tanamduit menawarkan investasi yang aman dengan potensi return atau imbal hasil lebih tinggi dari bunga deposito. Sebelum berinvestasi, kenali kondisi market pada minggu 30 Juni-4 Juli 2025 dan strategi investasinya melalui penjelasan berikut.
Ringkasan Weekly Market Recap:
- IHSG Melemah Bersama Sebagian Bursa Asia di Tengah Tekanan Global
- Harga SUN Turun dan Yield Naik di Tengah Tekanan Global dan Pelemahan Rupiah
- Harga Emas XAU/USD Naik di Tengah Ketidakpastian Global
- Yield US Treasury Naik dan Harga Turun Akibat Ketidakpastian Global
Berikut adalah rangkuman kinerja indeks saham, nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan yield obligasi pada pekan pertama Juli 2025, beserta data kinerja terbaru per tanggal 3-4 Juli 2025.
IHSG Melemah Bersama Sebagian Bursa Asia di Tengah Tekanan Global
Pada minggu 30 Juni – 4 Juli 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,47% ke level 6.865,19.
Penurunan ini dipengaruhi oleh kabar kebijakan tarif Amerika Serikat dan penguatan dolar AS yang melemahkan rupiah hingga Rp16.200.
Investor asing menjual saham senilai Rp2,77 triliun, membuat pasar saham Indonesia makin tertekan.
Sementara itu, bursa Asia seperti Nikkei (Jepang) dan Kospi (Korea Selatan) juga melemah masing-masing 0,58% dan 1,53%, terbebani oleh kekhawatiran dampak tarif AS terhadap ekspor mereka.
Sebaliknya, beberapa bursa Asia seperti Hang Seng (Hong Kong) naik 0,62% dan Straits Times (Singapura) naik 0,53%, didukung oleh harapan stimulus ekonomi lokal dan stabilitas sektor keuangan.
IHSG sendiri lebih lemah dibandingkan bursa-bursa yang naik ini. Namun, tidak separah Kospi.
Sektor kesehatan dan barang konsumsi di Indonesia, seperti saham Kalbe Farma dan NUnilever, membantu menahan penurunan IHSG. Namun, sektor barang baku dan energi, termasuk saham Bank BCA dan BRI, turun signifikan.
Transaksi saham di IHSG cenderung sepi dengan nilai harian sekitar Rp10,98 triliun, karena banyak investor lokal fokus pada saham-saham IPO.
Di bursa Asia lain, pasar juga bergerak bervariasi. Hong Kong dan Singapura lebih stabil berkat sektor konsumsi, sementara Jepang dan Korea Selatan tertekan oleh sektor teknologi.
Secara keseluruhan, IHSG menunjukkan pelemahan yang mirip dengan beberapa bursa Asia. Meski demikian, IHSG masih bisa bertahan di tengah tekanan global berkat sektor-sektor defensif seperti kesehatan.
Harga SUN Turun dan Yield Naik di Tengah Tekanan Global dan Pelemahan Rupiah
Pada minggu 30 Juni-4 Juli 2025, harga Surat Utang Negara (SUN) cenderung turun. Hal ini menyebabkan yield (imbal hasil) SUN naik, khususnya pada SUN tenor 10 tahun yang bergerak di kisaran 7,2% hingga 7,4%.
Penurunan harga SUN dipicu oleh tekanan global, seperti kebijakan tarif AS di bawah Presiden Donald Trump dan pernyataan The Fed yang menahan ekspektasi pemotongan suku bunga, sehingga meningkatkan ketidakpastian pasar.
Selain itu, pelemahan rupiah hingga Rp16.200 per dolar AS membuat investor lebih berhati-hati, mendorong kenaikan yield sebagai kompensasi risiko nilai tukar yang lebih tinggi.
Nilai transaksi SUN di pasar sekunder selama pekan ini diperkirakan mencapai Rp50-60 triliun, lebih rendah dari rata-rata triwulan sebelumnya, karena pelaku pasar cenderung mengurangi aktivitas di tengah volatilitas pasar.
Pelaku transaksi terbesar adalah lembaga keuangan domestik, seperti bank dan perusahaan asuransi, yang memegang porsi signifikan kepemilikan SUN domestik (sekitar 41% per November 2024).
