolar AS pada 9 Juli 2025), dan memengaruhi harga emas sebagai aset aman.
- Ekspektasi suku bunga Federal Reserve yang beragam, dengan kemungkinan pemotongan mulai September 2025, dapat menurunkan yield obligasi AS (10-tahun di 4,35%), mendukung kenaikan harga Surat Utang Negara (SUN) dan obligasi korporasi Indonesia.
- Volatilitas pasar saham global, seperti penurunan S&P 500 akibat tarif, juga dapat memengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), meskipun sektor properti dan IPO tetap kuat.
Nasional:
- Di dalam negeri, revisi turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 oleh Kementerian Keuangan (4,7%–5%) dan Bank Indonesia (4,6%–5,4%) mencerminkan kelesuan konsumsi rumah tangga (penjualan ritel turun 1,3% pada Mei 2025) dan PHK (24.046 pekerja hingga April 2025).
- Penurunan produktivitas sektor pengolahan dan ketidakpastian investasi domestik menahan pertumbuhan, menekan IHSG sektor konsumer.
- Penurunan suku bunga BI ke 5,5% dan cadangan devisa yang kuat menjaga stabilitas rupiah dan harga SUN (yield 10-tahun di 6,59%). Namun, risiko fiskal dapat meningkatkan yield obligasi korporasi.
Rekomendasi Investasi:
1. Jangka Pendek (Hingga 1 tahun):
- Reksa dana pasar uang menawarkan imbal hasil stabil (4–6%) untuk menghindari volatilitas IHSG. Emas cocok sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan rupiah (target $3,500/ons). SUN tenor pendek (1–3 tahun) memberikan yield sekitar 6% dengan risiko rendah, didukung sentimen global positif. SBN seri SBR014 yang akan ditawarkan secara publik mulai 14 Juli mendatang dengan kupon indikatif (perkiraan kupon) 6,45% per tahun (net 5,805%) dapat menjadi pilihan tepat.
2. Jangka Menengah (1-5 tahun):
- Reksa dana campuran dengan portofolio saham yang fokus pada sektor properti dan keuangan, untuk menangkap potensi proyeksi IHSG ke 7,200–7,500, dan portofolio obligasi yang kinerjanya relatif stabil untuk menahan volatilitas saham. Emas tetap relevan untuk diversifikasi. Reksa dana pendapatan tetap yang berisi portofolio SUN dan obligasi korporasi tenor menengah (5–10 tahun) dengan return 7-8% juga dapat menjadi pilihan investasi.
3. Jangka Panjang (>5 tahun):
- Reksa dana saham ideal untuk investor agresif yang meyakini bahwa dalam jangka panjang situasi geopolitik membaik, negara-negara secara global sudah beradaptasi dengan tarif perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi lebih stabil. Emas melindungi nilai aset jangka panjang. Reksa dana pendapatan tetap yang memiliki tenor atau durasi lebih dari 10 tahun cocok untuk investor konservatif yang ingin investasi jangka panjang, dengan yield stabil dan risiko default rendah.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.