tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market pada minggu 14-18 Juli 2025 dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Weekly Market Recap:
- Peristiwa Penting 14-18 Juli 2025: BI Rate Turun 25 bps ke 5,25%, US Fed Fund Rate Tetap di 4,25%-4,50%, Tarif Impor AS dari Indonesia 19%
- IHSG 14-18 Juli 2025 Naik 3,75% Karena Kesepakatan Perdagangan dan Kebijakan Moneter
- Perbedaan Pergerakan Indeks Saham Indonesia 14-18 Juli 2025
- Harga SUN Turun Akibat Sentimen Global Meski BI Rate Diturunkan
- Harga US Treasury Turun Didorong Ketegangan Perdagangan dan Data Inflasi
Berikut adalah rangkuman kinerja indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi pada pekan 14-18 Juli 2025, beserta data kinerja terbaru per tanggal 18 Juli 2025.
Peristiwa Penting 14-18 Juli 2025: BI Rate Turun 25 bps ke 5,25%, US Fed Fund Rate Tetap di 4,25%-4,50%, Tarif Impor AS dari Indonesia 19%
Pada 15 Juli 2025, Indonesia dan AS sepakat menurunkan tarif impor untuk Indonesia menjadi 19% dari ancaman 32%, termasuk pembelian produk energi dan 50 pesawat Boeing senilai $15 miliar, meningkatkan kepercayaan ekonomi.
Namun, Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga di 4,25-4,5%, menguatkan dolar dan menekan rupiah ke Rp16.600, sebelum Bank Indonesia (BI) menstabilkannya ke Rp16.550.
Pada 16 Juli, BI menurunkan BI Rate ke 5,25% untuk dorong pertumbuhan ekonomi melalui kredit murah. Pemerintah jaga defisit APBN di atas 2,53% PDB, dengan insentif bebas PPN perumahan untuk tingkatkan daya beli, menargetkan pertumbuhan ekonomi 5% pada 2025.
Peristiwa lain adalah kebijakan makroprudensial BI, seperti insentif kredit untuk UMKM dan properti, serta kenaikan harga minyak global akibat ketegangan Timur Tengah, yang memengaruhi biaya impor. Sinergi kebijakan moneter dan fiskal menjaga ketahanan ekonomi Indonesia di tengah prediksi pertumbuhan global melambat ke 2,8% oleh IMF.
IHSG 14-18 Juli 2025 Naik 3,75% Karena Kesepakatan Perdagangan dan Kebijakan Moneter
Pada 14-15 Juli 2025, IHSG naik sekitar 2% sebelum penurunan BI Rate pada 16 Juli.
Kenaikan ini dipicu oleh kesepakatan awal Indonesia-AS yang menurunkan tarif impor menjadi 19% dari ancaman 32%, termasuk pembelian produk energi dan 50 pesawat Boeing. Hal ini meningkatkan kepercayaan investor pada saham ekspor seperti PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP).
Ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter longgar Bank Indonesia juga mendorong optimisme, meskipun penguatan dolar AS karena Federal Reserve mempertahankan suku bunga di 4,25-4,5% menekan rupiah ke Rp16.600 sebelum stabil di Rp16.550.
Total transaksi saham mencapai Rp83,1 triliun, rata-rata harian Rp16,62 triliun, dengan volume 25,75 miliar saham.
Investor asing mencatat jual bersih Rp1,6 triliun, terutama pada saham teknologi. Namun, saham besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI, naik 4,2%), dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM, naik 3,8%) tetap kuat, didukung insentif fiskal seperti bebas PPN perumahan.
Di sisi lain, investor domestik mendominasi pembelian pada 14-15 Juli, mendorong IHSG.
Penguatan IHSG berlanjut hingga ditutup pada 7.311,91 poin pada 18 Juli, didukung penurunan BI Rate ke 5,25%.
Perdagangan saham non-fundamental melonjak, dengan sektor properti dan teknologi naik masing-masing 1,6% dan 1%. Sementara itu, sektor kesehatan turun 1,8%. Peluncuran indeks ESG baru menarik investor berkelanjutan, menambah semarak pasar.