Investor asing, meskipun masih memegang sekitar 14% SUN domestik, cenderung mengurangi aktivitas karena fokus mereka beralih ke obligasi di pasar yang dianggap lebih aman, seperti AS.
Investor asing mencatatkan net sell sekitar Rp1,5 triliun pada SUN selama pekan ini, dipicu oleh kekhawatiran terhadap risiko nilai tukar dan ketidakpastian kebijakan tarif AS yang dapat mengganggu ekonomi Indonesia.
Sementara itu, sektor kesehatan dan konsumsi di pasar saham menunjukkan ketahanan. Namun, sektor seperti barang baku dan energi melemah, memengaruhi sentimen di pasar obligasi.
Secara keseluruhan, pasar SUN tetap menarik bagi investor domestik karena yield yang kompetitif, meskipun tekanan eksternal membatasi minat investor asing.
Harga Emas XAU/USD Naik di Tengah Ketidakpastian Global
Pada minggu 30 Juni – 4 Juli 2025, harga emas dunia (XAU/USD) mengalami kenaikan sebesar 1,91%. Harga emas bergerak dari $3,274.25 per troy ons pada penutupan 27 Juni 2025 (data Investing.com) ke $3,336.64 per troy ons pada penutupan 4 Juli 2025.
Kenaikan ini didorong oleh pelemahan dolar AS (indeks dolar turun 0,54% ke 96,87 pada 30 Juni 2025) dan ketidakpastian menjelang deadline kebijakan tarif AS pada 9 Juli 2025.
Namun, tekanan jual terjadi karena meredanya ketegangan geopolitik, seperti gencatan senjata di Timur Tengah, dan ekspektasi kebijakan moneter ketat dari The Fed, yang membatasi kenaikan harga emas.
Di Indonesia, harga emas Antam mengikuti tren kenaikan global. Harga emas Antam naik dari sekitar Rp1,777,000 per gram pada akhir Juni ke Rp1,793,924 per gram pada 1 Juli 2025, meskipun pelemahan rupiah ke Rp16,200 per dolar AS menambah tekanan.
Nilai transaksi emas dunia di pasar berjangka COMEX diperkirakan mencapai ratusan miliar dolar AS per hari, didominasi oleh bank sentral (seperti China dan India), hedge fund, dan investor institusional.
Di Indonesia, transaksi emas fisik dan digital (via platform seperti Treasury) lebih banyak dilakukan oleh investor ritel dan pedagang lokal seperti PT Aneka Tambang, dengan minat meningkat karena harga emas dianggap lebih terjangkau setelah penurunan awal pekan.
Pelaku pasar terbesar secara global tetap bank sentral dan hedge fund, yang memanfaatkan volatilitas untuk lindung nilai.
Kenaikan harga emas tertahan oleh perjanjian dagang AS-Vietnam yang melemahkan permintaan safe haven, sebagaimana disebutkan dalam analisis fundamental.
Meskipun demikian, emas tetap menarik menjelang agenda The Fed (8-9 Juli 2025), dengan potensi kenaikan ke $3,400 per troy ons jika ketegangan tarif AS-China meningkat.
Investor Indonesia disarankan memantau rupiah dan alokasi 10-15% portofolio ke emas untuk jangka pendek guna melindungi nilai aset.
Yield US Treasury Naik dan Harga Turun Akibat Ketidakpastian Global
Pada minggu 30 Juni – 4 Juli 2025, harga US Treasury turun, menyebabkan yield (imbal hasil) naik. Yield US Treasury 10 tahun mencapai 4,35% pada 3 Juli 2025, naik 0,07% dari sesi sebelumnya.
Kenaikan yield ini dipicu oleh ketidakpastian global, seperti kebijakan tarif AS di bawah Presiden Donald Trump dan pernyataan The Fed yang menahan ekspektasi pemotongan suku bunga.
Penguatan dolar AS dan kekhawatiran inflasi juga mendorong investor menjual obligasi, menurunkan harga dan meningkatkan yield.
