tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market pada pekan 21-25 Juli dan strategi investasinya melalui berita market update berikut.
Ringkasan Weekly Market Recap:
- Kejadian Penting Minggu 21-25 Juli 2025 yang Menggerakkan Pasar Keuangan
- Yield SUN Naik Karena Tekanan Global dan Aliran Dana Asing
- IHSG Naik Signifikan di Minggu 21-25 Juli 2025, Dipicu Sentimen Positif Kesepakatan Dagang dan Performa Saham Besar
- Fluktuasi Harga Emas XAU: Turun di Tengah Optimisme Ekonomi
- Indikator Ekonomi AS Juli 2025 Menunjukkan Ekonomi AS Masih Kuat
Berikut adalah rangkuman kinerja indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi pada pekan 21-25 Juli 2025, beserta data kinerja terbaru per tanggal 25 Juli 2025.
Kejadian Penting Minggu 21-25 Juli 2025 yang Menggerakkan Pasar Keuangan
- Secara global, pekan 21-25 Juli 2025 ditandai oleh laporan pendapatan perusahaan teknologi raksasa seperti Alphabet dan Tesla, yang mendorong kenaikan indeks saham AS seperti S&P 500 dan Nasdaq hingga mencapai rekor baru, meskipun menimbulkan volatilitas di pasar obligasi karena kekhawatiran inflasi tinggi yang berkepanjangan.
- Data PMI AS yang naik ke level tertinggi tahun ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi kuat di sektor jasa. Hal ini memperkuat dolar AS dan menekan nilai tukar mata uang emerging seperti rupiah. Selain itu, pertemuan G20 dan keputusan suku bunga ECB yang stabil memberikan sentimen positif bagi saham global. Namun, ini membuat yield obligasi Treasury AS tetap tinggi, memengaruhi aliran modal ke pasar berkembang.
- Di tingkat nasional, Bank Indonesia yang memangkas suku bunga acuan (BI Rate) di minggu sebelumnya, mendorong IHSG melonjak lebih dari 3% dalam seminggu dan menurunkan yield obligasi pemerintah Indonesia. Alhasil, harga obligasi naik dan menarik investor.
- Kenaikan IHSG juga didukung oleh inflow modal asing akibat optimisme global. Sementara itu, nilai tukar rupiah menguat tipis berkat stabilitas ekonomi domestik meski tertekan oleh dolar AS yang kuat. Namun, pertumbuhan kredit yang masih rendah menjadi catatan, memengaruhi performa saham sektor keuangan.
Secara keseluruhan, kejadian-kejadian ini menciptakan sentimen positif bagi saham global maupun nasional. Namun, kejadian ini menimbulkan tekanan pada obligasi melalui kenaikan yield internasional dan pelemahan rupiah terhadap dolar.
Stabilitas pasar ke depan bergantung pada data ekonomi lanjutan, seperti inflasi dan kebijakan moneter. Investor awam disarankan memantau berita terkait inflasi & kebijakan moneter untuk menyesuaikan portofolio mereka.
Yield SUN Naik Karena Tekanan Global dan Aliran Dana Asing
Selama periode 21-24 Juli 2025, yield obligasi Surat Utang Negara (SUN) Indonesia mengalami kenaikan bertahap. Yield SUN tenor 10 tahun naik dari sekitar 6,49% menjadi 6,52%.
Hal ini menyebabkan harga obligasi mengalami penurunan, karena harga dan yield bergerak berlawanan arah. Nilai transaksi SBN (termasuk SUN) selama minggu tersebut mencapai sekitar Rp130 triliun, menunjukkan aktivitas pasar yang tinggi meskipun ada fluktuasi. Volume ini mencerminkan minat investor di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Penyebab utama kenaikan yield adalah sentimen negatif dari pasar global, seperti peningkatan yield US Treasury akibat kekhawatiran inflasi dan kebijakan fiskal AS, yang membuat investor lebih hati-hati.
Di dalam negeri, ekspektasi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia yang terbatas serta aliran modal keluar juga berkontribusi pada tekanan ini. Meski demikian, stabilitas rupiah yang relatif kuat membantu membatasi penurunan harga lebih dalam.
Investor domestik seperti bank dan dana pensiun menjadi pembeli terbanyak, sementara penjualan didominasi oleh investor asing yang mencari peluang di aset lain.
Secara keseluruhan, investor asing mencatat net sell sebesar sekitar Rp11,3 triliun selama periode tersebut, terutama karena alihkan dana ke instrumen seperti SRBI atau pasar luar negeri yang dianggap lebih menarik. (investor.id, investing)
IHSG Naik Signifikan di Minggu 21-25 Juli 2025, Dipicu Sentimen Positif Kesepakatan Dagang dan Performa Saham Besar
Pada pekan 21-25 Juli 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan signifikan sekitar 3,17%, dimulai dari level 7.398,19 pada Senin dan ditutup di 7.543,50 pada Jumat.
Pergerakan positif ini didorong oleh optimisme kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dengan Jepang, Uni Eropa, dan Indonesia, yang menurunkan ancaman tarif tinggi menjadi 15% untuk sebagian besar barang, sehingga meningkatkan kepercayaan investor.