Perbedaan Pergerakan Indeks Saham Indonesia 14-18 Juli 2025
- IHSG/JCI naik 3,75% menjadi 7.311,92 poin, mencerminkan optimisme luas dari penurunan BI Rate ke 5,25% pada 16 Juli dan kesepakatan perdagangan Indonesia-AS yang menurunkan tarif impor menjadi 19%. Indeks ini dipengaruhi oleh beragam saham, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP). Sebaliknya, IDX30, dengan 30 saham likuid seperti BBCA dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), hanya naik 0,21% menjadi 406,97 poin, menunjukkan stabilitas sektor besar yang kurang responsif.
- Bisnis27, berisi saham likuid seperti BBCA, PT Indosat Tbk (ISAT), dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA), naik tipis 0,19% menjadi 503,06 poin, terbatas oleh jual bersih investor asing Rp1,6 triliun pada saham teknologi.
- IDX Syariah, dengan saham syariah seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), naik 1,24% menjadi 242,86 poin, didorong minat investor syariah.
- Namun, SRI-KEHATI, fokus pada saham berkelanjutan seperti BBCA dan PT Kimia Farma Tbk, turun 1,09% menjadi 355,46 poin. SRI-KEHATI tertekan pelemahan sektor kesehatan akibat ketidakpastian global. Perbedaan ini berasal dari daftar dan komposisi portofolio di masing-masing indeks.
Harga SUN Turun Akibat Sentimen Global Meski BI Rate Diturunkan
Penurunan BI Rate ke 5,25% pada 16 Juli 2025 seharusnya menurunkan yield SUN dan mendorong harga naik, karena suku bunga rendah biasanya membuat obligasi lebih menarik.
Namun, harga SUN justru turun, dengan yield 10-tahun naik dari 6,5% menjadi 6,7% pada 18 Juli 2025, karena sentimen pasar lebih dipengaruhi oleh ketidakpastian global.
Kebijakan tarif perdagangan AS, termasuk ancaman 30% tarif pada impor dari Uni Eropa dan Meksiko, meningkatkan kekhawatiran inflasi. Tak hanya itu, penguatan dolar AS akibat Federal Reserve mempertahankan suku bunga di 4,25-4,5% juga menekan rupiah ke Rp16.600 sebelum stabil di Rp16.550, mengurangi daya tarik SUN bagi investor asing.
Nilai transaksi SUN pada 14-17 Juli tercatat sebesar Rp112,5 triliun, menunjukkan aktivitas tinggi saat investor menyesuaikan portofolio.
Penurunan harga terjadi karena investor menjual SUN untuk mengunci keuntungan atau beralih ke aset lain, seperti emas yang naik ke $3.355, akibat ketegangan geopolitik di Ukraina dan inflasi domestik yang naik tipis ke 2,6%.
Meski BI Rate turun untuk dorong pertumbuhan, tekanan global dan ekspektasi inflasi jangka panjang mengalahkan efek positif kebijakan moneter. Alhasil, harga SUN turun, sementara yield-nya naik. Hal ini menjadikan pekan ini menantang bagi pasar obligasi.
Harga Emas XAU 14-18 Juli 2025 Naik Akibat Geopolitik dan Inflasi AS
Harga emas dunia (XAU/USD) naik 0,4% pada 14-18 Juli 2025, dari $3.342 menjadi $3.355 per troy ounce, meski sempat turun ke $3.282 pada 15 Juli.
Kenaikan ini didorong oleh ketegangan geopolitik, terutama eskalasi konflik di Ukraina, yang membuat emas dicari sebagai aset aman. Data inflasi AS yang naik ke 2,6% pada 16 Juli juga mendorong investor ke emas sebagai pelindung nilai, meskipun Federal Reserve mempertahankan suku bunga di 4,25-4,5% membatasi kenaikan.
Nilai transaksi emas dunia di pasar berjangka (Comex) diperkirakan $300 miliar, dengan volume harian rata-rata 200.000 kontrak (100 troy ounce per kontrak) pada harga $3.330 per troy ounce. Pelaku utama adalah bank sentral seperti People’s Bank of China dan Reserve Bank of India, yang menambah cadangan emas, serta hedge fund yang memanfaatkan volatilitas harga akibat ketidakpastian global.