Di Indonesia, kenaikan yield US Treasury memengaruhi pasar Surat Utang Negara (SUN), dengan yield SUN tenor 10 tahun naik ke 7,2%-7,4%, diperparah oleh pelemahan rupiah ke Rp16.200 per dolar AS.
Nilai transaksi harian US Treasury di pasar sekunder rata-rata sekitar $900 miliar, dengan pelaku terbesar adalah bank sentral asing, hedge fund, dan lembaga keuangan seperti bank investasi.
Kenaikan yield berdampak global dengan meningkatkan biaya pinjaman, termasuk suku bunga hipotek dan pinjaman korporasi, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,47% ke 6.865,19, tertekan oleh aksi jual asing dan sentimen negatif dari pasar obligasi global.
Investor asing juga mencatatkan net sell Rp1,5 triliun pada SUN, mencerminkan kekhawatiran terhadap risiko nilai tukar.
Meskipun volatilitas tinggi, pasar US Treasury tetap menarik karena dianggap aset aman. Namun, kenaikan yield memicu kekhawatiran akan bond vigilantes, investor yang menuntut yield lebih tinggi untuk menutup risiko defisit AS yang membengkak.
Di Indonesia, investor ritel dan lembaga keuangan domestik tetap aktif membeli SUN untuk yield yang kompetitif, meskipun tekanan eksternal membatasi minat asing.
Secara global, kenaikan yield ini menandakan perlunya bank sentral, termasuk Bank Indonesia, untuk menyesuaikan kebijakan guna menjaga stabilitas ekonomi.
Agenda Global dan Nasional 7-11 Juli 2025: Berlakunya Kebijakan Tarif Trump Ancam Rupiah dan Pasar
1. Pada minggu 7-11 Juli 2025, agenda global utama adalah deadline kebijakan tarif resiprokal AS di bawah Presiden Donald Trump. Tarif ini akan berlaku pada 9 Juli 2025, yang sebelumnya ditunda 90 hari sejak 9 April 2025.
Tarif sebesar 32% untuk Indonesia dan hingga 125% untuk China akan berlaku, kecuali negosiasi menghasilkan kesepakatan baru. Trump menegaskan tidak akan memperpanjang tenggat waktu ini.
Ketidakpastian ini dapat menguatkan dolar AS dan menekan rupiah ke level Rp16,500-Rp17,000 per dolar AS, dan memicu aksi jual di IHSG, sehingga berpotensi turun ke 6,600-6,800.
Yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun bisa naik ke 7,5%-7,7% karena investor menuntut imbal hasil lebih tinggi.
Sementara itu, harga emas global mungkin naik ke $3,350-$3,400 per troy ons sebagai aset aman.
2. Pertemuan kebijakan moneter The Federal Reserve (8-9 Juli 2025) juga perlu dimonitor. Sebab, sinyal suku bunga tinggi dapat memperkuat dolar AS dan yield US Treasury ke 4,4%-4,5%, memengaruhi pasar obligasi global dan Indonesia.
Kombinasi tarif Trump dan kebijakan The Fed berpotensi memicu volatilitas pasar saham global, dengan IHSG rentan karena 40% partisipasi asing.
Bank Indonesia kemungkinan akan intervensi untuk stabilkan rupiah, tetapi ruang untuk pemotongan suku bunga (saat ini 5,5%) terbatas.
Emas tetap menarik sebagai lindung nilai, didukung oleh pembelian bank sentral global dan investor ritel Indonesia, sementara pasar SUN dan IHSG bergantung pada hasil negosiasi tarif dan kebijakan domestik.
3. Di dalam negeri, mid-year budget update pemerintah pada awal Juli 2025 akan memengaruhi kepercayaan investor terhadap kebijakan fiskal Presiden Prabowo Subianto, terutama terkait defisit anggaran dan program makan bergizi gratis (Rp71 triliun).
Jika laporan menunjukkan pelemahan pendapatan negara, rupiah bisa semakin tertekan. Selain itu, IHSG juga berisiko anjlok akibat net sell investor asing (sebelumnya Rp2,77 triliun pada 30 Juni-4 Juli 2025).
Pasar SUN akan menghadapi tekanan yield lebih tinggi. Namun, investor domestik seperti bank (41% kepemilikan SUN) tetap aktif.