Nilai transaksi selama pekan tersebut mencapai Rp80,46 triliun. Angka ini menunjukkan aktivitas pasar yang ramai, meskipun investor asing mencatat net sell sebesar Rp134,8 miliar karena sebagian dana dialihkan ke instrumen lain. Selain itu, data PMI AS yang kuat dan laporan pendapatan perusahaan teknologi global turut mendukung sentimen positif di bursa saham Indonesia.
Beberapa saham big caps (saham berkapitalisasi besar) mengalami kenaikan tajam, seperti BBRI (Bank BRI) yang naik sekitar 3,95% berkat pertumbuhan kredit stabil dan dorongan dari pemangkasan suku bunga Bank Indonesia sebelumnya. Saham BMRI (Bank Mandiri) juga melonjak 2,56%, didorong oleh performa sektor finansial yang kuat di tengah aliran modal domestik dan ekspektasi pemulihan ekonomi pasca-kesepakatan dagang.
Sementara itu, ASII (Astra International) naik 2,02% karena manfaat dari kesepakatan tarif AS yang mengurangi beban impor otomotif dan meningkatkan prospek ekspor.
Secara keseluruhan, kenaikan IHSG pekan ini mencerminkan ketahanan pasar saham Indonesia di tengah dinamika global, meski net sell asing menjadi catatan hati-hati bagi investor awam.
Faktor eksternal seperti stabilitas perdagangan internasional, dan faktor internal seperti kekuatan sektor bank, menjadi pendorong utama. Terdapat potensi kelanjutan tren positif jika tidak ada gejolak baru. Investor disarankan memantau berita terkini untuk mengambil keputusan bijak. (Liputan 6, CNBC Indonesia)
Saham-Saham yang Mengalami Auto Reject Atas dan Auto Reject Bawah
Selama pekan 21-25 Juli 2025, beberapa saham di Bursa Efek Indonesia mengalami Auto Reject Atas (ARA) dan Auto Reject Bawah (ARB).
Saham CDIA (PT Chandra Daya Investasi Tbk) mengalami ARA beruntun hingga delapan hari, didorong oleh hype IPO baru dari grup konglomerat Prajogo Pangestu dan dominasi saham konglomerasi yang mencapai 48% pengaruh terhadap IHSG, meski kemudian berisiko suspensi.
Sementara itu, saham MERI (PT Merry Riana Edukasi Tbk) beralih dari ARA enam hari sebelumnya menjadi ARB beruntun setelah suspensi dicabut pada 21 Juli, akibat aksi profit taking masif dan penilaian overvalued pasca-IPO yang sempat naik tajam berkat popularitas nama Merry Riana.
Saham COIN juga terkena suspensi setelah ARA awal, lalu turun signifikan hingga 9,52% saat dibuka dengan mekanisme full call auction pada 24 Juli. Hal ini disebabkan pola serupa profit taking dan koreksi harga IPO yang terlalu optimis.
Fluktuasi Harga Emas XAU: Turun di Tengah Optimisme Ekonomi
Pada minggu 21-25 Juli 2025, harga emas spot (XAU/USD) mengalami fluktuasi dengan kecenderungan penurunan secara keseluruhan. Dimulai dari sekitar $3,389 per ons pada 21 Juli, harga naik sementara ke level tertinggi sekitar $3,439 pada 23 Juli, sebelum turun kembali ke $3,370 pada penutupan 25 Juli.
Pergerakan ini mencerminkan volatilitas pasar komoditas. Emas sempat mendapat dukungan dari ketidakpastian global, tapi akhirnya terkoreksi karena berkurangnya permintaan sebagai aset aman.
Penyebab utama penurunan harga adalah optimisme atas kesepakatan perdagangan AS dengan Jepang dan Uni Eropa, yang menurunkan ancaman tarif tinggi dan memperkuat dolar AS, sehingga mengurangi daya tarik emas sebagai lindung nilai. Selain itu, data PMI AS yang kuat dan kenaikan yield obligasi Treasury berkontribusi pada tekanan bearish.
Mengenai nilai transaksi, volume trading emas futures di Comex mencapai sekitar 194.365 kontrak selama minggu tersebut, dengan nilai estimasi mencapai miliaran dolar, meskipun data spot global tidak secara spesifik dirinci, menunjukkan aktivitas pasar yang tetap tinggi di tengah ketidakpastian.
Indikator Ekonomi AS Juli 2025 Menunjukkan Ekonomi AS Masih Kuat
Pada minggu 21-25 Juli 2025, indikator ekonomi AS menunjukkan sinyal campuran.
Data PMI Komposit S&P Global naik ke 54,6 dari 52,9 di Juni, mencatat pertumbuhan tercepat tahun ini. Kenaikan ini didorong oleh sektor jasa yang ekspansi kuat sejak Desember lalu, meski sektor manufaktur justru kontraksi dengan PMI turun ke 49,5, di bawah ekspektasi 52,6.