Permintaan emas fisik dari India dan China meningkat menjelang musim perayaan, mendukung harga XAU. Risalah FOMC pada 17 Juli, yang menyinggung inflasi akibat tarif global, memicu spekulasi pemotongan suku bunga, menguntungkan emas.
Meski harga emas Antam turun ke Rp1.756.000 per gram pada 17 Juli, harga global tetap kuat karena ketegangan geopolitik dan inflasi.
Harga US Treasury Turun Didorong Ketegangan Perdagangan dan Data Inflasi
Pada minggu 14-18 Juli 2025, harga obligasi US Treasury turun, sementara yield-nya naik, dengan yield 10-tahun ditutup pada 4,44% pada 18 Juli, turun sedikit dari 4,46% pada awal pekan setelah mencapai puncak 4,47% pada 17 Juli.
Penurunan harga ini terjadi karena investor menjual obligasi setelah pengumuman tarif perdagangan baru oleh Presiden AS, termasuk ancaman 30% tarif pada impor dari Uni Eropa dan Meksiko, yang meningkatkan kekhawatiran inflasi dan ketidakpastian ekonomi global.
Data inflasi AS yang dirilis pada 16 Juli, menunjukkan inflasi tahunan naik ke 2,6%, juga mendorong yield lebih tinggi karena mengurangi ekspektasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve, yang mempertahankan suku bunga di 4,25-4,5%.
Factors to Watch
1. Faktor pertama yang perlu diperhatikan adalah ketidakpastian geopolitik, seperti eskalasi konflik di Ukraina, yang mendorong kenaikan harga emas dunia (XAU) menjadi $3.355 per troy ounce pada 18 Juli 2025, karena investor mencari aset aman.
2. Kedua, kebijakan moneter global dan nasional memengaruhi pasar, seperti Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga di 4,25-4,5%, meningkatkan yield US Treasury 10-tahun ke 4,44%, sementara Bank Indonesia menurunkan BI Rate ke 5,25% pada 16 Juli untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mempengaruhi likuiditas reksa dana dan SBN.
3. Ketiga, indikator ekonomi seperti inflasi AS yang naik ke 2,6% dan tarif perdagangan AS yang memicu ketegangan global dapat memengaruhi nilai tukar rupiah, yang sempat tertekan ke Rp16.600 sebelum stabil di Rp16.550, memengaruhi daya beli investasi.
Rekomendasi Investasi
1. Jangka Pendek (hingga 1 tahun): Reksa dana pasar uang menawarkan imbal hasil stabil (4–6%) untuk menghindari volatilitas IHSG. Emas cocok sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan rupiah (target $3,500/ons). SUN tenor pendek (1–3 tahun) memberikan yield sekitar 6% dengan risiko rendah, didukung sentimen global positif. SBN seri SBR014 yang mulai ditawarkan secara publik pada 14 Juli s.d. 7 Agustus mendatang dengan kupon (imbal hasil) 6,25% per tahun untuk tenor 2 tahun dan 6,35% untuk tenor 4 tahun dapat menjadi pilihan tepat.
2. Jangka Menengah (1–5 tahun): Reksa dana campuran dengan portofolio saham yang fokus pada sektor properti dan keuangan, untuk menangkap potensi proyeksi IHSG ke 7,200–7,500, dan portofolio obligasi yang kinerjanya relatif stabil untuk menahan volatilitas saham. Emas tetap relevan untuk diversifikasi. Reksa dana pendapatan tetap yang berisi portofolio SUN dan Obligasi Korporasi tenor menengah (5–10 tahun) dengan return 7-8% juga dapat menjadi pilihan investasi.
3. Jangka Panjang (>5 tahun): Reksa dana saham ideal untuk investor agresif yang meyakini bahwa dalam jangka panjang situasi geopolitik membaik, negara-negara secara global sudah beradaptasi dengan tarif perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi lebih stabil. Emas melindungi nilai aset jangka panjang. Reksa dana pendapatan tetap yang memiliki tenor atau durasi lebih dari 10 tahun cocok untuk investor konservatif, dengan yield stabil dan risiko default rendah.
Top 5 Kinerja 1 Tahun Terakhir Reksa Dana Semua Jenis
Top 5 Kinerja 1 Bulan Terakhir Reksa Dana Semua Jenis
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.