Harga emas Antam lokal mungkin naik ke Rp1,750,000-Rp1,800,000 per gram, didorong oleh minat ritel di tengah ketidakpastian, seperti yang terjadi pada April 2025 saat Rupiah melemah ke Rp16,970.
Rekomendasi Investasi Reksa Dana, Emas, dan SBN untuk Berbagai Jangka Waktu
1. Untuk jangka pendek (hingga 1 tahun):
Fokus pada investasi yang stabil dan likuid untuk menghindari volatilitas pasar akibat kebijakan tarif AS dan pelemahan rupiah (Rp16,200 per dolar AS pada Juli 2025). Reksa dana pasar uang cocok karena menawarkan imbal hasil 4-6% per tahun dengan risiko rendah, ideal untuk kebutuhan darurat.
Pertimbangkan juga SBN ritel seri SBR014 akan diluncurkan pada tanggal 14 Juli mendatang. SBR014 akan hadir dengan tenor 2 dan 4 tahun dengan perkiraan kupon 6,45% yang menjadi kupon minimum (floating with floor) selama tenor berlangsung.
Emas (harga lokal ~Rp1,734,000 per gram) bisa dialokasikan 10-15% sebagai lindung nilai, terutama melalui platform digital tanamduit, karena harga emas cenderung naik saat ketidakpastian global meningkat.
2. Untuk jangka menengah (1-5 tahun):
Diversifikasi penting untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan dan stabilitas. Reksa Dana Campuran direkomendasikan, dengan potensi imbal hasil 8-12% per tahun, karena menggabungkan saham, obligasi, dan pasar uang. Reksa Dana Pendapatan Tetap menawarkan kestabilan pertumbuhan yang berasal dari kupon.
Emas tetap relevan (alokasi 15-20%), baik fisik (Antam) atau digital (Pax Gold), karena ketegangan geopolitik dan defisit AS dapat mendorong harga emas global ke $3,400-$3,500 per troy ons dalam 2-3 tahun.
3. Untuk jangka panjang (5 tahun ke atas):
Prioritaskan pertumbuhan dengan risiko yang terkelola.
Reksa Dana Saham berpotensi memberikan imbal hasil 10-15% per tahun. Reksa Dana Pendapatan Tetap cocok untuk pendapatan tetap jangka panjang, meskipun yield SUN naik ke 7,2%-7,4% pada Juli 2025.
Emas (alokasi 10-20%) tetap strategis sebagai pelindung nilai inflasi, dengan potensi kenaikan harga jangka panjang karena pembelian bank sentral global.
Pantau agenda seperti kebijakan The Fed (8-9 Juli 2025) dan tarif AS (9 Juli 2025) untuk menyesuaikan portofolio.
Yuk, investasi sekarang di tanamduit!
Top 5 Kinerja 1 Tahun Terakhir Reksa Dana Semua Jenis
Top 5 Kinerja 1 Bulan Terakhir Reksa Dana Semua Jenis
DISCLAIMER:
Tulisan ini dibuat dan diterbitkan oleh PT Star Mercato Capitale (tanamduit), anak perusahaan PT Mercato Digital Asia, yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan nomor KEP-13/PM.21/2017 serta menjadi mitra distribusi SBN dari DJPPR – Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan nomor S-363/pr/2018 dan dari SBSN dengan nomor PENG-2/PR.4/2018.
PT Mercato Digital Asia telah terdaftar pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan nomor: 005445.01/DJAI.PSE/07/2022 dan bekerja sama dengan PT Cipta Optima Digital (emasin) untuk produk Koleksi Emas dan PT BPRS ATTAQWA (BPRS Attaqwa) dalam menyediakan produk Tabungan Emas 24 Karat produksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Tulisan ini bersumber dari berbagai informasi tertulis dan visual yang terpercaya dan tersebar luas baik yang disediakan secara digital maupun hardcopy. Meskipun demikian, PT Star Mercato Capitale tidak dapat menjamin keakurasian dan kelengkapan data dan informasinya. Manajemen PT Star Mercato Capitale beserta karyawan dan afiliasinya menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas keakurasian, kelalaian, atau kerugian apapun dari penggunaan tulisan ini.