fb-logo
Beranda » belajar » Tanamduit Outlook » tanamduit Weekly Market Recap (28 Juli – 1 Agustus 2025)

tanamduit Weekly Market Recap (28 Juli – 1 Agustus 2025)

oleh | Agu 4, 2025

tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market pada pekan 28 Juli – 1 Agustus dan strategi investasinya melalui berita market update berikut.

Ringkasan Weekly Market Recap:

  • Ketidakpastian Global dan Aksi Jual Asing Tekan Pasar Keuangan
  • IHSG Turun Tipis Karena Ketidakpastian Global dan Aksi Jual Asing
  • Harga Emas Dunia Fluktuatif Akibat Ketidakpastian Ekonomi Global
  • Tekanan Global dan Arus Keluar Modal Melemahkan Harga SUN

Berikut adalah rangkuman kinerja indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi pada pekan 28 Juli – 1 Agustus 2025, beserta data kinerja terbaru per tanggal 1 Agustus 2025.

Ketidakpastian Global dan Aksi Jual Asing Tekan Pasar Keuangan

Pada minggu 28 Juli hingga 1 Agustus 2025, pasar keuangan global dan nasional dipengaruhi oleh beberapa kejadian penting.

Secara global, penguatan dolar AS (indeks DXY naik ke 99,97) membuat aset di negara berkembang seperti Indonesia kurang menarik. Hal ini memicu tekanan pada nilai tukar rupiah dan pasar saham.

Selain itu, data ketenagakerjaan AS yang lemah, dengan revisi penurunan 258.000 pekerjaan dan non-farm payroll hanya 73.000, juga menciptakan ketidakpastian, meski meningkatkan harapan penurunan suku bunga The Fed. Ketegangan geopolitik yang berlanjut, seperti negosiasi tarif resiprokal AS, turut menambah volatilitas pasar global, memengaruhi aliran investasi ke Indonesia.

Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tipis 0,08% ke level 7.537.77, tertekan oleh aksi jual investor asing sebesar Rp2,34 triliun, terutama pada saham perbankan besar seperti BBCA dan BMRI.

Nilai tukar rupiah juga melemah, bergerak dari Rp16.235 ke Rp16.315 per dolar AS, dipengaruhi oleh penguatan dolar dan kekhawatiran atas kontraksi sektor manufaktur Purchasing Managers’ Index (PMI) ke 46,9. Namun, kebijakan stabilisasi Bank Indonesia (BI), seperti intervensi di pasar valas dan penurunan BI-Rate ke 5,25% pada Juli 2025, membantu menahan pelemahan rupiah dan mendukung stabilitas pasar.

Harga Surat Utang Negara (SUN) juga mengalami tekanan akibat outflow modal asing, dengan imbal hasil (yield) SUN tenor 10 tahun naik tipis sebesar 5-7 basis poin karena meningkatnya persepsi risiko (CDS Indonesia naik ke 71,40 bps).

Aksi jual asing di pasar saham dan obligasi mencerminkan respons terhadap ketidakpastian global dan domestik, termasuk potensi berakhirnya jeda tarif impor. Meski begitu, aliran masuk modal asing ke SUN sebesar USD1,6 miliar pada triwulan II 2025 dan ekspektasi pelonggaran moneter global memberikan harapan pemulihan pasar keuangan di masa depan. (Dari berbagai sumber)

IHSG Turun Tipis Karena Ketidakpastian Global dan Aksi Jual Asing

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan kecil sebesar 0,08% selama periode 28 Juli–1 Agustus 2025. IHSG ditutup di level sekitar 7.484,34 poin, dengan fluktuasi harian yang mencapai penurunan hingga 0,87% pada satu sesi.

Meski begitu, pasar saham Indonesia menunjukkan tanda-tanda positif seperti peningkatan volume transaksi, dan ada rebound kecil di akhir pekan berkat harapan penurunan suku bunga di AS.

Penyebab utama penurunan ini adalah campuran faktor luar negeri dan dalam negeri. Secara global, dolar AS yang menguat dan peningkatan risiko investasi membuat pasar seperti Indonesia kurang menarik. Di dalam negeri, investor asing banyak menjual saham setelah IHSG mencapai rekor tinggi sebelumnya, ditambah ketidakpastian ekonomi AS yang memicu kekhawatiran. Namun, ekspektasi kebijakan moneter yang lebih longgar di masa depan membantu membatasi kerugian.

Saham-saham besar (big caps) dari sektor perbankan menjadi pendorong utama pergerakan IHSG. Saham seperti Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Mandiri (BMRI) mengalami penurunan karena banyak dijual oleh investor asing, yang membebani indeks secara keseluruhan.

Di sisi lain, saham Telkom Indonesia (TLKM) dan Astra International (ASII) memberikan dukungan positif dengan adanya pembelian, membantu IHSG tidak jatuh lebih dalam.