Sementara itu, data inflasi terbaru untuk Juni menunjukkan kenaikan tahunan ke 2,7% dari 2,4%, dengan peningkatan bulanan 0,3%, meskipun tidak ada rilis baru untuk Juli di pekan tersebut.
Nowcasting memperkirakan inflasi Juli tetap stabil sekitar level serupa. Kenaikan upah dan tarif perdagangan berkontribusi pada tekanan inflasi harga input dan output.
Secara global, PMI yang kuat mendorong optimisme pasar saham seperti S&P 500 mencapai rekor. Namun, kontraksi manufaktur menimbulkan kekhawatiran slowdown, menyebabkan yield obligasi Treasury AS naik dan menekan aset emerging markets.
Di Indonesia, hal ini berdampak pada pasar obligasi SUN. Yield SUN tenor 10 tahun naik tipis 3 basis poin ke 6,50%, menurunkan harga obligasi karena aliran modal asing net sell. Selain itu, IHSG tetap naik berkat sentimen perdagangan.
Namun, rupiah rentan melemah terhadap dolar yang kuat, sementara saham sektor finansial mendapat dorongan untuk naik dari stabilitas ekonomi domestik.
Factors to Watch:
- Secara global, pekan depan (mulai 28 Juli 2025) akan diramaikan oleh data ekonomi kunci seperti PDB AS, inflasi Eurozone, dan laporan tenaga kerja AS (non-farm payrolls). Faktor-faktor ini dapat memengaruhi ekspektasi suku bunga Federal Reserve.
- Optimisme kesepakatan perdagangan AS dengan Jepang dan Uni Eropa telah mengurangi ancaman tarif, mendorong kenaikan saham global seperti S&P 500, tapi menaikkan yield obligasi Treasury AS karena berkurangnya risiko. Selain itu, data PMI AS yang kuat di sektor jasa (54,6) menandakan pertumbuhan ekonomi, meski inflasi stabil di sekitar 2,7% akibat upah dan tarif, yang berpotensi memperkuat dolar AS dan menekan aset emerging markets.
- Di tingkat nasional, Bank Indonesia kemungkinan mempertahankan suku bunga acuan di tengah pertumbuhan kredit yang rendah, sementara kesepakatan perdagangan dengan AS dapat mendukung ekspor dan stabilitas rupiah.
- Dominasi saham konglomerasi (seperti grup Prajogo Pangestu) hingga 48% terhadap IHSG menjadi perhatian, ditambah suspensi saham seperti CDIA yang berisiko memicu koreksi. Data inflasi domestik dan inflow modal asing juga krusial, terutama pasca-yield SUN naik tipis minggu lalu akibat pengaruh global.
Faktor-faktor ini berpotensi mendorong IHSG naik jika sentimen perdagangan positif berlanjut. Namun, obligasi SUN bisa terkoreksi dengan yield lebih tinggi dan harga turun.
Selain itu, emas mungkin fluktuatif (naik-turun). Emas berpotensi turun karena optimisme global, namun emas juga berpotensi naik jika ketegangan geopolitik muncul, sementara rupiah rentan melemah terhadap dolar kuat meski didukung inflow domestik.
Investor awam disarankan memantau perkembangan ini untuk menjaga portofolio tetap aman.
Rekomendasi Investasi
1. Jangka Pendek (s.d. 1 Tahun):
Reksa dana pasar uang menawarkan imbal hasil stabil (4–6%) untuk menghindari volatilitas IHSG. Emas cocok sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan rupiah (target $3,500/ons). SUN tenor pendek (1–3 tahun) memberikan yield sekitar 6% dengan risiko rendah, didukung sentimen global positif. SBN seri SBR014 yang mulai ditawarkan secara publik pada 14 Juli s.d. 7 Agustus mendatang dengan kupon 6,25% per tahun untuk tenor 2 tahun dan 6,35% untuk tenor 4 tahun dapat menjadi pilihan tepat.
2. Jangka Menengah (1-5 Tahun):
Reksa dana campuran dengan portofolio saham yang fokus pada sektor properti dan keuangan, untuk menangkap potensi proyeksi IHSG ke 7,200–7,500, dan portofolio obligasi yang kinerjanya relatif stabil untuk menahan volatilitas saham.
Emas tetap relevan untuk diversifikasi. Reksa dana pendapatan tetap yang berisi portofolio SUN dan Obligasi Korporasi tenor menengah (5–10 tahun) dengan return 7-8% juga dapat menjadi pilihan investasi.
3. Jangka Panjang (>5 Tahun):
Reksa dana saham ideal untuk investor agresif yang meyakini bahwa situasi geopolitik membaik dalam jangka panjang, negara-negara secara global sudah beradaptasi dengan tarif perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi lebih stabil.
Emas melindungi nilai jangka panjang. Reksa dana pendapatan tetap yang memiliki tenor atau durasi lebih dari 10 tahun cocok untuk investor konservatif, dengan yield stabil dan risiko default rendah.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
Top 5 Kinerja 1 Tahun Terakhir Reksa Dana Semua Jenis
Top 5 Kinerja 1 Bulan Terakhir Reksa Dana Semua Jenis
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.