Di dalam negeri, ekspektasi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia yang terbatas serta aliran modal keluar juga berkontribusi pada tekanan ini. Meski demikian, stabilitas rupiah yang relatif kuat membantu membatasi penurunan harga lebih dalam.

Investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp2,34 triliun pada pekan itu, bagian dari tren keluarnya dana sepanjang tahun. Penyebabnya termasuk penguatan dolar AS yang membuat aset Indonesia kurang kompetitif, serta kekhawatiran atas ekonomi domestik seperti penurunan aktivitas manufaktur.

Data ekonomi AS yang lemah juga mendorong investor memindahkan dana ke pasar lain, meski ada harapan inflow kembali jika kondisi membaik. (Bisnis, CNBC Indonesia, Antara)

Harga Emas Dunia Fluktuatif Akibat Ketidakpastian Ekonomi Global

Sepanjang minggu 28 Juli hingga 1 Agustus 2025, harga emas dunia (XAU/USD) mengalami dinamika yang cukup mencolok. Mengawali pekan di kisaran $3.314 per ons, harga emas sempat menanjak tipis menjadi $3.326 pada 29 Juli, namun tertekan hingga $3.275 pada 30 Juli akibat gejolak pasar.

Selepas itu, harga mulai pulih ke $3.290 pada 31 Juli dan melonjak signifikan sekitar 2,1% ke $3.362 pada penutupan 1 Agustus, sehingga mencatatkan kenaikan sekitar 0,8% selama seminggu lalu.

Pergerakan ini mencerminkan pasar yang penuh gejolak, dengan emas sempat terpuruk namun bangkit kuat di penghujung minggu.

Faktor utama di balik fluktuasi ini adalah ketidakpastian ekonomi global yang membayangi pasar. Data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang mengecewakan, seperti penurunan non-farm payroll menjadi hanya 73.000 dan revisi ke bawah sebanyak 258.000 pekerjaan, memicu ekspektasi pelonggaran suku bunga oleh The Federal Reserve, yang mendongkrak minat terhadap emas.

Awalnya, penguatan dolar AS menekan harga emas, namun ketegangan perdagangan, termasuk wacana tarif baru AS, mengembalikan kilau emas sebagai aset safe haven.

Sentimen geopolitik yang sempat optimistis, seperti petunjuk pengurangan tarif oleh Presiden Trump, sempat meredam permintaan, tetapi data ekonomi yang lemah akhirnya memicu kenaikan harga di akhir pekan.

Perkiraan nilai transaksi emas dunia pada pekan tersebut mencapai $800-900 miliar, merujuk pada volume perdagangan harian rata-rata sekitar $170 miliar di pasar spot dan futures, dengan lonjakan aktivitas di akhir pekan akibat volatilitas tinggi.

Pembeli utama meliputi bank sentral seperti People’s Bank of China dan Reserve Bank of India, yang terus mengakumulasi emas untuk memperkuat cadangan devisa, serta investor ritel dan institusi seperti dana ETF (contohnya SPDR Gold Shares) yang memanfaatkan penurunan harga untuk membeli.

Sementara itu, penjual utama adalah perusahaan tambang emas terkemuka seperti Barrick Gold dan Newmont, yang memasarkan hasil produksi mereka, serta dana lindung nilai (hedge funds) yang mengambil keuntungan dari kenaikan harga sesaat. (Trading Economics, Investing, Trading View)

Tekanan Global dan Arus Keluar Modal Melemahkan Harga SUN

Pada minggu 28 Juli–1 Agustus 2025, harga Surat Utang Negara (SUN) melemah tipis, sementara imbal hasil (yield) untuk tenor 10 tahun naik sedikit sekitar 5-7 basis poin, mencapai kisaran 6,3-6,5%.

Pergerakan ini dipengaruhi oleh penguatan nilai dolar Amerika Serikat dan data ekonomi AS yang lemah, seperti penurunan jumlah lapangan kerja baru menjadi hanya 73.000, yang meningkatkan persepsi risiko investasi di Indonesia. Nilai transaksi SUN sepanjang minggu mencapai sekitar Rp148 triliun, menandakan aktivitas perdagangan yang cukup tinggi di pasar sekunder meskipun harga tertekan.

Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp1,37 triliun di pasar SUN, menjadi bagian dari arus keluar modal yang lebih besar, total Rp16,24 triliun. Hal ini dipicu oleh penguatan dolar AS dan ketidakpastian global, seperti potensi berakhirnya masa jeda tarif impor Amerika Serikat, yang mendorong investor asing mengalihkan dana ke pasar lain.

Meski demikian, harapan akan penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve di masa mendatang memberikan sedikit optimisme bagi stabilisasi harga SUN.

Pergerakan harga dan yield SUN ini dipengaruhi oleh tekanan eksternal dan kondisi dalam negeri. Pelemahan rupiah hingga menyentuh Rp16.500 per dolar AS serta penurunan aktivitas manufaktur (PMI 46,9) turut memperberat tekanan pada SUN.

Namun, upaya Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan aliran masuk modal asing ke SUN sebesar Rp59,07 triliun sepanjang tahun hingga Juli memberikan harapan untuk mengurangi gejolak di masa depan. (Bisnis, Investor Daily, Kontan)

Factors to Watch:

Faktor Global yang Perlu Dipantau

  • Faktor jangka pendek seperti ketidakpastian kebijakan moneter dari bank sentral utama, termasuk The Federal Reserve, berpotensi memicu gejolak di pasar saham dan obligasi—seperti Surat Utang Negara (SUN). Sementara itu, penguatan dolar Amerika Serikat menekan harga emas. Data ekonomi Amerika Serikat, seperti laporan ketenagakerjaan dan indeks PMI sektor jasa, juga memberikan pengaruh langsung. Data yang lemah dapat mendorong pemotongan suku bunga, yang pada akhirnya menguntungkan emas sebagai aset pengaman.
  • Dalam jangka panjang, perlambatan ekonomi China dengan pertumbuhan hanya 4,2% serta fragmentasi perdagangan global akibat tarif baru dapat menekan saham di pasar berkembang. Sementara itu, inflasi tinggi dan ketegangan geopolitik memicu peningkatan permintaan emas dari bank sentral serta investor di Asia.

Nasional

  • Di Indonesia, faktor jangka pendek dipengaruhi oleh intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah, yang dapat memengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta imbal hasil SUN, terutama jika arus keluar modal asing berlanjut akibat ketidakpastian global. Penurunan indeks PMI manufaktur dan data ekspor juga berpotensi menekan harga saham, sementara komoditas seperti emas cenderung naik seiring pelemahan rupiah.
  • Pada jangka panjang, pertumbuhan PDB sekitar 4,7-5,1% serta proyek ambisius seperti Danantara untuk mencapai target 8% dapat mendukung saham dan obligasi domestik. Meskipun demikian, risiko eksternal seperti perlambatan China tetap memengaruhi emas sebagai instrumen lindung nilai.

Pengaruh Keseluruhan terhadap Pasar

  • Gabungan antara faktor global dan nasional menciptakan volatilitas pada jangka pendek. IHSG berpotensi anjlok jika data Amerika Serikat mengecewakan, imbal hasil SUN meningkat akibat risiko yang lebih tinggi, serta emas menguat sebagai safe haven.
  • Dalam jangka panjang, pertumbuhan global yang moderat mendorong diversifikasi portofolio ke obligasi dan emas. Sementara itu, reformasi domestik seperti penerbitan obligasi baru dapat menstabilkan SUN dan mendorong arus masuk modal ke saham Indonesia, walau ketegangan geopolitik tetap menjadi ancaman yang membayangi.

Rekomendasi Investasi

1. Jangka Pendek (s.d. 1 Tahun):

Reksa dana pasar uang menawarkan imbal hasil stabil (4–6%) untuk menghindari volatilitas IHSG. Emas cocok sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan rupiah (target $3,500/ons). SBN seri SBR014 yang sedang dalam masa penawaran sampai dengan tanggal 7 Agustus 2025 yang memberikan kupon 6,25% (tenor 2 tahun) dan 6,35% (tenor 4 tahun) menjadi pilihan yang tepat.

2. Jangka Menengah (1-5 Tahun):

Reksa dana campuran dengan portofolio saham yang fokus pada sektor properti dan keuangan, untuk menangkap potensi proyeksi IHSG ke 7.900 dan portofolio obligasi yang kinerjanya relatif stabil untuk menahan volatilitas saham. Emas tetap relevan untuk diversifikasi. Reksa dana pendapatan tetap yang berisi portofolio SUN dan Obligasi Korporasi tenor menengah (5–10 tahun) dengan return 7-8% juga dapat menjadi pilihan investasi.

3. Jangka Panjang (>5 Tahun):

Reksa dana saham ideal untuk investor agresif yang meyakini bahwa dalam jangka panjang situasi geopolitik membaik, negara-negara secara global sudah beradaptasi dengan tarif perdagangan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil. Emas melindungi nilai jangka panjang. Reksa dana pendapatan tetap yang memiliki tenor atau durasi lebih dari 10 tahun cocok untuk investor konservatif, dengan yield stabil dan risiko default rendah.

Yuk, investasi sekarang di tanamduit!

Top 5 Kinerja 1 Tahun Terakhir Reksa Dana Semua Jenis

Top 5 Kinerja 1 Bulan Terakhir Reksa Dana Semua Jenis

DISCLAIMER:

Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.

PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.

 

tanamduit Team

tanamduit adalah platform digital untuk berinvestasi berbagai produk reksa dana, SBN, emas, dan asuransi yang sudah berizin dan diawasi oleh OJK.

banner-download-mobile